Ibu Kota baru
Ibu Kota Baru Ternyata Berdampak pada Kasus yang Ditangani Polri, Ini yang Akan Dibawa ke Kaltim
Perpindahan Mabes Polri ke ibu kota baru di wilayah Kalimantan Timur juga ikut berdampak pada kasus-kasus yang ditangani oleh Bareskrim Polri.
Menurutnya, cukup banyak kasus, khususnya terkait lingkungan hidup di Kalimantan, sehingga dapat ditangani dari ibu kota baru.
Selain kasus, Dedi mengatakan, gedung-gedung Mabes Polri yang tidak terpakai nantinya juga dapat dilimpahkan kepada Polda Metro Jaya.
"Gedung-gedung yang ada di Mabes Polri masih menjadi aset Polri. Kita tahu yang ada di PMJ masih kurang, oleh karenanya bangunan di Mabes Polri bisa dimanfaatkan oleh PMJ," tutur dia.
Sementara, sejumlah satuan kerja (satker) yang dipastikan akan pindah adalah unsur Kapolri, Wakapolri, Inspektur Pengawas Umum (Irwasum), staf pendukung seperti SDM, sarana dan prasarana (sarpras), serta asisten operasi (AsOps) Polri.
Untuk unsur pelayanan publik lainnya menyusul pindah.
Pelayanan publik yang dimaksud misalnya terkait penanganan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Berdasarkan data Polri, Polda Metro Jaya yang berkedudukan di Jakarta menangani 22.155 kasus sepanjang tahun 2018.
Jumlah itu menjadi ketiga yang terbanyak dibanding polda lainnya di seluruh Indonesia.
Polda dengan jumlah kasus terbanyak adalah Sumatera Utara dengan total 33.471 kasus.
"Belum kasus-kasus yang ditangani Mabes Polri, masih cukup tinggi. Artinya pelayanan publik di Jakarta ini masih menjadi fokus utama," ujar Dedi.
Maka dari itu, Dedi menegaskan bahwa pemindahan unsur pelayanan publik dilakukan bertahap agar tidak menganggu masyarakat.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan ibu kota baru berada di Provinsi Kalimantan.
Lokasi yang dipilih adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
(*)