Ternyata Bukan Hanya 5 Orang, Plt Sekprov Kaltim: 12 Orang PNS Korupsi Dipecat
Diluruskan kembali oleh Sa'bani, sebenarnya di lingkungan Pemprov Kaltim ada 12 PNS tersangkut masalah korupsi.
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Sesuai kesepakatan bersama antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), dan Kementerian Dalam Negri (Kemendagri), Plt Sekprov Kaltim, Sa'bani menyatakan, tidak ada ampun bagi PNS/ASN yang terlibat dalam kasus korupsi dan dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.
Mereka dipastikan akan dipecat, meskipun hukumannya rendah.
"Itu sudah kesepakatan dan keputusan bersama tiga institusi. Kalau sudah ada putusan hukum tetap bahwa PNS tesebut terlibat korupsi, meskipun hukumannya rendah, maka diinstruksikan kepada kami oleh tiga institusi itu untuk memecat PNS itu. Dan kami laksanakan instruksi itu. Dengan catatan, ada kekuatan hukum tetap," tuturnya.
Ditanyakan soal dalam perkara korupsi apa 5 PNS/ASN tersebut, Sa'bani menyatakan, belum mengetahui jelas korupsi apa yang dilakukan oleh 5 PNS tersebut.
Sa'bani mengungkapkan, harus melihat dulu seluruh isi putusan hakim Pengadilan Tipikor untuk memastikan 5 PNS tersebut terlibat dalam kasus koruspi apa.
"Nah, kalau soal itu, saya tidak hapal. Saya harus lihat isi putusannya dulu. Namun, yang jelas satu orang PNS yang tersisa itu akan segera dipecat setelah kita dapati salinan putusan dari Pengadilan Tipikor," ujarnya.
Ia mengatakan akan melaporkan kembali kepada Kemendagri soal telah dilaksanakannya pemecatan terhadap 4 PNS.
Diluruskan kembali oleh Sa'bani, sebenarnya di lingkungan Pemprov Kaltim ada 12 PNS tersangkut masalah korupsi.
Namun 7 PNS sudah dipecat jauh lebih dulu. Kemudian, menyusul 5 PNS dengan kasus korupsi.
Dibeberkannya lagi, 11 di antaranya telah dikeluarkan Surat Keputusan pemecatannya.
"Yang benar itu 12 PNS terpidana korupsi, 11 di antaranya sudah ada SK Pemecatannya. Tinggal satu yang belum, yaitu menunggu salinan putusan Pengadilan Tipikor. Kalau misalnya hari ini kita diserahi salinan putusannya oleh Pengadilan Tipikor, maka selesai sudah. Tinggal kita buatkan SK pemecatannya," tegasnya.
Laksanakan Perintah Pusat
Soal teguran Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kepada 11 gubernur di Indonesia, termasuk Kaltim, untuk segera memberhentikan, memecat alias Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada Pegawai Negeri Sispil/Aparatur Sipil Negara (PNS/ASN) yang terlibat kasus korupsi, ternyata sudah dilakukan oleh Pemprov Kaltim.
Hal ini dibuktikan dengan telah dipecatnya 4 dari 5 orang PNS/ASN yang terbukti secara hukum telah melakukan tindak pidana korupsi.
Plt Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kaltim, M Sa’bani, saat ditemui di ruang kerjanya, di Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, pada Kamis (4/7/2019), pukul 15.20 Wita, mengungkapkan, telah melaksanakan arahan Mendagri sebelum surat teguran tersebut disampaikan kepada Pemprov Kaltim.
“Sudah kami lakukan pemecatan kepada PNS yang secara inkracht, atau sudah memiliki ketetapan hukum tetap dari Pengadilan Tipikor Samarinda. Sejauh ini, sudah 4 dari 5 orang PNS terpidana korupsi yang sudah kami pecat,” paparnya.
“Jadi, bukan 5 orang PNS loh ya,” lanjutnya mengoreksi data yang disampaikan Mendagri kepada Pemprov Kaltim.
Sa’bani menyatakan, saat ini tinggal satu orang PNS terpidana korupsi yang belum dilakukan proses pemecatan.
Namun, Sa’bani menegaskan, dalam waktu dekat ini proses pemecatannya akan segera dilakukan sembari menunggu salinan putusan Pengadilan Tipikor Samarinda.
“Kita sudah berkoordinasi dengan Pengadilan Tipikor untuk meminta salinan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor kepada satu orang PNS terpidana korupsi itu. Nah, nanti salinan putusan itulah yang menjadi dasar bagi kami untuk melakukan pemecatan kepada PNS tersebut,” bebernya.
Mendagri Tegur 11 Gubernur
Tidak ada mapun bagi Aparatur Sipil Negara atau ASN yang terlibat kasus korupsi.
Pemberhentian atau pemecatan menjadi harga mati.
Hal ini diungkapkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Bahkan, Tjahjo Kumolo memberi teguran secara tertulis 11 gubernur, 80 bupati dan 12 wali kota di Indonesia.
Mendagri meminta para kepala daerah memberhentikan memecat alias Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) Pegawai Negeri Sispil/Aparatur Sipil Negara (PNS/ASN) yang terlibat kasus korupsi.
"Per 1 Juli 2019 sudah diberikan teguran tertulis oleh Pak Mendagri kepada kepala daerah untuk segera PTDH dalam waktu 14 hari," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik, Rabu (3/7/2019).
Berdasarkan data Kemendagri, dari jumlah 2.357 PNS/ASN yang harus diberhentikan secara tidak hormat, sebanyak 2.259 ASN berada di lingkup pemerintah daerah.
Mereka bertugas di tingkat pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.
Hingga akhir Juni 2019, masih ada sebanyak 275 ASN yang belum diproses oleh PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) yang tersebar di 11 provinsi, 80 kabupaten dan 12 kota.
"Rinciannya 33 ASN di provinsi, 212 ASN di kabupaten dan 30 ASN di kota," kata Akmal.
Padahal pemecatan terhadap PNS/ASN yang tersandung masalah hukum telah dipertegas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XVI/2018 tanggal 25 April 2019.
Sebanyak 275 PNS/ASN yang wajib dipecat dalam waktu segera, 33 terlibat kasus korupsi di lingkup 11 pemerintah provinsi.
Perinciannya, Provinsi Aceh sebanyak 2 orang, Sumatera Barat terdapat 1 orang, Sumatera Utara 2 orang, Jambi 3 orang, Bengkulu 1 orang, Riau 2 orang, Banten 1 orang, Kalimantan Selatan 2 orang, Kalimantan Timur 5 orang, Papua 10 orang, dan Papua Barat 4 orang.
Terpisah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Syafruddin mengatakan sebanyak 3.240 aparatur sipil negara (ASN/PNS) telah diberhentikan tidak dengan hormat karena terlibat korupsi.
"Ini bagian dari pemberian punishment, 3.240 ASN yang terlibat korupsi sudah diberhentikan tidak dengan hormat," kata Syafruddin saat menjadi pembicara dalam Rakernas Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) di Semarang, Rabu (3/7/2019).
Sementara sisanya, kata dia, masih ada yang dalam proses pemberhentian.
Ia menjelaskan pemberhentian tersebut berdasarkan keputusan bersama antara Menpan RB, Menteri Dalam Negeri dan Badan Kepegawaian Negara.
Syafruddin menyinggung peringkat indeks persepsi korupsi di Jawa Tengah yang disebutnya mengalami kenaikan.
Syafruddin menyebut meski telah terjadi pembersihan terhadap ASN terlibat korupsi, masih ada saja oknum-oknum ASN lain yang tetap melakukan korupsi.
"Ada upaya pencegahan, tapi di sisi lain ada oknum-oknum yang masih melakukannya," kata Syafruddin, mantan Wakil Kapolri.

Pemecatan ASN koruptor sejalan dengan pasal 87 ayat (4) huruf b Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pasal 87 ayat (4) huruf b berisi: PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum.
Aturan itu digugat seorang warga ke Mahkamah Konstitusi, April lalu.
MK menolaknya, seraya menegaskan kembali ASN yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi harus diberhentikan secara tidak hormat.

Putusan Mahkamah Konstitusi
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XVI/2018 tanggal 25 April 2019 mewajibkan PNS/ASN korup harus dibenhentikan dengan tidak hormat.
Putusan MK ini menegaskan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht) melakukan perbuatan yang ada kaitannya dengan jabatan seperti korupsi, suap, dan lain-lain agar segera diberhentikan dengan tidak hormat.
Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi harus diberhentikan secara tidak hormat.
Putusan itu menjawab gugatan Hendrik, seorang PNS/ASN asal Pemerintah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, yang pernah divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi pada 2012.
Hendrik menggugat pasal 87 ayat (4) huruf b Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurut hakim, pemberhentian ini merupakan hal wajar lantaran perbuatan yang dilakukan telah menyalahgunakan bahkan mengkhianati jabatan sebagai ASN.
"Seorang PNS yang melakukan kejahatan atau tindak pidana secara langsung atau tidak.
Telah mengkhianati rakyat karena menghambat tujuan bernegara yang seharusnya menjadi acuan utama bagi seorang PNS sebagai ASN dalam melaksanakan tugas-tugasnya," ujar hakim seperti dikutip dalam laman putusan MK yang diakses, Kamis (25/4/2019).
Aturan ini digugat Hendrik lantaran setelah bertugas kembali sebagai PNS Pemkab Bintan, muncul aturan pada 2018 berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menpan-RB, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
SKB itu menyatakan perintah pemberhentian PNS koruptor paling lambat Desember 2018.
Sebagai penggugat, Hendrik beralasan aturan itu bertentangan dengan jaminan untuk mendapatkan perlindungan yang sama di hadapan hukum.
Penggugat membandingkan dengan caleg eks narapidana kasus korupsi yang masih diperbolehkan mendaftar caleg.
Namun hakim berkukuh pemberhentian PNS koruptor tetap harus dilakukan lantaran yang bersangkutan telah melanggar sumpahnya untuk taat dan setia kepada Pancasila dan UUD 1945.
"Sumpah untuk taat dan setia kepada Pancasila dan UUD 1945 bukan sekadar formalitas tanpa makna melainkan sesuatu yang fundamental," katanya.
• Polda Kaltim Bidik Kasus Korupsi Lagi di Balikpapan, Panggil 2 ASN Untuk Klarifikasi
• BKN Umumkan 41 PNS Diberhentikan, Satu Pelanggaran yakni PNS Wanita Jadi Istri Kedua Tuai Pro Kontra
275 PNS/ASN Koruptor Belum Dipecat
Sebanyak 275 orang pegawai negeri sipil/aparatus sipil negara (PNS/ASN) terlah berkekautan hukum tetap sebagau terpidana kasus Korupsi.
Namun hingga saat ini, mereka belum dipecat dari status.
Berikut ini perinciannya:
33 PNS/ASN Tingkat Provinsi:
Perincian 33 ASN/PNS terlibat kasus korupsi di lingkup pemerintah provinsi:
Pemprov Aceh 2 orang
Sumatera Barat 1 orang
Sumatera Utara 2 orang
Jambi 3 orang
Bengkulu 1 orang
Riau 2 orang
Banten 1 orang
Kalimantan Selatan 2 orang
Kalimantan Timur 5 orang
Papua 10 orang
Papua Barat 4 orang.
212 PNS/ASN Tingkat Kabupaten
Di tingkat kabupaten, terdapat 212 ASN/PNS koruptor yang tersebar di 80 Kabupaten belum dilakukan pemecatan di antaranya:
Ilustrasi PNS sedang melaksanakan apel. (Kompas/Agustinus Handoko)
Aceh: Aceh Tenggara 1 orang, Aceh Utara 3 orang, Simuelue 1 orang, Pidie 1 orang, Bireuen 2 orang, Aceh Barat 2 orang, Aceh Jaya 1 orang, Aceh Singkil 2 orang
Sumatera Barat: Solok Selatan 2 orang,
Sumatera utara: Langkat 1 orang, Pakpak Bharat 1 orang, Dairi 1 orang, Toba Samosir 1 orang, Asahan 12 orang, Deli Serdang 3 orang, Batubara 11 orang, Karo 1 orang, Labuhanbatu 1 orang, Padang Lawas 2 orang, Padang Lawas Utara 1 orang, Samosir 2 orang, Serdang Bedagai 1 orang, Tapanuli Tengah 1 orang, Padang Sidempuan 3 orang
Sumatera Selatan: Ogan Komering Ilir 1 orang
Jambi: Batanghari 1 orang, Tanjung Jabung Barat 1 orang
Lampung: Lampung Utara 1 orang, Mesuji 1 orang
Bengkulu: Kepahiang 1 orang, Bengkulu Utara 1 orang, Bengkulu Tengah 2 orang
Bangka Belitung: Bintan 1 orang, Lingga 3 orang
Sulawesi Tengah: Banggai Kepulauan 4 orang
Sulawesi Selatan: Konawe Selatan 1 orang, Enrekang 2 orang, Jeneponto 1 orang, Bone Bolango 1 orang
Jawa Barat: Sumedang 1 orang, Sukabumi 1 orang.
Banten: Pandeglang 8 orang
Nusa Tenggara Timur: Lembata 1 orang, Sumba Timur 1 orang, Manggarai 1 orang, Timur Tengah Utara 15 orang, Kupang 8 orang, Sumba Barat Daya 2 orang
Nusa Tenggara Barat: Lombok Utara 1 orang, Sumbawa 1 orang
Kalimantan Utara: Tanah Tidung 2 orang
Kalimantan Barat: Kapuas Hulu 1 orang
Kalimantan Sleatan: Banjar 1 orang
Kalimantan Timur: Penajam Paser Utara 1 orang.
Maluku: Seram Bagian Barat 1 orang, Maluku Tengah 2 orang
Maluku Utara: Halmahera Barat 1 orang, Halmahera Tengah 1 orang, Pulau Taliabu 1 orang
Papua: Waropen 10 orang, Biak Numfor 1 orang, Keeroom 9 orang, Mimika 9 orang, Sarmi 5 orang, Kepulauan Yapen 8 orang, Asmat 5 orang, Boven Digoel 1 orang, Jayapura 4 orang, Paniai 1 orang, Pegunungan Bintang 1 orang, Puncak Jaya 3 orang, Dogiyai 2 orang, Mamberamo Tengah 2 orang, Deiyai 1 orang, Nduga 1 orang, Puncak 1 orang
Papua Barat: Maybrat 2 orang, Sorong 4 orang, Sorong Selatan 6 orang, dan Wondoma 3 orang. (M Purnomo Susanto)
Subscribe Official YouTube Channel:
Baca juga:
Tak Ada Akta Nikah, Kepala Kemenag Hakimin Sebut Pernikahan Sedarah tak Resmi dan Penghulunya Ilegal
Pilihan Pertama SBMPTN 2019 Diprioritaskan, Nilai UTBK Tinggi Bisa Kalah dengan yang Lebih Rendah
Dianggap Gagal, Posisi SBY di Kursi Ketum Partai Demokrat Kini Digoyang oleh Sosok Ini
Berikut Tiga Wanita dari Kalangan Milenial yang Berpeluang Jadi Menteri, Satu Sudah Ketemu Jokowi
TERUNGKAP Alasan Tukang Bubur Bunuh Bocah 8 Tahun di Bak Mandi, Pelaku Serahkan Diri karena Dihantui