Tidak Jelas Higienitas dan Kehalalannya, Disperindag Berau Juga Larang Penjualan Minyak Goreng Curah
minyak curah adalah minyak bekas yang sudah pernah digunakan untuk berbagai keperluan tentu tidak lagi terjamin kualitas, higieinitas dan kehalalannya
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB – Pemerintah berencana menerapkan larangan penjualan minyak goreng curah
mulai tahun 2020 nanti. Kebijakan ini mendapat dukungan dari Pemkab Berau.
Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Berau, Wiyati mengatakan,
larangan tersebut sangat baik diterapkan untuk melindungi masyarakat, terutama konsumen.
Apalagi menurut Kadisperindagkop Wiyati, minyak curah adalah minyak bekas yang sudah pernah digunakan untuk berbagai keperluan.
Kondisi ini, kata Kadisperindagkop Wiyati sudah tentu tidak lagi terjamin kualitas, higieinitas dan kehalalan produknya.
Bisa saja, minyak goreng bekas itu digunakan untuk memasak makanan yang secara syariah dilarang
untuk dikonsumsi oleh masyarakat muslim.
“Tujuannya adalah perlindungan konsumen, karena kalau barang sudah dibuka dari kemasannya,
apalagi sudah digunakan menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah terkontaminasi.
Jadi produk yang dikemas ulang itu dilarang,” kata Kadisperindagkop Wiyati saat ditemui Tribunkaltim.Co di ruang kerjanya, Rabu (9/10/2019).
Jangankan produk bekas yang dikemas ulang, menurut Kadisperindagkop Wiyati, produk makanan dan
minuman yang kemasannya sudah rusak pun dilarang untuk dijual.
“Seperti minuman atau makanan kalengan itu, kalau penyok sedikit saja, sudah tidak boleh dijual.
Karena kalau kemasan yang terbuat dari kaleng itu penyok, dikhawatirkan lapisan pelindung karat akan
rusak dan mengontaminasi produk,” tegas Kadisperindagkop Wiyati.
Selain kontaminasi dari luar kemasan, risiko lain yang mungkin muncul adalah zat-zat karsinogen yang
membahayakan kesehatan. Karena itu, kata Kadisperindagkop Wiyati, pihaknya sangat mendukung kebijakan Menteri Perdagangan itu.
“Karena di Indonesia sendiri ada upaya-upaya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
Kalau produk-produk curah dijual, tidak diketahui komposisi bahan bakunya, tidak ada label BPOM,
tidak ada label halal, siapa yang akan bertanggung jawab kalau konsumen merasa dirugikan,” ujarnya.
Peredaran minyak curah di pasar dan penggunaan di masyarakat harus menjadi perhatian serius.
Pasalnya kualitas minyak goreng itu tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak melewati pengawasan BPOM.
Kenyataannya, hingga sekarang masih banyak masyarakat menggunakan minyak curah kebutuhan pangan sehari-hari.
Tidak sedikit pula pedagang kaki lima yang menggunakan minyak curah karena terjangkau dari segi harga.
Data Kementerian Perdagangan mencatat setidaknya total produksi minyak goreng di dalam negeri
mencapai 14 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, hanya 5,1 juta ton yang dipasarkan di dalam negeri,
sisanya diekspor. Namun dari 5,1 juta ton itu, hampir 50 persennya dalam bentuk minyak goreng curah.
Minyak curah adalah minyak bekas pakai, seperti restoran dan warung makan besar yang kemudian dijual kepada pengumpul.
Minyak tersebut kemudian didistribusikan ke pedagang pasar secara grosir dan kemudian dijual kembali secara eceran.
Kadisperindagkop Wiyati menambahkan, pihaknya sudah beberapa kali melakukan sosialisasi kepada para
pedagang agar tidak menjual minyak goreng curah.
Demikian pula dengan para pelaku Usaha Kecil Menengah atau skala rumah tangga,
agar tidak menggunakan minyak curah untuk membuat produk makanan.
Baca Juga;
* ADEGAN Marion Jola Tes Vokal hanya Kenakan Lingerie Heboh jadi Perbincangan di Medsos
* Jadwal Liga Champions, Duel Seru Inter Milan vs Dortmund dan Galatasaray vs Real Madrid
* Ramalan Zodiak Rabu (9/10/2019): Scorpio Alami Pasang Surut, Gemini Merasa Gugup dan Gelisah