Pilpres 2019

Pengamat Ini Sebut Rugi Gerindra Gabung Jokowi, Peluang Besar Menang Pilpres 2024 Bisa Lepas

Isu terkait peluang partai politik dalam bersikap sebagai oposisi atau masuk koalisi pendukung Jokowi-Maruf masih hangat diperbincangkan.

Editor: Doan Pardede
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Calon Presiden Prabowo Subianto. Saat sidang MK sengketa Pilpres 2019 masih berlangsung, Prabowo Subianto terbang ke Jerman. Namun, Prabowo Subianto akan kembali sebelum sidang putusan MK. 

Baca juga :

Menteri Kabinet Jokowi-Maruf Diprediksi Didominasi dari Tokoh Parpol, Begini Prediksi Pengamat

Terlalu Banyak Parpol Bergabung, Pemerintahan Jokowi Dikhawatirkan Jadi Otoriter, Begini Analisanya

"Salah satu kelemahan sistem presidential setengah hati adalah karena dipadukan dengan multipartai, ini yang sering kita sebut cacat bawaan sistem presidential multi-partai, tidak berlebihan saya sebut sistem presidential banci," tutur Pangi.

Sementara, sistem presidential murni itu bagaimana?

Partai pengusung utama calon presiden yang menang langsung jadi partai berkuasa “the rulling party” sementara yang kalah langsung otomaticly memposisikan diri menjadi “partai oposisi”.

Bagaimana etika partai pengusung capres tersebut usai kontestasi?

Pangi memberi contoh seperti di Amerika Serikat, partai punya fatsun politik, tidak ada cerita setelah presiden terpilih, yang tadinya berseberangan, lalu di tengah jalan bergabung ke koalisi presiden terpilih.

"Apakah partai tersebut “berkeringat” memenangkan presiden terpilih? Apakah “berdarah-darah” memenangkan calon presidennya? Kita ini ya lucu, karena alasan “mengamankan” kepentingan di parlemen, supaya tidak diganggu dan mendapat dukungan penuh di DPR, dengan harapan semua program dan kebijakan pemerintah dapat berjalan mulus di parlemen kemudian menjadi alasan merangkul partai oposisi dalam pilpres," ucapnya.

Pangi mengatakan harus diakui, dengan sistem multipartai sekarang, tidak ada kursi partai yang dominan di atas 20 persen kursi parlemen dan 25 persen suara nasional, ini barangkali yang membuat presiden terpilih di tengah jalan harus melakukan kompromi politik dengan merangkul, mengakomodir tambahan kekuatan partai koalisi di parlemen.

"Sebuah konsekuensi dari sistem presidential bercita rasa “multipartai”, presiden terpilih harus ‘berkompromi’ dengan partai yang pernah menjadi lawan tandingnya dalam pilpres," katanya.

Baca juga :

Sederet Fakta Calon Menteri Jokowi, Ada yang Senyum, Siap dengan Syarat, dan Ada yang Tegas Menolak

Sederet Fakta Ivanka, Putri Donald Trump yang Terpotret Asik Ngobrol dengan Presiden Jokowi

Menurut Pangi, sebaiknya Gerindra berada di posisi oposisi. Jika bergabung dengan koalisi pemerintah, dia menilai lebih banyak mudaratnya untuk Gerindra dan demokrasi Indonesia.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved