UPTD Dinas Kehutanan Kalimantan Timur Juga Bangun Posko Siaga Kebakaran Hutan di Berau

Kewenangan pengelolaan hutan di Kabupaten Berau telah dialihkan ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Editor: Samir Paturusi
TribunKaltim.Co/Geafry Necolsen
Kebakaran lahan di Berau, Kalimantan Timur. Sejak awal tahun 2019, tercatat setidaknya 50 hektare lahan habis terbakar. 

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB - Kewenangan pengelolaan hutan di Kabupaten Berau telah dialihkan ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Karena itu, pencegahan dan penanganan kebakaran hutan dan lahan di wilayah ini juga menjadi tanggung jawab Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, yang memiliki UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Berau Barat.

Untuk itu, UPTD KPHP Berau Barat membangun posko darurat kebakaran hutan dan lahan di Kantor Kepala Kampung Labanan Makmur, Rabu (14/8/2019).

Armilan Saidi, Kepala UPTD KPHP Berau Barat mengatakan, pihaknya melibatkan seluruh personel kehutanan untuk siaga menghadapi bencana kebakaran di musim kemarau ini.

“Kami selalu siap menindaklanjuti informasi dari masyarakat yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan di daerah Berau," ujarnya.

Armilan Saidi menambahkan, pihaknya telah membangun dua poski siaga di Kampung Labanam dan Kampung Tepian Buah yang dinilai paling rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan.

UPTD KPHP Dinas Kehutanan Peovinsi Kalimantan Timur, kata Armilan, siap bekerja sama dengan seluruh instansi terkait di Kabupaten Berau, untuk memadamkan kebakaran.

Sementara itu, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau, Widjil Rahadi mengatakan, pihaknya juga menyiapkan 12 unit kendaraan pemasok air, untuk pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang umumnya berada di lokasi yang jauh dari sumber air.

Kendaraan water supply ini diharapkan dapat memberikan penanganan pertama jika terjadi kebakaran hutan dan lahan. Selain akibat kemarau, yang menyebabkan semak belukar dan dedaunan di hutan mengering sehingga mudah terbakar,

kebakaran hutan dan lahan mayoritas disebabkan oleh aksi pembakaran lahan. Sebagian masyarakat Berau memang berprofesi sebagai peladang berpindah.

Selain karena lokasinya yang jauh dari pemukiman dan akses jalan, para peladang ini biasanya tidak memiliki modal besar untuk menyewa peralatan maupun buruh untuk membuka lahan.

Cara paling mudah adalah membakar lahan. Karena itu, BPBD Kabupaten Berau mengimbau masyarakat, untuk meninggalkan kebiasaan membakar lahan.

Lahan yang terbakar bisa merembet jauh ke dalam hutan, sehingga kebakaran semakin sulit dikendalikan.

Pemkab Berau Minta Bantuan Skadron Helikopter

Untuk mengatasi kebakaran hutan lahan yang terjadi di musim kemarau tahun 2019 ini, Pemkab Berau akan menggelar rapat secara khusus, untuk melakukan pencegahan dan penangananya.

Wakil Bupati Berau, Agus Tantomo mengatakan, kebakaran lahan memang harus ditangani secara serius.

Jika tidak, selain api akan semakin meluas, juga akan membahayakan kesehatan masyarakat, termasuk berdampak terhadap perekonomian, apalagi jika kabut asap semakin parah seperti yang terjadi tahun 2015 lalu.

“Saya sudah menyarankan ke Bupati untuk melakukan rapat lengkap, mengundang Jajaran Polres dan Kodim. Saya juga sudah berkoordinasi dengan beberapa kepala kampung yang daerahnya rawan kebakaran hutan dan lahan,” kata Agus Tantomo kepada Tribunkaltim.co.

Agus Tantomo mengatakan, Pemkab Berau memiliki unit pemadam kebakaran yang cukup lengkap. Namun karena kebakaran lahan biasanya terjadi di tempat yang jauh dan tidak ada akses jalan, pemadaman api tidak optimal.

“Ternyata itu tidak efektif. Karena lokasi kebakaran biasanya jauh dari sumber air, kondisi jalan yang tidak bisa ditembus dengan kendaraan darat.

Saya sudah ngobrol dengan Skadron 13, mereka kan punya helikopter. Kami akan minta bantuan kepada mereka, ini juga sudah saya sampai ke pak bupati,” ungkapnya.

Namun menggunakan helikopter untuk memadamkan api, ternyata ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan. “Kendalanya, harus ada alat khusus di helikopter untuk memadamkan api.

Katanya harganya sangat mahal. Tapi menurut saya, membeli alat tambahan ini lebih murah jika dibanding dengan kerugian yang kita alami akibat kebakaran lahan ini,” tegasnya.

Seperti diketahui, kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 lalu, sempat melumpuhkan aktivitas penerbangan.

Akibatnya, jumlah wisatawan yang datang menurun dan memberikan efek domino, hotel dan penginapan sepi pengunjung dan bisa ditebak, berakibat pada roda perekonomian wilayah ini.

Selain alat tambahan yang diperlukan untuk memadamkan api dari helikopter, Agus Tantomo mengatakan, pihaknya juga harus menentukan, material apa yang akan digunakan untuk memadamkan api dari helikopter milik TNI Angkatan Darat ini.

“Tinggal kita tentukan, apakah pemadaman api ini menggunakan air, atau bahan kimia,” tandasnya.

Ibu Hamil Disarankan Pakai Masker

Sementara itu, maraknya kebakaran lahan di sejumlah kecamatan di Kabupaten Berau, berdampak pada kabut asap yang menyelimuti wilayah ini.

Meski tidak sampai menganggu aktivitas penerbangan, karena jarak pandang antara 5 hingga 7 kilometer, namun kabut asap ini mengancam kesehatan masyarakat.

Risiko Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menjadi ancaman serius.

Meski hingga kini penderita ISPA belum terlalu siginifikan, namun Kepala Dinas Kesehatan, Totoh Hermanto, mengingatkan masyarakat agar mewaspadai kabut asap, terutama bagi bayi dibawah usia lima tahun dan ibu hamil.

Totoh Hermanto menjelaskan, dampak buruk bagi kesehatan yang mungkin terjadi pada balita adalah ISPA.

Namun pada ibu hamil, menghirup kabut asap yang mengandung karbon sisa pembakaran, bisa memberikan dampak kesehatan jangka panjang.

“Memang dampak paling umum itu terserang ISPA, tapi dampak kabut asap ini bisa menjadi semakin serius jika terus-terusan dihirup, terutama bagi ibu-ibu yang sedang mengandung. Di dalam asap itu ada beberapa senyawa yang mungkin tidak langsung membahayakan, tapi bisa mengancam kesehatan dalam jangka panjang, termasuk risiko bayi yang dikandungnya,” jelas Totoh.

Saat dalam kandungan, bayi yang belum lahir memiliki organ tubuh yang belum berfungsi secara maksimal.

Meski kabut asap ini tidak separah tahun 2015 lalu, namun Totoh tetap menyarankan masyarakat, terutama ibu hamil untuk mengenakan masker saat berpergian ke luar rumah, atau mengurangi aktivitas di luar rumah, mengonsumsi makanan yang berserat serta vitamin serta air putih yang cukup.

“Ada baiknya apabila mencegah sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Ibu hamil, jangan menyepelekan kabut asap yang menyelimuti kota. Minimal menjaga kesehatan, agar pada saat melahirkan nanti berjalan lancar tanpa ada gangguan kesehatan,” ujarnya.

 PPU Darurat Karhutla, Awal Agustus Sudah Tiga Kejadian, Jika Sengaja Membakar Bisa Terjerat Hukum

 Sudah Sepekan Wilayah Kabupaten Berau Diselimuti Kabut Asap, Titik Terparah di Teluk Bayur

Titik Terparah di Teluk Bayur

Sebagian besar wilayah Kabupaten Berau mulai diselimuti kabut asap dalam beberapa hari terakhir.

Kondisi ini bisa dilihat secara kasat mata.

Langit yang biasanya tampak biru, berubah menjadi abu-abu.

Kepala Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) Berau, Tekad Sumardi, membenarkan, wilayah Berau hingga Senin (12/8/2019) ini diselimuti oleh kabut asap.

“Kabut asap ini sudah terjadi sejak minggu lalu. Jarak pandang menurun karena kabut asap,” kata Tekad Sumardi kepada Tribunkaltim.co.

Sumardi mengungkapkan, saat ini jarak pandang sekitar 5 sampai 7 kilometer.

“Tapi jarak pandang ini belum menganggu aktivitas penerbangan. Dengan catatan, ketebalan kabut asap ini tidak meningkat,” jelasnya.

Meski demikian, Tekad Sumardi, mengatakan kabut asap ini dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat, terutama yang beraktivitas di luar rumah.

“Memang tidak berpengaruh terhadap aktivitas penerbangan. Tapi sangat berpengaruh terhadap isu nasional, termasuk dampak kesehatan kepada masyarakat,” imbuhnya.

Sumardi juga mengungkapkan, kabut asap terparah terjadi di Kecamatan Teluk Bayur yakni di Kampung Labanan dan di Kecamatan Kelay.

“Terparah memang ada di bagian barat Kabupaten Berau,” ungkapnya.

Kabut asap ini juga diperparah oleh asap kiriman dari wilayah selatan.

Karena sepanjang bulan Agustus 2019 ini, kata Sumardi, angin bertiup dari selatan ke utara.

“Ada juga asap kiriman dari daerah selatan, dari Samarinda dan sekitarnya. Angin selatan ini membawa asap ke utara, untuk bagian utara (kabut asapanya) malah sedikit,” paparnya.

Sementara, titik panas yang terpantau oleh satelit BMKG, menurut Sumardi mecapai 40 persen dari luas wilayah Berau.

Titik panas ini selain disebabkan oleh musim kemarau, juga disebabkan banyaknya lahan yang terbakar.

Karena itu, BMKG mengimbau masyarakat dan para pemangku kepentingan, untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan mengatasi kebakaran lahan.

“Karena kabut asap ini mayoritas berasal dari kebakaran lahan,” tandasnya.

Kebakaran lahan di Kampung Labanan Makarti, Kecamatan Teluk Bayur sudah terjadi sejak 10 Agustus 2019 kemarin.

Petugas pemadam kebakaran masih kesulitan mengatasi api yang terus meluas karena tidak ada akses jalan masuk di lokasi kebakaran .

Kontur lokasi yang tidak rata, semak belukar, dan api yang membara membuat mobil pemadam kebakaran sulit mencapai lokasi.

Para petugas harus memadamkan api secara manual dengan mendatangi langsung sumber api. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved