Pabrik Pengolahan Kedelai di Bontang, Dianggap Ilegal dan Gunakan Air tak Layak Konsumsi
Selain itu, produksi tahu dan tempe mereka juga dinilai kurang higenis karena menggunakan air sungai sebagai bahan baku.
Penulis: Mir | Editor: Mathias Masan Ola
Untuk satu kaleng ia pasarkan sedikit lebih mahal ketimbang pengusaha lainya seharga Rp 85 ribu atau selisih Rp 10 ribu dari pengusaha lainnya.
Ternyata air sungai yang digunakan pabrik pengolahan kedelai di Kota Bontang ternyata tak layak konsumsi. Ini dikatakan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bontang. Mereka memastikan kualitas air dari sungai Bontang tak layak untuk untuk dikosumsi termasuk untuk bahan baku pengolahan kedelai.
Penegasan ini sesuai yang termaktub dalam Perda Provinsi Kaltim Nomor 2/2011 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendaliam Pencemaran Air.
Mengacu dari aturan tersebut, baku mutu dan kualitas air di Sungai Bontang masuk dalam kategori kelas 2 yang peruntukkannya bukan untuk konsumsi.
Kepala Bidang Peningkatan Kapasitan dan Penegakam Hukum Lingkungan, DLH Bontang Anwar Sadat mengatakan kualitas air sungai di Bontang tidak dapat digunakan sebagai bahan baku air minum.
Namun, seperti diatur di dalam Perda itu menyebutkan air sungai dapat dimanfaatkan untuk keperluan peternakan, pertanaman serta budidaya ikan tawar serta rekreasi air.
Hasil uji laboratorium per April lalu kualitas air masih di bawah ambang batas pencemaran. Parameter kualitas air tak menunjukkan indikasi kandungan yang melebihi batas sewajarnya.
“Jadi kelas air dan baku mutu terdiri dari 4 kelas. Hanya untuk kelas pertama saja bisa digunakan untuk bahan baku air minum,” ujar Anwar kepada tribun saat dikonfirmasi di kantornya, Senin (1/7/2019).
Lebih lanjut, Anwar menambahkan sungai di Kota Bontang belum masuk kategori layak konsumsi lantaran debit air yang dianggap minim.
Salah satu indikator sungai jadi bahan baku air apabila debit sungai tersebut mampu untuk dikelola sebagai air baku untuk air minum.
“Tapi debit air kita kan kecil, tidak cukup. Jadi indikatornya belum bisa masuk dalam kelas pertama,” ujarnya.
Disinggung, terkait praktik sejumlah pabrik olahan kedelai menggunakan air sungai sebagai bahan baku. Anwar mengatakan,
otoritas untuk menjawab hal tersebut menjadi ranah dinas yanh membidangi (Dinas Kesehatan). “Kami mengurusi tata lingkungan, untuk produknya bisa langsung ke dinas terkait,” ujarnya.
Ternyata bukan hanya persoalan bahan baku yang digunakan dari air sungai yang tak layak konsumsi, ternyata keberadaan pabrik pengolahan kedelai ini juga masih illegal karena belum mengantongi izin dari dinas terkait.
Dinas Koperasi, Perdagangan dan UMKM (Diskopdag-UMKM) sampai sekarang belum ada produsen tahu dan tempe di Bontang yang telah mendapat rekomendasi izin usaha.