Mahasiswa Unjuk Rasa Tolak RKUHP di DPRD Balikpapan, Abdulloh: Kalau Nasional Itu Domainnya Pusat

Para mahasiswa demonstrasi ke DPRD Balikpapan. "Setelah kami kaji, UU RKUHP ini sangat bertentangan dan dapat membunuh demokrasi."

Penulis: Aris Joni | Editor: Budi Susilo
Tribunkaltim.co/fachmi rachman
Ketua DPRD Kota Balikpapan Abdulloh menyampaikan kepada para mahasiswa akan meneruskan tuntutan yang diminta mahasiswa tersebuut ke DPR RI terkait penolakan revisi UU KPK dan Undang-undang Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP pada Senin (23/9/2019) pagi di gedung DPRD Balikpapan. 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Kali ini demonstrasi sejumlah mahasiswa Balikpapan yang tergabung dalam Aliansi Penyelamat Demokrasi di Kantor DPRD Balikpapan akhirnya ditemui langsung Ketua DPRD Balikpapan Abdulloh didampingi Kapolres Balikpapan AKBP Wiwin Fitra dan sejumlah anggota DPRD Balikpapan lainnya.

Dalam aksi tersebut, Ketua DPRD Kota Balikpapan Abdulloh menyampaikan kepada para mahasiswa akan meneruskan tuntutan yang diminta mahasiswa tersebuut ke DPR RI terkait penolakan revisi UU KPK dan Undang-undang Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP.

"Tuntutan rekan-rekan akan kita teruskan ke pusat. Kami di DPRD Balikpapan dan Provinsi memang punya tugas membuat undang-undang, tapi hanya sebatas undang-undang daerah. Tapi kalau nasional itu domainnya pusat," jelasnya, Senin (23/9/2019) pagi di pelataran Gedung DPRD Balikpapan, Jl Jenderal Sudirman Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. 

Sementara itu, koordinator Aksi dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Balikpapan, Indra Hermawan mengatakan, gerakan tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap pengesahan UU KPK dan RKUHP serta meminta UU yang telah di sahkan tersebut dicabut.

"Setelah kami kaji, UU RKUHP ini sangat bertentangan dan dapat membunuh demokrasi," ujarnya.

Ia menjelaskan, terdapat sekitar 20 pasal di UU RKUHP yang dianggap tidak sesuai dan mengekang hak privasi atau individu masyarakat, kemudian adapula pasal yang dinilai antri kritik yakni terkait penghunaan terhadap presiden atau pemerintah yang mana penghinaan ynag dimaksud masih belum jelas dan spesifik.

"Oleh karena itu terdapat banyak kerancuan dalam UU tersebut. Akan sangat vatal jika sampai di sahkan," tegasnya.

Pagi ini Jalan Jenderal Sudirman, gedung DPRD Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur rampai dipadati orang. 

Pengamatan Tribunkaltim.co, sekitar pukul 09.00 Wita, mereka ini adalah para mahasiswa yang berunjuk rasa terkait isu sosial hukum. 

Ini terpantau dalam video Live Streaming Facebook Tribunkaltim.co.

Mereka adalah para mahasiswa asal Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, berdemonstrasi ke kantor DPRD Balikpapan.

Isu unjuk rasa yang mereka sampaikan ke DPRD Balikpapan ialah tolak revisi UU KPK dan Rancangan KUPHP, Senin (23/9/2019).

Di lokasi unjuk rasa, pelataran gedung DPRD Balikpapan nampak ramai juga dijaga oleh aparat Kepolisian, polwan bertubuh tambun. 

Di antara para mahasiswa yang berunjuk rasa, ada yang membawa spanduk yang bertuliskan sebelumnya KPK adalah Komisi Pemberantasan Korupsi dan setelah itu KPK sekarang dianggap menjadi Komisi Penyelamat Koruptor. 

Sejauh ini, aksi unjuk rasa yang dilakukan para mahasiswa di gedung DPRD Balikpapan berlangsung tertib, aman terkendali. 

Sebelumnya juga ramai mengenai revisi UU KPK ini. 

Pernyataan Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 atau Untag Samarinda, Kalimantan Timur, mendukung revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau revisi UU KPK memicu aktivis mahasiswa menggelar aksi.

Nah, di Kota Samarinda ada aksi gabungan mahasiswa di depan Kampus Untag sekaligus membuat petisi penolakan Undang Undang KPK

Pengamatan Tribunkaltim.co, puluhan mahasiswa yang tergabung  dalam Aliansi Mahasiswa Kampus Perjuangan (AMKP) Untag 1945 Samarinda, membentangkan spanduk petisi dukung penolakan revisi UU KPK di Jalan Juanda, Samarinda, Jumat (20/9/2019).

Koordinator Lapangan AMKP Claudius Vico Harijono mengatakan, aksi yang digelar kali ini, merupakan bentuk kecaman serta penolakan revii UU KPK yang sudah ditetapkan beberapa waktu lalu. 

Menurutnya, pengesahan tersebut bukan suatu solusi yang baik terhadap penegakan hukum, khususnya untuk pelaku- pelaku koruptor di Negara Indonesia.

Ia menyebutkan, berdasarkan Pasal 45 ayat (1) Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang undangan mengatur bahwa penyusunan RUU dilakukan berdasarkan Prolegnas.

"Pengesahan itu melanggar hukum karena tidak termasuk dalam RUU prioritas dalam Program Legislasi Nasional 2019, yang sudah disepakati bersama antara DPR dan Pemerintah," Sebut Claudius, disela-sela aksi di Jalan Juanda, Samarinda, Jumat (20/9/2019).

Disinggung adanya sikap dosen kampus Untag yang mendukung UU Revisi KPK tersebut, Claudius menyatakan, bila ada dosen yang Pro atas UU Revisi KPK tersebut, sama saja mendukung pelaku korupsi (koruptor).

"bahkan menurut kami, dosen Untag dan dosen kampus lain yang mendukung pengesahan UU KPK ini, kami katakan mereka pendukung cikal bakal koruptor untuk bisa bebas," tutupnya.

Dosen Fakultas Hukum Untag Samarinda, Roy Hendrayanto tidak masalah jika dituding sebagai pendukung koruptor kerana pro revisi UU KPK.

"Nggak masalah. Saya ini juga laywer (pengacara/penasihat hukum). Kalau membela klien yang berperkara kasus korupsi, saya selalu mengedepankan pro yustisia artinya azas praduga tidak beesalah. Sebelum ada putusan inkracht di pengadilan," jawab Roy menanggapi tudingan mahasiswa, Jumat (20/9/2019) malam.

Roy menjelaskan, bahwa apa yang disampaikan mahasiswa terkait usulan revisi UU KPK dinilai melanggar hukum, tidak tepat. 

Menurut dia, revisi UU KPK tidak harus disampaikan melalui prolegnas. Karena hanya merevisi tiga pasal. "Mereka tahu tidak DIM (Daftar Inventaris Masalah) dari legislatif itu banyak, tetapi dari pemerintah hanya tiga pasal yang disetujui," ungkapnya.

Ia menambahkan, soal dewan pengawas menurut dia justru memperkuat posisi KPK. "Kalau itu dianggap melemahkan, pasal mana yang melemahkan KPK. Mereka inikan tidak bisa menunjukkan pasal mana yang melemahkan," kritik Roy.

Dengan adanya revisi UU KPK yang sudah disahkan justru memperkuat dan menjaga norma hukum di Indonesia. "Dari tiga pasal itu, ada yang tujuannya menerapkan hak azasi manusia. Jadi kalau dianggap melemahkan, sebutkan pasal mana?" tegasnya.

Sebelumnya, lewat Surat Presiden (Surpres) yang ditandatangani oleh Presiden pada 11 september, dan disusul pengesahan revisi UU KPK oleh DPRD RI pada 17 September.

Dalam hal ini, mahasiswa Untag yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kampus Perjuangan dengan ini menolak pengesahan UU KPK yang telah disahkan. Diantaranya: 

1. Meminta MK mengabulkan judicial review terkait UU KPK yang dirancang sembarangan

2. Meminta DPRD provinsi Kalimantan Timur menolak UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK secara lisan maupun tertulis (MOU)

3. Meminta presiden menerbitkan Perppu terkait UU yang melemahkan KPK dan telah di sahkan

4. Meminta ketua DPRD dan jajaran provinsi Kaltim untuk bersikap dan bertindak terkait UU yang melemahkan KPK

5. Menuntut presiden dan DPR RI untuk segera mencabut UU KPK yang pro koruptor serta melemahkan

 Gerak Cepat Obib Nahrawi, Istri Menpora Imam Nahrawi Saat Suaminya Jadi Tersangka KPK

 Keluarga Imam Nahrawi Sangat Terpukul Setelah Penetapan Tersangka oleh KPK, Ini Risiko Jabatan

"Kami akan terus lakukan Aksi sikap penolakan ini. Menurut kami UU KPK itu disahkan sama saja mendukung hidupnya koruptor di negara," katanya..

Kemudian saat disinggung terkait adanya salah satu Dosen di Kampus Untag yang mendukung UU Revisi KPK tersebut, Claudius menyatakan bila ada dosen yang Pro atas UU Revisi KPK tersebut, sama saja dirinya juga mendukung pelaku korupsi.

"Bahkan menurut kami, dosen Untag dan dosen kampus lain yang mendukung pengesahan UU KPK ini kami katakan mereka pendukung cikal bakal pelaku Koruptor untuk bisa bebas," tutupnya.

(Tribunkaltim.co/Aris Joni)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved