Fadjroel Rachman Musuh Soeharto, Punya Sejarah dengan Rocky Gerung dan Gus Dur, Jadi Jubir Jokowi

Fadjroel Rachman, pendiri AJI, hubungan spesial dengan Rocky Gerung dan Gus Dur, jadi Jubir Jokowi

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Kolase Tribun Kaltim
Fadjroel Rachman musuh Soeharto, punya sejarah dengan Rocky Gerung dan Gus Dur 

TRIBUNKALTIM.CO - Fadjroel Rachman, pendiri AJI, hubungan spesial dengan Rocky Gerung dan Gus Dur, jadi Jubir Jokowi.

Diketahui, kedatangan Fadjroel Rachman, Komisaris Utama PT Adhi Karya ke Istana Kepresidenan menyita perhatian publik.

Belakangan, Fadjroel Rachman mengakui dirinya mendapat tugas sebagai jubir Kepresidenan.

 Prabowo Subianto Hingga Nadiem Makarim Mau Jadi Menteri Jokowi, eks Owner Inter Milan Tak Bahagia

 Video Twitter Prabowo Subianto Buang Muka dari Grace Natalie, Mirip Megawati Cuek AHY, Surya Paloh

 Sandiaga Uno Teman Erick Thohir akan ke Istana Negara Jadi Menteri Jokowi? Diminta Prabowo Subianto

 Masa Lalu Edhy Prabowo jadi Menteri Jokowi, Bernasib Sama dengan Prabowo Subianto, Gagal di Militer

"Saya sebagai staf khusus bidang komunikasi alias juru bicara atau jubir presiden per 21 Oktober.

Sebenarnya kemarin itu sudah dibuatkan (suratnya)," tutur Fadjroel Rachman lalu tersenyum di Istana Negara, Jakarta, Selasa (22/10).

Sosok pria bernama Mochammad Fadjroel Rachman atau Fadjroel Rachman dipanggil Presiden Jokowi ke Istana, menyita perhatian publik.

Rupanya, Fadjroel Rachman teman seperjuangan Rocky Gerung, hingga Fadjroel Rachman kawan dekat Gus Dur.

Simak, sosok Fadjroel Rachman kawan seperjuangan Rocky Gerung, yang diketahui Fadjroel Rachman dipanggil Jokowi ke Istana.

Dia, pernah memenangkan Lima Besar Khatulistiwa Literary Award 2007.

Sosok ini mulai dikenal publik setelah puisi-puisi perjalanannya di Eropa (Berlin dan Amsterdam) terbit dalam antologi puisi.

Antalogi Puisi tersebut diberi judul "Dongeng Untuk Poppy".

Ia adalah sosok yang lekat dalam masa pergerakan mahasiswa pra-reformasi 1998 atau Aktivis 98.

Jadi alumnus dari salah satu perguruan tinggi ternama, Institut Teknologi Bandung adalah sebuah anugerah bagi dirinya.

Hal tersebut tidak disia-siakan oleh sosok ini, ia tercatat gabung dengan puluhan kelompok aktivis bahkan menjadi pentolan dari kelompok-kelompok tersebut.

Dilansir dari TribunKaltim.com, Ia pernah aktif dalam kegiatan sastra, pers, kebudayaan dan kelompok studi.

Menjadi Presiden Grup Apresiasi Sastra (GAS), Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan (PSIK), KODIM Sabtu (kelompok Diskusi Mahasiswa), Badan Koordinasi Unit Aktivitas (BKUA) ITB, Pembelaan Mahasiswa (KPM) ITB, Kelompok Sepuluh Bandung, Hingga Pendiri sekaligus ketua dewan redaksi Majala Ganesha ITB.

Tak sampai disitu saja, ia juga ikut dalam mendirikan Aliansi Jurnalis Independen atau AJI pada 7 Agustus 1994 di Bogor, Jawa Barat.

Ia bahkan berkawan dekat dengan tokoh-tokoh besar saat berada di Lembaga Think-Tank Forum Demokrasi, yakni lembaga yang dianggap kekuatan oposisi utama melawan Soeharto dan Orde Baru.

Di lembaga tersebut sosok ini aktif sejak tahun 1992 hingga berkawan dengan tokoh-tokoh luar biasa salah satunya adalah mantan Presiden ke empat Republik Indonesi, Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Tak hanya itu, Ketua KPU Arief Budiman, Marsillam Simanjuntak, Theodorus Jacob Koekerits (Ondos), Todung Mulya Lubis, Rahman Tolleng, Bondan Gunawan, hingga Rocky Gerung menjadi kawan seperjuangannya.

Sosok tersebut adalah Mochammad Fadjroel Rachman, atau yang sering disapa Fadjroel Rachman.

Pria kelahiran 17 Januari 1964, di Banjarmasin Kalimantan Selatan ini adalah salah satu sosok yang diundang untuk datang ke Istana negera sehari setelah pelantikan Presiden.

Pria lulusan ITB tersebut ternyata berperan penting dalam usaha mahasiswa melengserkan kekuasaan Soeharto pada tahun 1998.

Selepas dari ITB, Fadjroel melanjutkan studinya di UI dan menjadi menjabat sebagai Ketua Presidium Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia.

Bersama dengan ribuan mahasiswa, Ia kembali menuntut Soeharto untuk meletakkan jabatannya pada 18-21 Mei 1998.

Dengan kemampuan berpikir yang luar biasa dan gagasan serta ilmu yang telah ia kecap begitu banyak.

Sosok Fadrjoel Rachman disejajarkan dengan para founding father Republik Indonesia.

Dari Sutan Syahrir hingga Mohammad Hatta, sosok ini dianggap memiliki kesamaan dengan para pahlawan kemerdekaan tersebut.

Dilansir dari Kompas.com, jenjang pendidikan yang penah ditempuh oleh Fadjroel Rachman yakni lulusan S1 ITB, S2 dan S3 Universitas Indonesia dengan mengambil bidang Manajemen Keuangan dan Moneter.

Sosok ini juga dekat dengan kehidupan media, dari radio hingga televisi pernah ia jajaki baik sebagai presenter maupun bintang tamu.

Fadjroel Rachman aktif menjadi presenter acara talkshow di radio dan televisi: JakNews FM, RRI, TVRI, Indosiar, SunTV, JakTV, selain narasumber ekonomi-politik-hukum di SCTV, RCTI, MetroTV, NetTV, GlobalTV, KompasTV, dan narasumber tetap politik-hukum di Indonesia Lawyers Club TVOne yang diasuh Karni Ilyas.

Dan sekarang Fadjroel Rachman menjabat sebagai Komisaris Utama PT Adhi Karya (Persero) Tbk.

Ia pun sukses dengan pembangunan LRT Jabodebek yang bisa dinikmati oleh masyarakat ibukota saat ini.

Pada Senin (21/10/19) siang kemarin, ia terlihat datang ke Istana negara memenuhi undangan Presiden Jokowi.

Ia mengaku diberi tugas oleh Jokowi, namun tugas apa yang akan diberikan secara spesifik ia tak mengungkapnya.

Yang pasti, ia bersedia untuk mengemban tugas membantu pemerintahan Jokowi dan juga mengabdi untuk bangsa.

"Ada tugas yang memang disampaikan oleh beliau, tetapi, mengenai bentuk tugasnya, nanti akan diberitahukan secara langsung saja oleh presiden," ucap Fadjroel kepada awak media.

 Karir Aktivis

Kecintaan Fadjroel Rachman dengan buku-buku dan kelompok diskusi dan debat di kampus mengantarkan pergaulannya dengan sejumlah budayawan dan intelektual seperti almarhum Soebadio Sastrosumitro, Mochtar Lubis, Sarbini Somawinata, Sutan Takdir Alisjahbana dan Soedjatmoko.

Atas usulan Soedjatmoko pula ia terlibat dalam Forum Pemuda Asia Pasifik di Tokyo sampai sekarang.

Pada tahun 1987-1989, tiga tahun setelah kuliah, Fadjroel Rachman bersama-sama dengan para aktivis mahasiswa lainnya melakukan advokasi untuk petani di daerah Kacapiring, Batununggal, Kota Bandung dan Badega (Kampung Badega, Desa Cipangramatan, Cikajang, Garut).

Masih pada masa represif Soeharto, ia ditunjuk menjadi komandan lapangan dalam aksi long march sejauh 60 kilometer dari Kampus ITB menuju Cicalengka.

Aksi itu sempat dibubarkan oleh polisi dengan menghujani peserta aksi dengan peluru karet.

Fadjroel bersama kawan-kawannya juga beraksi menolak kedatangan Rudini yang saat itu menjabat sebagai menteri dalam negeri, dan menuntut turunnya Jenderal (purn) Soeharto sebagai Presiden karena kediktatorannya.

Buntutnya Fadjroel Rachman bersama lima rekan lainnya ditangkap.

Mereka mendekam di ruang tahanan Bakorstranasda selama satu tahun sebelum akhirnya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.

Ia terlibat Gerakan Lima Agustus ITB (1989) yang menuntut penurunan Soeharto dan menjadi tahanan politik berpindah-pindah 6 (enam) penjara termasuk Sukamiskin dan Nusakambangan.

Di balik empat penjara yang dijalaninya, Fadjroel menulis esai, novel dan puisi.

Puisi-puisi yang dituliskan di balik terali penjara itu kemudian diterbitkan dalam kumpulan puisi Catatan Bawah Tanah dan Sejarah Lari Tergesa.

Mochtar Lubis berminat menerbitkan puisi-puisi yang tercantum dalam pledoinya, kecuali dua puisi yang dianggap terlalu keras pada waktu itu.

Esai-esai penjaranya dimasukkan dalam buku "Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat" dan "Democracy Without the Democrats: On Freedom, Democracy and The Welfare State," lalu novelnya (direncanakan pentalogi) diterbitkan Gramedia Pustaka Utama berjudul "Bulan Jingga dalam Kepala."

Puisi-puisi perjalanannya di Eropa (Berlin dan Amsterdam) diterbitkan dalam antologi puisi "Dongeng Untuk Poppy" yang memenangkan Lima Besar Khatulistiwa Literary Award 2007. (*)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved