Jokowi Jadikan Nadiem Makarim Mendikbud, Guru Besar UPI: Kelola Pendidikan Beda dengan Perusahaan
Jokowi jadikan Nadiem Makarim Mendikbud, Guru Besar UPI: kelola pendidikan beda dengan perusahaan
TRIBUNKALTIM.CO - Jokowi jadikan Nadiem Makarim Mendikbud, Guru Besar UPI: kelola pendidikan beda dengan perusahaan.
Kebijakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengangkat Bos Gojek Nadiem Makarim sebagai Mendikbud di kabinet Indonesia Maju, menuai pro dan kontra.
Banyak kalangan yang meragukan kemampuan Nadiem Makarim dalam mengelola pendidikan di Indonesia.
• Hari Ini, DPR RI Bacakan Surat Jokowi Soal Kabareskrim Idham Aziz Ganti Tito Karnavian Jadi Kapolri
• Viral di WhatsApp, Ibu Guru Relakan Suami PNS Poligami, Gubernur Nurdin Abdullah Angkat Bicara
• Eks Anak Buah SBY, Kini Anggota Prabowo Subianto Menangis Dipecat Gerindra, Tak Jadi Anggota DPRD
• Setelah Anggota TNI Yonzipur Dipukul Preman, Kini Perwira Kowad yang Dianiaya, Ini Temuan Polisi
Pengamat pendidikan yang juga Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia atau UPI, Prof Cecep Darmawan menilai, membenahi permasalahan pendidikan tidak bisa disamaratakan dengan layaknya mengelola sebuah bisnis di suatu perusahaan.
Maka upaya pembenahan tidak bisa dilakukan hanya dalam kurun waktu lima tahun saja.
Apalagi selama ini, pendidikan di Indonesia tidak memiliki blue print atau standar baku rencana pemerintah jangka panjang (RPJP) pengelolaan pendidikan hingga seratus tahun kedepan.
Yang dapat merapakan pola kebijakan yang sudah ditentukan, siapa pun sosok Menteri dan latar belakangnya.
"Dengan menempatkan Pak Nadiem Makarim, mungkin pemerintah selama ini menganggap bidang pendidikan harus di sentuh oleh sosok yang unlinieritas dengan memiliki daya kreativitas tinggi.
Berorientasi pada zamannya generasi milenial.
Tapi persoalannya, tidak adanya blue print standar baku pendidikan tadi, maka setiap kali ganti Presiden yang juga diikuti jajaran kabinet Menteri-nya.
Pprogres pendidikan kita seperti tari poco-poco, maju lalu mundur, lalu maju dan mundur lagi, seperti diam ditempat," ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (25/10/2019).
Prof Cecep menuturkan, permasalahan pendidikan di Indonesia cukup banyak seperti, indeks rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi yang masih relatif sangat rendah.
Tidak mencapai 20 persen dari rata-rata lulusan sekolah menengah atas (SMA), dan berbagi persoalan lainnya.
Bahkan berdasarkan hasil survey penelitian, rata-rata lama sekolah masyarakat Indonesia, lanjutnya, belum dapat dikatakan lulus sekolah menengah pertama (SMP).
Sementara selama ini visi misi pemerintah terlalu jauh, dengan dukungan anggaran yang dinilai masih sangat kurang.