Kabupaten Berau Masih Dihantui Tingginya Angka Kematian Ibu Melahirkan, Ini Penyebabnya
Kabupaten Berau Masih Dihantui Tingginya Angka Kematian Ibu Melahirkan, Ini Penyebabnya,
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB – Kabupaten Berau Masih Dihantui Tingginya Angka Kematian Ibu Melahirkan, Ini Penyebabnya
DPRD Kabupaten Berau sempat menyoroti tingginya angka
kematian ibu melahirkan dan bayi.
Kabupaten Berau masih dihantui persoalan klasik ini. Hal ini sebagaimana yang dijumpai di Puskesmas
Merapun, yang pernah kehilangan tiga orang ibu akibat komplikasi dalam persalinan.
“Salah satu dari mereka melahirkan dengan kasus inversio uteri dimana sebagian atau seluruh organ
rahim ikut keluar ketika plasenta keluar. Bagian atas rahim menjadi terbalik mengarah ke bawah, bisa
mencapai mulut rahim, hingga keluar melalui jalan lahir akibat ditolong oleh dukun,” jelas dr Alex Pigai
yang bertugas di Puskesmas Merapun, Kampung Merapun, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Provinsi
Kalimantan Timur.
Ibu yang dirujuk dari sebuah kampung yang sangat jauh lokasinya dari Puskesmas ini, akhirnya meninggal
dunia karena kehabisan darah dan tidak dapat tertolong lagi. “Tindakan pemberian resusitasi cairan telah
dilakukan namun jika dibandingkan dengan darah yang begitu banyak keluar, seharusnya dilakukan
transfusi darah agar bisa menyelamatkan nyawanya,” imbuh dr Alex Pigai.

Alex Pigai menyoroti terbatasnya ruang gerak tenaga kesehatan untuk memperoleh bantuan darah yang
mendesak diperlukan di saat situasi genting semacam ini.
Alex Pigai merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 92 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Program Kerjasama Antara Puskesmas, Unit Transfusi Darah, dan Rumah Sakit dalam
Pelayanan Darah, untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu.
Lebih lanjut Alex Pigai mengatakan, Puskesmas tidak memiliki otoritas penuh untuk memberikan transfusi darah.
Diperlukan koordinasi dan kerjasama yang sangat erat antara Puskesmas, Rumah Sakit rujukan dan Unit
Transfusi Darah ( UTD ) untuk menyiapkan persediaan dan menstransfusikan bantuan darah kepada sang
pasien.
Di seluruh Kabupaten Berau sendiri tercatat 4 dari 9 ibu melahirkan, meninggal karena perdarahan di tahun 2017.
Bantuan darah yang tepat waktu dan tepat sasaran menjadi salah satu harapan untuk mencegah jatuhnya
korban ibu meninggal akibat perdarahan saat melahirkan.
Namun demikian, pengumpulan donor sukarela, manajemen donor, proses pengambilan darah,
ketersediaan, penyimpanan dengan prosedur dan kualitas yang didukung infrastruktur dan teknologi
memadai, distribusi atau transportasi ke pusat layanan kesehatan, hingga tindakan medis pemberian
darah kepada pasien, sesederhana yang dibayangkan.
Alex berharap ada perubahan kebijakan. “Jika bank darah atau media penyimpanan dapat disediakan di
Puskesmas, terutama di lokasi yang sangat terpencil,” ujar Alex Pigai.
Selain itu, Puskesmas juga harus diberi
kewenangan untuk mengaplikasikan transfusi darah.
Puskesmas Merapun yang baru didirikan tahun 2016 ini berada sekitar 30 kilometer dari jalan poros Trans
Kalimantan.
Medannya sangat sulit karena membutuhkan 5-6 jam perjalanan menuju pusat rujukan RSUD dari
Puskesmas belum dari kampung kampung terjauh lainnya. Meski tersedia beberapa klinik yang dijalankan
oleh pihak swasta, namun ibu melahirkan hanya dapat dilayani di Puskesmas Merapun, karena klinik lain
yang ada belum memiliki tenaga yang kompeten.
Sementara itu, Puskesmas Merapun hanya memiliki ruang bersalin yang dapat menampung 2 ibu hamil
saja. “Ini yang kerap menyulitkan kami, manakala pasien yang datang bersalin dalam waktu bersamaan
lebih dari 2 ibu hamil,” ungkap Alex Pigai.
Peningkatan status Puskesmas Merapun agar siap Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED),
sangat diperlukan. Karena setiap bulannya mereka telah rutin melayani 4-5 kelahiran dengan berbagai
kasus.
Kasus Berau Cuma Puncak Gunung Es
Kasus dan tantangan yang dihadapi oleh Alex hanyalah satu dari tingginya angka kematian ibu di
Indonesia. Sejak evaluasi pencapaian Tujuan Pembangunan Millennium (Millennium Development
Goals/MDGs) di tahun 2015.
Saat itu kasus kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia adalah 305 per 100.000 kelahiran, padahal
target yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah 102 per 100.000 kelahiran.
Kematian ibu melahirkan di Indonesia pun masih tetap didominasi oleh tiga penyebab utama yaitu
perdarahan, Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) dan infeksi.
Tingginya Angka Kematian Ibu dan Anak di Indonesia memang diperburuk kondisi geografis, dimana masih
banyak terdapat daerah terpencil dan kepulauan yang sulit akses terhadap layanan kesehatan.
Berdasarkan data dari Statistical Yearbook of Indonesia 2018, Indonesia memiliki 16.056 pulau dan 122
daerah tertinggal (Perpres 131 Tahun). Kondisi ini tentu membuat tantangan Indonesia dalam menyiapkan
akses terhadap pelayanan kesehatan menjadi sangat besar. (*)
Baca Juga;
• IDI Berau: Jangankan Dokter Spesialis, Dokter Umum Saja Tidak Mau Ditempatkan di Daerah Terpencil
• Wakil Bupati Berau Agus Tantomo Jenguk Balita Tersiram Minyak Panas, Ini Kondisi Balita Itu Sekarang
• Pembangunan Rumah Sakit Pengganti RSUD Abdul Rivai Berau Tak Bisa Dibangun Tahun Ini, Ini Alasannya
• Ini Alasan Dinas Kesehatan Kabupaten Berau Menaikkan Tarif Puskesmas
• Tangkal Gaya Hidup Tak Sehat BAB Sembarangan, TNI Bangun Jamban Demi Kualitas Kesehatan Warga Berau