Bukan WNI, Wiranto Blak-blakan Beber Sosok Benny Wenda, Singgung Soal Warga Kehormatan Inggris
Menko Polhukam Wiranto memastikan, tokoh separatis Papua Benny Wenda sudah tak lagi berstatus warga negara Indonesia ( WNI).
TRIBUNKALTIM.CO - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto memastikan, tokoh separatis Papua Benny Wenda sudah tak lagi berstatus warga negara Indonesia ( WNI).
Wiranto mengatakan, saat ini Benny Wenda telah mendapatkan izin tinggal permanen dari Pemerintah Inggris.
Namun, kata Wiranto, Benny Wenda bukanlah warga kehormatan Kerajaan Inggris.
"Ternyata setelah kami cek status WNI-nya telah hilang. Sesuai peraturan, (Benny Wenda) sudah menetap lebih dari 5 tahun di daerah lain tanpa melaporkan diri. Sekarang mendapatkan permananent residence dari Pemerintah Inggris dan diangkat menjadi warga kehormatan Kota Oxford," ujar Wiranto di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (5/9/2019).
"Bukan kehormatan Kerajaan Inggris ya," kata dia.
Wiranto juga mengatakan, Benny Wenda telah melakukan sejumlah tindakan politik di luar negeri terkait upaya memerdekakan Papua dari Indonesia.
Pada tahun 2004 misalnya, ia mendirikan Free West Papua Campaign di Oxford, Inggris dan International Parlement for West Papua 2008.
• Hasil Akhir Thailand vs Vietnam, Peluang Indonesia Semakin Berat
• Mobil Esemka Siap Diluncurkan Besok, Berikut Kisaran Harganya
• Contoh Soal CPNS 2019 dan P3K/PPPK Ramai Beredar Jelang Pendaftaran Dibuka, Begini Tanggapan BKN
• Di Depan Anies Baswedan, Hotman Paris Mengaku Takut Ibu Kota Dipindah dari Jakarta
"2011, Interpol mengeluarkan red notice atas laporan dari Polri, tetapi dicabut kembali pada tahun 2012 oleh Interpol atas pertimbangan politis," ucap Wiranto.
Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko menyebut bahwa tokoh separatis Papua, Benny Wenda, mendalangi kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Sementara itu, pihak Kepolisian RI mengaku tidak dapat berbuat banyak terkait proses hukum Benny Wenda.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, kesulitan memproses hukum Benny disebabkan Benny merupakan warga negara Inggris dan tempat kejadian perbuatan pidananya berada di London, Inggris, tempat ia bermukim saat ini.
Siapakah Benny Wenda?
Benny Wenda tokoh separatis Papua Barat dituding sebagai dalang kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat beberapa minggu terakhir. Tudingan tesebut diucapkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Senin (2/9/2019).
Baca juga :
• Benny Wenda Bawa Isu Papua Barat Cari Dukungan AS dan Australia, Tuai Standing Ovationdi di Sydney
• Begini Cara Benny Wenda, Aktor Kerusuhan Papua Kabur dari Hukuman 25 Tahun, Kini Ada di Inggris
"Ya jelas toh. Jelas Benny Wenda itu. Dia mobilisasi diplomatik, mobilisasi informasi yang missed, yang enggak benar. Itu yang dia lakukan di Australia, di Inggris," ujar Moeldoko.
Dilansir dari Kompas.com, Benny Wenda lahir di Papua dan kini tinggal di Oxford, Inggris.
Pria kelahiran 17 Agustus 1974 tersebut menentang Papua Barat bergabung dengan Indonesia dan berusaha mewujudkan Papua Merdeka.
Pada Majalah Tempo, Benny Wenda mengaku telah mengeluarkan surat edaran yang berisi instruksi agar rakyat Papua tak mengikuti upacara kemerdekaan.
Namun terkait aksi demonstrasi yang disertai kerusuhan di Papua dan Papua Barat, Benny Wenda menyatakan bahwa hal itu sebagai spontanitas masyarakat di sana.
Saat ini Benny Wenda menempati posisi sekretaris jenderal (sekjen) Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka (DMMK)
Pada tahun 2002, dilansir dari BBC, Benny Wenda mendapatkan suaka.
Mencari suka ke Inggris
Pada Juni 2002, Benny ditangkap polisi karena diduga telah memimpin sejumlah pertemuan gelap untuk menyerang pos-pos TN Polri.
Benny juga dituding telah menghasut masyarakat Papua.
Penangkapan Benny Wenda tidak diterima oleh masyarakat Jayawijaya.
Mereka menggelar demo di Kantor DPRD Papua meminta agar Benny Wenda dibebaskan.
Dilansir dari Harian Kompas, saat Benny Wenda ditangkap, polisi menyita tiga buah pipa ukuran 10 cm untuk membuat bom rakitan, satu busur dan 11 anak panah bermata kayu, delapan buah panah bermata besi, sejumlah peralatan kantor seperti stempel, bantal stempel, buku dan buletin.
Selain itu, polisi juga menemukan sejumlah dokumen mengenai perjuangan OPM dan Surat Keputusan Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka serta dokumen lainnya.
Baca juga :
• Disebut Dalang Kerusuhan Papua, Ini Sosok Benny Wenda, Pernah Dapat Penghargaan di Oxford
• Kutip Ucapan Presiden ke-5 RI, Ryamizard Ungkap Kenapa TNI-Polri Tak Mungkin Ditarik dari Papua
Benny Wenda memiliki dokomen-dokumen tersebut sebagai bagian dari jaringan kerja sama dengan kelompok OPM Pada 29 Oktober 2002, Benny Wenda dan Lasaeus Welila melarikan diri dari ruang tahanan dengan mencongkel jendela kamar mandi.
Diduga mereka kabur ke Papua Nugini.
Tak lama kemudian, Benny Wenda diketahui meminta suaka pada pemerintah Inggris.
Benny pernah menolak beberapa tawaran dari Pemerintah Indonesia, termasuk tawaran otonomi khusus untuk Papua.
Saudara kandung pimpinan OPM Pegunungan Tengah
Benny Wenda adalah adik kandung Matias Wenda, pimpinan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Pegunungan Tengah.
Dilansir dari Harian Kompas, Benny dan Matias diduga bekerja sama saat penyerangan Polsek Abepura pada 6 Desember 2001 di wilayah perbatasan Jayapura dan Papua Nugini.
Sekitar 500 warga Jayawijaya dikerahkan oleh keduanya ke perbatasan Jayapura dan Papua Nugini, dengan alasan keamanan Jayapura tidak terjamin.
Mereka juga melakukan pembantaian terhadap enam warga pendatang pekerja kayu di perbatasan Indonesia dan Papua Nugini pada Desember 2001.
Penghargaan dari Oxford
Benny Wenda mendapatkan penghargaan Oxford Freedom of the City Award dari Dewan Kota Oxford pada 17 Juli 2019.
Penghargaan tersebut diberikan karena Benny Wenda disebut sebagai pelaku kampanye damai untuk demokrasi.
Pemerintah Indonesia mengecam penghargaan tersebut dan menilai Dewan Kota Oxford tak memahami rekam jejak Benny yang terlibat dalam permasalahan separatisme di Papua.
"Indonesia mengecam keras pemberian award oleh Dewan Kota Oxford kepada seseorang bernama Benny Wenda, pegiat separatisme Papua yang memiliki rekam jejak kriminal di Papua," tulis Kemenlu dalam keterangan tertulisnya.
Penghargaan yang didapatkan Benny Wenda dianggap bertolak belakang dengan yang dilakukannya selama ini, yakni memisahkan Papua Barat dari NKRI.
"Indonesia menghargai sikap tegas Pemerintah Inggris yang konsisten dalam mendukung penuh kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia dan karenanya sikap Dewan Kota Oxford tidak punya makna apa pun," respons Kemenlu.
Bertemu Komisi Tinggi HAM PBB
Pada Jumat 25 Januari 2019, Benny Wenda bertemu Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa difasilitasi oleh Pemerintah Vanuatu.
Pertemuan terjadi di sela kunjungan kehormatan delegasi Vanuatu ke kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia (KTHAM) PBB.
Kehadiran Benny ternyata mengejutkan KTHAM, karena Benny tidak tercatat sebagai delegasi resmi Vanuatu.
Selain itu kedatangan delegasi Vanuatu ke kantor KTHAM untuk membahas pelaksanaan Universal Periodic Review (UPR) HAM Vanuatu.
Terkait pertemuan tersebut, Pemerintah Indonesia melayangkan protes keras.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menilai Vanuatu tidak memiliki iktikad baik terkait penghormatan atas kedaulatan wilayah negara Indonesia dengan memfasilitasi Benny Wenda.
Tolak label separatis
Melalui akun media sosialnya, Benny Wenda menolak label separatis dan penjahat oleh Pemerintah Indoensia.
Ia juga mengklaim telah membentuk United Liberation for West Papua (ULMWP) atau Serikat Pembebasan Papua Barat.
Selain itu dia mengatakan bahwa aksi faksi milter OPM adalah perintah faksi politik yang ia ketuai.
Terkait klaim Benny Wenda, Kodam XVII/Cenderawasih menilai hal tersebut hanya propaganda Benny untuk mencari perhatian dunia internasional.
"Untuk klaim Benny Wenda bahwa dia telah menggabungkan tiga faksi sayap militer dari Organisasi Papua Merdeka (OPM), saya kira itu hanya sifatnya propaganda untuk kepentingan popularitas pribadi Benny Wenda," ujar Wakapendam XVII/Cenderawasih, Letkol Inf Dax Sianturi, di Jayapura, Jumat (5/7/2019).
Dax juga mengatakan Benny mengeluarkan pernyataan tersebut untuk mencari pendanaan di luar negeri.
"Kecenderungannya adalah Benny Wenda memanfaatkan sayap militer untuk kepentingan pribadi, untuk menghimpun dana dari luar negeri untuk kepentingan pribadi. Sementara, faksi militer yang berada di hutan belantara tidak terkoneksi langsung dengan Benny Wenda," tutur dia.
Klaim Benny Wenda juga dibantah oleh Kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
Dilansir dari BBC Indonesia, Juru bicara TPNBP/OPM, Sebby Sambom, mengatakan pernyataan Benny Wenda hanya propaganda dan membantah telah bersekutu dengan ULMWP.
"Itu adalah propaganda murahan oleh Benny Wenda dan Jacob Rumbiak yang mau mencari legitimasi dari TPNPB dan OPM, karena kami tidak mengakui ULMWP," kata Sebby kepada BBC.
Sebby menduga klaim sepihak ULMWP di bawah Benny Wenda, hanya untuk mendapatkan legitimasi untuk berdiplomasi di tingkat internasional. SUMBER: KOMPAS.com
(Ambaranie Nadia Kemala Movanita), BBC, Harian Kompas(*)