VIRAL di WhatsApp Harga Barang-barang Ini Naik Tahun 2020, Sejumlah Perusahaan Buka Suara
Viral di WhatsApp harga barang-barang ini naik tahun 2020, sejumlah perusahaan pun buka suara.
38. Class Mild Rp.42.500
39. Star Mild Rp.40.800
40. Star Mild Menthol Rp.42.500
41. Dji Sam Soe Magnum Filter Rp.45.500
42. Dji Sam Soe Magnum Blue Rp.45.200.
Melalui keterangan tertulis, PT HM Sampoerna menyatakan informasi ini tidak benar.
Sebelumnya, bantahan yang sama juga disampaikan PT Djarum.
Tanggapan PT HM Sampoerna
Direksi PT HM Sampoerna Tbk Troy Modlin menegaskan, informasi harga rokok yang viral tersebut tidak benar.
"Daftar harga rokok yang beredar melalui pesan singkat terkait produk-produk kami adalah informasi tidak benar yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Troy melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (4/10/2019).
Ia menyebutkan, meskipun sudah disepakati mengenai kenaikan cukai, pihaknya belum menentukan harga jual eceran rokok pada 2020.
"Kami masih menunggu rincian kebijakan cukai secara resmi dikeluarkan. Saat ini, kami sedang berupaya menentukan bagaimana mengelola dampak dari kenaikan tersebut pada tahun depan," ujar Troy.
Menurut Troy, kebijakan mengenai cukai ini lebih baik jika menetapkan golongan cukai perusahaan berdasarkan jumlah total volume rokok buatan mesin yang dilakukan.
"Hal ini akan membuat perusahaan-perusahaan besar membayar besaran tarif cukai yang semestinya, yaitu di tarif cukai tinggi untuk rokok buatan mesin," kata dia.
Ia berharap, pemerintah dapat mendukung komunitas Sigaret Kretek Tangan (SKT) dengan cara meminimalisasi kenaikan cukai SKT dan tetap mempertahankan struktur cukai segmen SKT saat ini.
"Dengan menerapkan kedua rekomendasi di atas, pemerintah dapat membantu industri untuk meringankan dampak kenaikan cukai tahun 2020 khususnya segmen SKT dan mendukung mata pencaharian pihak-pihak yang terlibat dalam industri tembakau," kata Troy.
Tanggapan PT Djarum
Senior Manager Corporate Communications PT Djarum, Budi Darmawan mengatakan, informasi yang ada dalam pesan berantai tersebut tidak benar alias hoaks.
"Info yang viral tersebut tidak benar," kata Budi saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (4/10/2019).
Budi menegaskan, saat ini harga rokok yang di pasaran masih sama dengan harga pasar.
Ia menyebutkan, belum ada kenaikan harga.
Meski demikian, lanjut Budi, jika memang ada kenaikan cukai, maka harga rokok juga akan naik.
"Tahun ini harga masih sama, tahun depan karena cukai naik, pasti akan berubah," ujar Budi.
Sebelumnya, seperti diberitakan Kompas.com, 14 September 2019, pemerintah telah memutuskan menaikkan tarif cukai rokok.
Kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen dan berlaku mulai 1 Januari 2020.
Keputusan ini diambil dalam rapat yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada 13 September 2019.
Ada tiga alasan yang mendasari keputusan pemerintah menaikkan cukai rokok.
Pertama, tak ada kenaikan sejak tahun lalu.
Kedua, ada alasan objektif menaikkan cukai yaitu menurunkan konsumsi karena alasan kesehatan.
Ketiga, terkait urusan penerimaan negara.
Pemerintah yakin, kenaikan cukai akan mendongkrak penerimaan negara dan bisa digunakan untuk pembiayaan anggaran di APBN 2020.
Kritik kebijakan diskon rokok
Pada Agustus lalu, digelar diskusi media yang mengangkat tema "Ironi Diskon Rokok di Tengah Visi Jokowi Membangun Manusia Indonesia".
Pada diskusi tersebut Ketua Indonesia Lawyer Association on Tobacco Control (ILATC) Muhammad Joni menilai pemerintah terkesan hanya memikirkan soal penerimaan negara yang sebesar-besarnya dari industri hasil tembakau tanpa memikirkan kelangsungan masa depan penerus bangsa.
"Kebijakan diskon rokok ini menjadi bagian sistematis untuk merusak mental masa depan generasi selanjutnya. Harus diambil langkah-langkah hukum untuk merevisi kebijakan diskon rokok yang pada dasarnya justru mendorong lebih banyak orang yang merokok. Jadi revisi aturannya dan tegakkan larangan promosi rokok," kata Joni (20/8/2019) di Jakarta.
Joni menengarai adanya benturan kebijakan yang menandakan pemerintah belum bersungguh-sungguh dalam mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul.
Untuk itu, perlu ada revisi kebijakan mengenai diskon rokok karena bertentangan PP No. 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Ketentuan diskon rokok tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Peraturan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Saat PMK Nomor 146/2017 direvisi menjadi PMK 156/2018, ketentuan mengenai diskon rokok tidak diubah.
Dalam aturan tersebut, harga transaksi pasar (HTP) yang merupakan harga jual akhir rokok ke konsumen boleh 85 persen dari harga jual eceran (HJE) atau banderol yang tercantum dalam pita cukai.
Artinya, konsumen mendapatkan keringanan harga sampai 15 persen dari tarif yang tertera dalam banderol.
Bahkan, produsen dapat menjual di bawah 85 persen dari banderol asalkan dilakukan tidak lebih dari 40 kota yang disurvei Kantor Bea Cukai.
Pegiat Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Tubagus Haryo Karbyanto menilai, pemerintah gagal menekan prevalensi perokok, terutama pada anak-anak.
"Kalau SDM mau maju, seluruh kementerian terkait seharusnya turut mendukung kebijakan ini," tuturnya.
Sementara, peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan mengatakan kebijakan diskon rokok ini telah mengurangi efektivitas upaya pengendalian konsumsi rokok dalam rangka menciptakan masyarakat yang sehat.
Terutama anak-anak yang dikategorikan sebagai kelompok yang harusnya dilindungi dari dampak rokok tersebut.
"Kami mengapresiasi rencana Presiden Joko Widodo dengan visinya yang ingin meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Tapi kebijakan diskon rokok ini justru akan menciptakan petaka demografi, bukan sebaliknya memberikan bonus demografi pada 2030-2040," katanya.
• Pemerintah Naikkan Cukai Tembakau, Harga Rokok Ikut Melambung
• Perokok di Daerah Ini Akan Dikeluarkan dari Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Alasannya
• Bukan Hanya Serang Perokok, Kenali Lebih Jauh Kanker Paru yang Diderita Sutopo dan Pencegahannya
• SEJARAH HARI INI: 31 Mei Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Matikan Rokokmu Sekarang!
Menurut dia, aturan pemerintah yang benar itu tidak berusaha mengakomodir kepentingan banyak pihak, melainkan fokus pada pengendalian konsumsi rokok.
Abdillah menilai pemerintah hanya memikirkan kenaikan penerimaan cukai negara, tanpa mau menaikkan harga rokok yang notabene merupakan salah satu instrumen untuk mengendalikan prevalensi perokok.
Oleh karenanya, pemerintah seharusnya tidak membiarkan industri ini mensubsidi konsumennya dengan memberikan diskon rokok, tapi menegakkan kebijakan bahwa konsumen membayar sesuai dengan harga yang tercantum pada pita cukai rokok.
"Kebijakan cukai yang efektif adalah yang mampu meningkatkan harga. Kalau ada harga beli yang di bawah banderol, hal itu akan melemahkan kebijakan, sehingga (aturan) tidak bisa berjalan baik. Harga beli konsumen seharusnya sesuai dengan harga cukai yang tertera di bungkus rokok," imbuhnya. (*)