Kerusuhan di Papua, Presiden Jokowi Singgung Soal Emosi, Memaafkan, Hingga Sabar, Ini Unggahannya
Presiden Jokowi angkat suara terkait kerusuhan di Papua yang semula dipicu penangkapan di asrama mahasiswa Papua yang ada di Jawa Timur.
TRIBUNKALTIM.CO - Kerusuhan di Papua, Presiden Jokowi Singgung Soal Emosi, Memaafkan, Hingga Sabar, Ini Unggahannya.
Presiden Jokowi angkat suara terkait kerusuhan di Papua yang semula dipicu penangkapan di asrama mahasiswa Papua yang ada di Jawa Timur.
Melalui aku Instagramnya, Presiden Jokowi coba meredam kerusuhan di Papua, tersebut.
Dilansir dari Tribunnews.com, menanggapi kerusuhan tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada rakyat Papua untuk saling memaafkan.
Presiden Jokowi mengaku jika dirinya mengetahui jika ada ketersinggungan satu sama lain yang melatar belakangi kasus kerusuhan di Papua ini.
Menurut Jokowi, sebagai saudara sebangsa dan setanah air, alangkah baiknya jika saling memaafkan satu sama lain.
Jokowi pun menyatakan bahwa pemerintah akan terus menjaga kehormatan dan kesejahteraan di tanah Papua dan Papua Barat.
• Pasca Kejadian di Surabaya dan Ricuh di Manokwari, Polresta Samarinda Pantau Mahasiswa Papua
• Kerusuhan Papua Terkini, Lapas di Sorong Dibakar Massa, Ada Napi Kabur!
• Wali Kota Risma Sampaikan Permintaan Maaf dan Bantah Pengusiran Mahasiswa Papua di Surabaya
• Persebaya Surabaya Punya Kapten Berdarah Papua, Moncer hingga Jadi Pujaan Bonek Mania
"Teruntuk saudara-saudaraku, Pace, Mace, mamak-mamak di Papua, di Papua Barat.
Saya tahu ada ketersinggungan.
Oleh sebab itu, sebagai saudara sebangsa dan setanah air yang paling baik adalah saling memaafkan.
Emosi itu boleh, tetapi memaafkan itu lebih baik. Sabar itu juga lebih baik.
Dan yakinlah bahwa pemerintah akan terus menjaga kehormatan dan kesejahteraan saudara-saudaraku, Pace, Mace, mamak-mamak yang ada di Papua dan di Papua Barat.
Terima kasih." tulis Jokowi dalam akun Instagram-nya, @jokowi.
• Tanggapan Mahasiswa Papua di Samarinda Atas Kejadian Kerusuhan, Kami Jaga Nama Baik NKRI
• Kemkominfo RI Melakukan Pelambatan Akses Bandwidth di Beberapa Wilayah Papua, Begini Tujuannya
• Pasca Kejadian di Surabaya dan Ricuh di Manokwari, Polresta Samarinda Pantau Mahasiswa Papua
Penjelasan Kepolisian
Kerusuhan di Papua dan Papua Barat pada Senin (19/8/2019), mulai meredam.
Kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat ini bermula ketika aksi massa melakukan demo terkait dugaan persekusi dan rasisme terhadapm mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang.
Kerusuhan yang awalnya di Manokwari, Papua Barat, menjalar hingga Sorong dan mengakibatkan sejumlah bangunan rusak.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan salah satu penyebab unjuk rasa berujung kerusuhan di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8/2019) akibat terprovokasi konten negatif di media sosial.
Dikutip dari Kompas.com, Dedi Prasetyo mengatakan di media sosial banyak beredar konten negatif terkait penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang.

"Mereka boleh dikatakan cukup terprovokasi dengan konten yang disebarkan oleh akun di medsos terkait peristiwa di Surabaya," ujar Dedi Prasetyo saat menggelar konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (19/8/2019).
Konten yang dibangun di media sosial dan tersebar di antara warga Papua, lanjut Dedi Prasetyo, dapat membangun opini bahwa peristiwa penangkapan mahasiswa Papua adalah bentuk diskriminasi.
Bahkan, termuat praktik rasisme di sana.
Padahal, Dedi Prasetyo memastikan penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya itu sudah selesai secara hukum.
Awalnya, polisi menerima laporan mengenai perusakan bendera merah putih di asrama mahasiswa Papua.
Kemudian polisi memeriksa beberapa mahasiswa yang tinggal di asrama.
Karena tidak menemukan unsur pidana, kepolisian pun melepaskan mereka kembali.
Proses itu merupakan proses yang wajar dalam hukum.
"Peristiwa Surabaya sendiri sudah cukup kondusif dan berhasil diredam dengan baik. Tapi karena hal tersebut disebarkan oleh akun yang tidak bertanggungjawab.
Membakar atau mengagitasi mereka dan dianggap narasi tersebut adalah diskriminasi," ujar Dedi Prasetyo.
Kepolisian pun berharap warga Papua, baik yang ada di Pulau Papua maupun di penjuru Indonesia dapat menahan diri serta tidak terprovokasi.
Khususnya oleh pesan berantai di media sosial yang membentuk opini tertentu.
"Jangan terprovokasi oleh ulah oknum-oknum tertentu yang memang ingin membuat keruh keadaan," ujar Dedi Prasetyo.
Tak Berdampak ke Samarinda
Mahasiswa serta masyarakat Papua di Kota Tepian mengaku tidak terpengaruh dengan kejadian di Surabaya dan Malang yang menimpa teman-teman mereka.
Kendati demikian, pihaknya menyayangkan kejadian tersebut dapat terjadi dan menimpa mahasiswa yang tengah menimba ilmu di sana.
"Kami sebagai anak Papua prihatin dan sangat sayangkan kejadian itu," ucap Marcel Koibur (27), salah satu mahasiswa asal Papua di Samarinda, Senin (19/8/2019).
Ditemui di Stadion Segiri, disela laga Liga 1 antara Borneo FC melawan Persipura Jayapura, Senin (19/8) malam ini, dirinya mengaku, pihaknya beserta masyarakat Papua di Samarinda tidak akan melakukan tindakan yang dapat merugikan banyak pihak.
Pihaknya pun akan fokus menyelesaikan perkuliahan, dan tidak ingin terprovokasi dengan kejadian yang berkembang saat ini.
"Di sini tidak seperti yang terjadi di sana, dan kami tidak ingin terprovokasi juga. Kami fokus kuliah saja di sini," ucap mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul), Fakultas Kehutanan angkatan 2013 itu kepada Tribunkaltim.co.
Dia mengaku, kejadian di Surabaya dan Malang tidak sampai terbawa hingga ke Samarinda. Menurutnya sejauh ini Samarinda sangat aman bagi mahasiswa dan masyarakat asal Papua.
"Tidak ada hal-hal yang rasis di sini. Di Samarinda aman," tegasnya.
Terkait dengan isu masyarakat Papua ingin merdeka dan bebas dari Indonesia, dirinya menegaskan hal itu tidaklah benar.
Bahkan, pada 17 Agustus lalu, dirinya dan teman-temanya turut serta dalam menyemarakan hari Kemerdekaan dengan mengikuti sejumlah perlombaan khas 17 an.
"Memang isu tersebut sering berkembang, tapi kami tidak terprovokasi dan kami menjaga nama baik negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ungkapnya.
Di Samarinda, terdapat sedikitnya 50 mahasiswa asal Papua yang berkuliah di Samarinda. "Ditambah dengan warga biasa, ada ratusan. Jadi, kalau Persipura main di sini, bisa nonton langsung ke stadion," ungkapnya.
"Skor akhir 1-2 untuk kemenangan Persipura," ucapnya mengakhiri.
Di tempat terpisah,
Kementerian Kominfo atau Kemkominfo RI telah melakukan throttling atau pelambatan akses atau bandwidth di beberapa wilayah Papua.
Hal ini disampaikan oleh Ferdinandus Setu, Plt. Kepala Biro Humas Kemkominfo RI kepada Tribunkaltim.co melalui sambungan WhatsApp pada Senin (19/8/2019) malam.
Dia menjelaskan, telah terjadi aksi massa pada Senin (19/8/2019), seperti Manokwari, Jayapura dan beberapa tempat lain.
Pelambatan akses dilakukan secara bertahap sejak Senin (19/8/2019) pukul 13.00 WIT.
Sehubungan dengan situasi di wilayah Papua sudah kondusif, maka mulai malam ini sekitar pukul 20.30 WIT.
"Akses telekomunikasi sudah dinormalkan kembali," ujarnya.
"Dapat, Kami sampaikan bahwa tujuan dilakukan throttling adalah untuk mencegah luasnya penyebaran hoaks yang memicu aksi," katanya.
Sejauh ini Kemkominfo sudah mengindentifikasi 2 hoaks yakni hoaks foto Papua tewas dipukul aparat di Surabaya dan hoaks yang menyebutkan bahwa Polres Surabaya menculik 2 orang pengantar makanan untuk mahasiswa Papua.
"Kemkominfo imbau masyarakat untuk tidak sebarkan hoaks, disinformasi, ujaran kebencian berbasis SARA yang dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa kita," katanya. (*)