Pasca Penyekapan Terhadap Dirinya, Ninoy Karundeng Evakuasi Anak dan Istri

Pegiat media sosial sekaligus relawan pendukung Joko Widodo, Ninoy Karundeng, khawatir dengan keselamatannya dan keluarga

Penulis: Januar Alamijaya | Editor: Doan Pardede
Tribunnews.com/Fahdi Pahlevi
Ninoy Karundeng 

TRIBUNKALTIM.CO - Pegiat media sosial sekaligus relawan pendukung Joko Widodo, Ninoy Karundeng, khawatir dengan keselamatannya dan keluarga setelah penculikan dan penganiayaan disertai ancaman pembunuhan menimpanya di masjid di bilangan Pejompongan, Jakarta Pusat, saat unjuk rasa 30 September 2019.

Apalagi, saat penyekapan itu ia sempat ditanya alamat hingga data diri dan keluarganya.

Untuk antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, Ninoy mengaku telah mengevakuasi istri dan anaknya pergi dari rumah tempat tinggalnya.

Saat Disekap Ninoy Karundeng Mengaku Dapat Ancaman Kepalanya akan Dibelah

Polisi Sebut Pelaku Penganiayaan Ninoy Karundeng Melaporkan Semuanya ke Munarman

Polisi Periksa Sekjen PA 212 Terkait Penganiayaan Ninoy Karundeng, Diduga ikut Lakukan Intimidasi

2 Mahasiswa Tewas, Tim Investigasi Ungkap Hal Mengejutkan, Ada 6 Polisi Bawa Senpi saat Unjuk Rasa

"Rumah saya juga, banyak beberapa orang asing yang ke situ pada hari kedua, jadi hari ini saya sudah tidak berada di rumah lagi, tidak mungkin tinggal di rumah bersama anak dan istri saya," ungkap Ninoy.

Bahkan, sejumlah orang asing sempat menyambangi kediamannya setelah kejadian penganiayaan dirinya. Dirinya mengaku ketakutan dan merasa terancam akibat hal tersebut.

Apalagi, saat penyekapan dan penganiayaan terjadi, para pelaku juga memeriksa dan menyalin data dari telepon genggam dan laptop miliknya.

Selain itu, massa juga sempat membuka beberapa akun media sosialnya, termasuk tim medis yang berada di masjid tersebut.

"Saya sekarang setiap keluar kemana-mana takut karena ada seorang yang menanyakan tentang nama istri dan anak saya," ujar Ninoy.

Sempat Memohon Jangan Dibunuh

Ninoy Karundeng, pegiat media sosial sekaligus relawan pendukung Joko Widodo, dengan wajah masih lebam menceritakan penculikan disertai penganiayaan yang dialaminya saat unjuk rasa 30 September lalu, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (7/10/2019).

Ninoy mengaku ada seorang yang di antara pelaku penganiayaan dengan panggilan 'habib' memukul berkali-kali hingga mengancam akan membunuhnya. Ia sempat memohon agar hal itu tidak dilakukan karena ia masih mempunyai tanggung anak dan istri.

"Saya bermohon untuk tetap hidup karena saya punya anak, istri, dan seterusnya. Tapi, tetap saja saya tidak diperbolehkan pulang, tetap harus ada disitu," ujar Ninoy.

Ninoy menceritakan, kejadian bermula saat dirinya mengambil foto dengan telepon genggam terhadap para pengunjuk rasa yang terkena gas air mata dari tembakan petugas kepolisian di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, pada Senin malam, 30 September 2019.

Tiba-tiba, sejumlah orang datang menghampiri dan memeriksa isi telepon genggam dan kartu identitasnya.

Ia langsung dipukuli oleh para pelaku begitu mengetahui dirinya adalah relawan pendukung Jokowi. Lantas, ia diseret para pelaku ke dalam Masjid Al-Fatah di Pejompongan.

Selain kartu identias, barang-barang di dalam tasnya juga diperiksa oleh para pelaku. Data dalam laptop-nya juga diperiksa. Ada juga telepon genggamnya juga raib.

"Saya langsung diinterogasi, HP saya langsung direset dua-duanya," kata Ninoy.

Ninoy mengakui saat itu masjid tersebut juga digunakan untuk mengobati para pengunjuk rasa yang terluka.
Selanjutnya, ia diinterogasi sembari dipukuli oleh banyak orang.

Ia mengaku tidak bisa mengenali dan menghitung jumlah orang yang memukulinya lantaran dirinya terus dipukuli.

Menurut Ninoy, selain pria, ada di antara pelaku pemukulan adalah seorang wanita. Dirinya bahkan diinterogasi hingga menjelang malam.

"Saya tidak tahu itu siapa karena saya enggak lihat karena saya dalam posisi tertindih dan ditarik. Itu puluhan orang, karena begitu ada orang datang langsung interogasi saya, pukul, interogasi saya lalu pukul," ungkap Ninoy.

Selain penganiayaan dan intimidasi, Ninoy juga mengaku ada seorang dengan panggilan 'habib' menyerukan agar dirinya dibunuh.

Habib itu menyampaikanb bahwa dirinya harus dieksekusi sebelum waktu Subuh dan jenazahnya akan dibuang ke tengah pengunjuk rasa yang tengah rusuh.

Ia memohon untuk dipulangkan dan tidak dibunuh karena masih mempunyai tanggungan anak dan istri di rumah.

Namun, permintaannya untuk dibebaskan tak digubris hingga penyekapan disertai penganiayaan tersebut berlangsung hingga waktu subuh.

Menurutnya, tim medis dari sebuah ambulans yang juga ada di masjid itu turut menginterogasi dan membuka akun media sosialnya. Ninoy mengenali ciri-cirinya.

"Saya mengenali dia pakai baju putih merah. Yang perempuan itu ada pakai huruf 'C' begitu, merah itu apa itu. Bulan sabit merah mungkin," ujarnya.

Para pelaku baru bersedia membebaskannya karena hari sudah siang. Namun, saat hendak pulang, ia mendapati sepeda motornya dihancurkan dan kuncunya dibuang oleh para pelaku. Akhirnya, Ninoy dipesankan mobil pick-up lewat aplikasi online untuk membawa sepeda motornya.

Sebelum Ninoy membuat laporan ke Mapolda Metro jaya, beredar video diduga diculiknya Ninoy Karundeng berdurasi 2 menit 42 detik di media sosial. Ninoy dalam video tersebut tampak menjawab pertanyaan yang diajukan seorang pria. Intergrasi pria tersebut disertai ancaman penganiayaan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menyampaikan tim dari Ditreskrimum telah menetapkan tersangka dan menangkap 11 orang yang diduga terlibat penculikan dan penganiayaan terhadap Ninoy Karundeng.

Kasus ini diproses kepolisian setelah menerima laporan dari korban pada Rabu, 2 Oktober 2019.
Argo membenarkan di antara tersangka adalah IA yang diduga selain melakukan pemukulan juga menyerukan pembunuhan terhadap Ninoy.

"IA ya. Dia ini ikut menganiaya dan kemudian mengusulkan untuk dilakukan pembunuhan dengan kapak," kata Argo.

Polisi Sebut Munarman

Argo mengatakan, 11 tersangka adalah AA, ARS, YY, RF, Baros, S, TR, SU, ABK, IA, dan R.

Tiga tersangka pertama yakni AA, ARS, dan YY berperan membuat konten berisi ujaran kebencian dan video penganiayaan Ninoy.

"Lalu tersangka RF dan Baros ya. Mereka (berperan) meng-copy (menyalin), mencuri atau mengambil data dari laptop milik korban (Ninoy). Mereka juga mengintervensi korban untuk menghapus semua data-data yang ada di handphone," ujarnya.

Tersangka lain adalah S yang menjabat sebagai Sekretaris Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) atau pengurus Masjid Al Falah, Pejompongan, Jakarta Pusat. S berperan menyalin data dari laptop milik Ninoy dan menyerahkannya kepada tokoh ormas Front Pembela Islam (FPI), Munarman.

"Dia (tersangka S) melaporkan semuanya kepada Bapak Munarwan. Selanjutnya, dia juga dapat perintah untuk menghapus (rekaman) CCTV dan tidak menyerahkan semua data kepada pihak kepolisian," ujar Argo.

Tersangka selanjutnya adalah tersangka TR yang berperan memeriksa sekaligus menyalin data dalam telepon genggam milik Ninoy.

Tersangka SU adalah orang yang mendapat perintah dari tersangka S untuk memperbanyak salinan data hasil curian dari laptop milik korban.

Sementara itu, tersangka ABK berperan merekam dan menyebarkan video penganiayaan terhadap Ninoy. Dia juga mendukung rencana pembunuhan terhadap Ninoy.

"Ada juga tersangka IA ya yang ikut menganiaya dan kemudian mengusulkan untuk dilakukan pembunuhan dengan kapak. Kemudian yang berikutnya tersangka R ini anggota DKM, dia ikut menganiaya korban dan juga ikut mengintimidasi korban," pungkas Argo.

Argo menyebut, sepuluh tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Mapolda Metro Jaya. Sementara, seorang tersangka lainnya, yakni tersangka TR, ditangguhkan penahanannya dengan tengah sakit.

Saat dikonfirmasi melalui telepon, Munarman yang juga Sekretaris Umum FPI, membantah dirinya mengetahui penganiayaan terhadap pegiat media sosial, Ninoy Karundeng.

Dirinya mengaku tidak mendapatkan laporan dari sekretaris Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al-Falaah, Pejompongan yang berinisial S, seperti yang diungkapkan polisi.

Dia mengaku baru mengetahui kabar kejadian yang menimpa Ninoy dari pemberitaan di media online dan media sosial.

"Gak ada laporan penganiayaan ke saya," ujar Munarman.

Meski begitu, Munarman mengakui dirinya sempat meminta rekaman CCTV masjid setelah seorang pengurus masjid melakukan konsultasi hukum terhadapnya.

Namun, ia menilai melakukan permintaan itu agar dirinya dapat menilai kejadian yang sebenarnya di Masjid Al Falah.

"Lalu salah satu pengurus masjid beberapa hari setelah peristiwa konsultasi hukum ke saya. Dan saya minta supaya rekaman CCTV masjid, agar saya bisa asessment situasinya dalam rangka kepentingan hukum calon klien," kata dia.

Munarman mengaku belum mendapatkan rekaman itu kendati telah meminta kepada pengurus Masjid Al Falah.

Dirinya menyebut komunikasi dengan pengurus Masjid Al-Falah baru melalui aplikasi Whatsapp. "Enggak tahu saya, karena saya komunikasi hanya melalui Whatsapp saja. Saya sama sekali belum lihat," tuturnya.

(tribun network/fah/coz)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved