Ruhut Sitompul eks Anak Buah SBY Bandingkan Dirinya dan Anies Baswedan Raja Minyak dan Raja Ngeles
Ruhut Sitompul eks anak buah SBY bandingkan dirinya dan Anies Baswedan Raja Minyak dan Raja Ngeles
TRIBUNKALTIM.CO - Ruhut Sitompul eks anak buah SBY bandingkan dirinya dan Anies Baswedan Raja Minyak dan Raja Ngeles.
Kisruh rancangan APBD 2020 DKI Jakarta menyeret nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama BTP atau Ahok.
Beragam komentar pun mewarnai rancangan APBD 2020 DKI Jakarta, termasuk dari Ruhut Sitompul, eks politikus Demokrat yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, dan kini menjadi anggota Megawati di PDIP.
• Sebelum Meninggal Kecelakaan, Afridza Munandar Ungkap Dirinya Selalu Diganggu Pebalap Jepang
• Ribut APBD DKI Jakarta dengan Anies Baswedan, Dukungan Ahok Jadi Dewan Pengawas KPK Ramai di Twitter
• Profil Dua Calon Kabareskrim, eks Ajudan Jokowi dan Penerus Kapolri Idham Aziz di Polda Metro Jaya
Dilansir dari Tribun Jakarta, mantan Politikus Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengomentari pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan terkait sistem e-budgeting.
Anies Baswedan menyebut sistem e-budgeting warisan kepemerintahan Ahok alias BTP tidak pintar.
“Ini ada problem sistem yaitu sistem digital tetapi tidak smart,” ujar Anies Baswedan dikutip TribunJakarta.com dari Kompas.com.
Pernyataan tersebut disampaikan Anies Baswedan saat menanggapi kisruh Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran (KUA-PPAS) 2020 DKI Jakarta.
Mulanya Ruhut Sitompul menyoroti anggaran pengadaan barang untuk lem aibon yang dituliskan sebesar Rp 82,8 miliar.
"82 M kalau dibelikan cendol, bisa-bisa Jakarta banjir," ujar Ruhut Sitompul dikutip TribunJakarta.com dari YouTube Ruhut P Sitompul, pada Senin (4/11/2019).
"Bukan hanya Jakarta, pulau reklamasi yang dapat IMB dari Anies pun ikut tenggelam," katanya sambil terkekeh.
Ruhut Sitompul mengatakan Anies Baswedan selalu berkelit dan cenderung menyalahkan pihak lain terkait polemik APBD DKI ini.
"Nies, kau ni lama-lama, aku jadi teringat orang bilang aku Raja Minyak, kau Raja Ngeles," ujar Ruhut Sitompul.
Ia lalu membandingkan gaya Anies Baswedan Ahok saat mendapatkan kritikan dari DRPD.
"Memang kalau Ahok cara menegur rada tempramental, tapi kau dengan lemah lembut," ujar Ruhut Sitompul.
"Itu anggota DPRD loh mereka mengkritisi kau, kau bilang cari panggung lah, kepengen beraktraksi lah," tambahnya.
Anies Baswedan diketahui menyebut anggota DPRD fraksi Partai Solidaritas Indonesia atau PSI, William Aditya Sarana yang mengkritiknya soal RAPBD hanya mencari panggung.
Ruhut Situmpol lalu mengingatkan Anies Baswedan tentang pemberian IMB pulau reklamasi di Jakarta.
"Tapi faktanya apa sekarang? Diam-diam kau malu-malu kucing kasih IMB," ucap Ruhut Sitompul.
"Kau sepertinya mengakui juga kaitannya dengan 82 M," tuduhnya pada Anies Baswedan.
Ruhut Sitompul kemudian mempermasalahkan Anies Baswedan yang menyebut sistem e-budgeting warisan Ahok tak pintar.
"Salah iput , salah sistem, salah Ahok lah," ucap Ruhut Sitompul.
"Aduh Anies, udah gubernur masih dendam saja di ahok," imbuhnya.
Ruhut Sitompul lantas mengatakan e-budgeting padahal pernah mendapatkan penghargaan dari Bappenas.
"Kau berani salahkan e-budgeting, kau lupa Bappenas memberikan penghargaan loh," ujar Ruhut Sitompul.
"Eh enak aja kau salahkan," imbuhnya.
SIMAK VIDEONYA:
Anies Baswedan Sebut E-Budgeting Warisan Ahok Terlalu Detail, Djarot Heran
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menganggap sistem anggaran digital atau e-budgeting terlalu detail karena sampai satuan ketiga.
Dia memberi contoh program pentas musik dengan nilai anggaran Rp 100 juta.
Dalam sistem e-budgeting, anggaran tersebut harus diturunkan dalam bentuk komponen.
Menurut dia, rancangan anggarannya tidak perlu detail sampai pada satuan ketiga terlebih dahulu karena itu yang akan dibahas bersama DPRD DKI.
"Sehingga setiap tahun staf itu banyak yang memasukkan yang penting masuk angka Rp 100 juta dulu. Toh nanti yang penting dibahas," ujar Anies Baswedan dikutip TribunJakarta.com dari Kompas.com, pada Jumat (1/11/2019).
Dengan kata lain, KUA-PPAS diserahkan ke DPRD DKI secara gelondongan.
"Itu dokumen ada harus dicek manual, apakah panggung, mic, terlalu detail di level itu, ada beberapa yang mengerjakan dengan teledor (karena) toh diverifikasi dan dibahas," ujar Anies.
"Cara-cara seperti ini berlangsung setiap tahun. Setiap tahun muncul angka aneh-aneh," kata dia.
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat lantas menanggapi kritikan Anies Baswedan tersebut.
Hal tersebut dipaparkan Djarot Saiful Hidayat saat menjadi narasumber di acara Apa Kabar Indonesia, TV One.
Djarot Saiful Hidayat tampak heran terhadap Anies Baswedan yang mempermasalahkan sistem e-budgeting yang terlalu detail.
Menurut Djarot Saiful Hidayat hal tersebut justru malah menguntungkan, pasalnya DPRD dapat menentukan apakah anggaran yang diajukan tersebut digunakan dengan tepat.
"Kalau seumpanya DPRD tahu sampai detail sampai satuan tiga itu malah menguntungkan dong," ucap Djarot Saiful Hidayat dikutip TribunJakarta.com dari YouTube TV One, pada Jumat (1/11/2019).
"Sambil dia mengkroscek apakah anggaran itu sesuai dengan aspirasi masyarkat,"
"Dan apakah anggaran itu tepat digunakan," tambahnya.
Djarot Saiful Hidayat mengatakan penganggaran yang tak tepat sasaran biasanya kerap terjadi dalam pengadaan barang habis pakai.
Diketahui anggaran pengadaan barang habis pakai seperti pulpen mencapai Rp 123,8 miliar dan lem aibon Rp 82 miliar.
Politikus PDI Perjuangan itu menilai anggaran ratusan miliaran untuk pengadaan pulpen, dapat digunakan untuk membuat bahkan membeli pabrik alat tulis tersebut.
"Contoh paling banyak digunakan anggaran-anggaran barang habis pakai," ucap Djarot Saiful Hidayat.
"Sekarang yang lagi dipersoalkan habis pakai itu semua, kaya bolpoint sampe Rp 128 miliar, kita bikin aja pabriknya sekalian, kita beli pabriknya,"
"Lem aibon sampai sekian itu fantastis," imbuhnya.
Djarot Saiful Hidayat mengatakan sistem e-budgeting bertujuan agar tak ada pengajuan anggaran yang tak masuk akal, seperti halnya dalam kasus lem aibon dan pulpen.
"Dengan sistem itu supaya tak ada lagi anggaran siluman yang diam-diam dimasukan," kata Djarot Saiful Hidayat.
"Kita bisa mengetahui kok siapa yang mengingput, siapa yang memverifikasi," imbuhnya. (*)