Mahasiswa Pertanyakan Penangkapan Ananda Badudu, Keperluannya untuk Konsumsi Bukan Bayar Massa

Ghozi menambahkan, mahasiswa menggunakan dana yang dihimpun tersebut untuk keperluan konsumsi. Ananda sebelumnya dikabarkan ditangkap aparat Polda.

Editor: Budi Susilo
Instagram/anandabadudu/kitabisa.com
Ananda Badudu (kanan) galang dana di kitabisa 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Presiden BEM Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI 2018-2019 Ghozi Basyir mempertanyakan penangkapan musisi sekaligus aktivis Ananda Badudu.

Diketahui, polisi menangkap Ananda Badudu dan memeriksanya sebagai saksi terkait uang yang dihimpunnya melalui media sosialnya dan disalurkan untuk demonstrasi mahasiswa penentang RKUHP dan UU KPK hasil revisi di depan Gedung DPR RI MPR, Selasa (24/9/2019) dan Rabu (25/9/2019).

Menurut Ghozi yang juga tergabung dalam Aliansi BEM seluruh Indonesia, niat Anada menghimpun dana tersebut baik.

Ia menilai tidak semestinya polisi menangkap Ananda.

"Kenapa begitu? Ini kan niatnya baik.

Dan membantu mahasiswa. Nah, mahasiswa ini kan yang turun aksi kan dari daerah. Dari berbagai daerah," ujar Ghozi melalui sambungan telepon, Jumat (26/9/2019).

Ghozi menambahkan, mahasiswa menggunakan dana yang dihimpun tersebut untuk keperluan konsumsi.

Ia membantah bila mahasiswa memakai dana tersebut untuk tindakan anarkistis seperti membayar massa.

"Makanya kalau emang jelas penyakurannya, apalagi untuk keperluannya untuk konsumsi, buat makan, itu kan jelas. Bukan untuk membayar massa bayaran," lanjut dia.

Ananda sebelumnya dikabarkan ditangkap aparat Polda Metro Jaya, Jumat (27/9/2019) pagi.

Hal tersebut dibenarkan Wakil Koordinator Kontras Feri Kusuma, kolega yang melakukan pendampingan terhadap Ananda ketika penangkapan.

"Iya (Ananda Badudu ditangkap), ini lagi (di) Resmob," kata Feri ketika dihubungi Kompas.com, Jumat pagi.

Feri mengatakan, penangkapan Ananda terkait uang yang dihimpun Ananda melalui media sosialnya dan disalurkan untuk demonstrasi mahasiswa penentang RKUHP dan UU KPK hasil revisi di depan Gedung DPR/MPR, Selasa (24/9/2019) dan Rabu (25/9/2019).

Ananda diketahui menginisasi penggalangan dana publik untuk mendukung gerakan mahasiswa melalui situs crowdfunding, kitabisa.com.

Sutradara, aktivis, dan jurnalis, Dandhy Laksono ditangkap polisi di rumahnya pada Kamis (26/9/2019) malam.

Menurut kuasa hukum Dandhy, Alghifari Aqsa, Dandhy Laksono ditangkap polisi dengan tuduhan menebarkan kebencian berdasarkan SARA.

"Dianggap menebarkan kebencian berdasarkan SARA melalui media elektronik, terkait kasus Papua," ujar Alghifari, yang dihubungi Kompas.com pada Jumat (27/9/2019) dinihari.

 FARHAT ABBAS Siap Laporkan Hotman Paris Atas Dugaan Tindak Ujaran Kebencian, Sedang Kumpulkan Bukti

 Dosen UNJ Sahabat Rocky Gerung Ditangkap Polisi, Diduga Langgar UU ITE di Aksi Kamisan

 Mahfud MD Sebut UU ITE Diundangkan di Era Pemerintahan SBY: Kalau Sudah Tak Perlu, Bisa Dicabut

 Soroti Kasus Ahmad Dhani dan Dirinya, Rocky Gerung: Sekali Salah Bicara, UU ITE Bekerja

Secara spesifik, Dandhy dituding melanggar Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Namun, hingga saat ini belum diketahui terkait unggahan apa yang ditulis Dandhy di media sosial.

Dandhy saat ini berada di Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.

Sejumlah aktivis dan pegiat hak asasi manusia saat ini mendampingi Dandhy di sana.

Dandhy Dwi Laksono dikenal publik sebagai pendiri WatchDoc, rumah produksi yang menghasilkan film-film dokumenter dan jurnalistik.

Sebagai sutradara, dia pernah membesut sejumlah film dokumenter yang dianggap kontroversial seperti "Sexy Killers" dan "Rayuan Pulau Palsu".

Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini juga dikenal sebagai aktivis yang kerap mengkritik pemerintah, termasuk Presiden Joko Widodo.

Alghifari yang juga Direktur Eksekutif LBH Jakarta mengecam penangkapan Dandhy, apalagi dilakukan malam hari.

Penangkapan ini dianggap berlebihan, karena semestinya Dandhy dipanggil terlebih dulu sebagai saksi.

"Ini tindakan berlebihan. Kalau mau diambil keterangan, panggil saja sebagai saksi, kan bisa siang," ujarnya.

Kronologi penangkapan

Sutradara dan jurnalis Dandhy Dwi Laksono ditangkap polisi pada Kamis (26/9/2019) malam.

Istri Dandhy, Irna Gustiawati mengatakan, suaminya ditangkap di kediaman mereka.

Menurut Irna, penangkapan Dandhy Dwi Laksono disebabkan unggahan sutradara yang menggarap "Sexy Killers" itu di media sosial.

"(Polisi) membawa surat penangkapan karena alasan posting di media sosial Twitter mengenai Papua," kata Irna yang dihubungi Kompas.com pada Kamis malam.

Kronologi penangkapan, menurut dia, bermula saat Dandhy baru tiba di rumah sekitar pukul 22.30 WIB.

Sekitar 15 menit kemudian, terdengar pintu rumah digedor.

"Pukul 22.45 ada tamu menggedor pagar rumah lalu dibuka oleh Dandhy," ujar Irna.

Rombongan yang dipimpin seorang bernama Fathur itu kemudian mengaku akan menangkap Dandhy karena unggahan mengenai Papua.

Sekitar pukul 23.05, tim yang terdiri dari empat orang membawa Dandhy ke Polda Metro Jaya dengan mobil Fortuner bernomor polisi D 216 CC.

"Petugas yang datang sebanyak empat orang. Penangkapan disaksikan oleh dua satpam RT," ujar Irna.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mahasiswa Pertanyakan Penangkapan Ananda Badudu."

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved