Kisah Warga Korban Banjir Samarinda - Minim Bantuan, Makan Kue Lebaran, hingga Enggan Pindah
Selain pertimbangan keamanan, juga karena tidak adanya sanak keluarga maupun kerabat yang dapat ditinggali sementara rumahnya.
Penulis: Christoper Desmawangga |
Kabar kibul yang beredar di media sosial dan ia pantau dianggap meresahkan.
Untuk memastikan hal itu, ia turun langsung ke Bendungan Benanga, didampingi Asisten 2 Bidang Ekonomi, Endang Liansyah, Sabtu (8/6/2019) siang.
Amatan Sugeng di lapangan, meteran air masih di tahap siaga yang menunjukkan warna kuning.
Memang, dengan adanya hujan beberapa hari terakhir mendorong ada peningkatan debit air yang masuk dan keluar bibir bendungan.
"Debit air meningkat, tapi bendungan tak dibuka," kata Sugeng.
Dari data yang ia peroleh, seyogyanya kawasan yang menampung air mencapai 1,300 hektar persegi.
Namun, karena pendangkalan sedimentasi, areal yang tergenang menurun drastis.
Akibatnya, air yang harusnya ditampung dan perlahan lahan dilepaskan, langsung meluncur ke kawasan yang lebih rendah.
Sedikitnya 2,373 jiwa terdampak banjir.
"Sekarang paling banyak 24-25 hektar saja (yang masih tergenang), artinya tinggal 20 persen saja," kata Sugeng.
Kepala Seksi Operasional dan Pemeliharaan, Balai Wilayah Sungai Kalimantan III, Arman Effendi, tertawa menanggapi kerap munculnya hoaks pintu air Bendungan Benangan dibuka sebagai penyebab banjir.
Menurutnya, kabar demikian muncul karena kurangnya pemahaman masyarakat dan klarifikasi akan fungsi dan kondisi Bendungan Benanga saat ini yang sangat memprihatikan.
Sebagai contoh, Bendungan Benanga didesain menampung aliran air dari Sungai Karang Mumus dan sebagian sungai kecil di sekitaran kawasan, hingga APT Pranoto.
Idealnya, air yang ditampung, akan dialirkan perlahan-lahan ke sejumlah aliran air di kota Samarinda dan bermuara ke Sungai Mahakam.
Ironisnya, bendungan berdaya tampung 1,4 juta liter kubik ini, kini kapasitasnya hanya tersisa sepertiga saja, sekitar 500 ribu liter kubik.