Mahasiswa Balikpapan Hadirkan Perumus RUU KUHP, Ajak Diskusi Pasal Kontroversial, Ini Keseruannya

Mahasiswa Balikpapan Hadirkan Perumus RUU KUHP, Ajak Diskusi Pasal Kontroversial, Ini Keseruannya.

Penulis: Muhammad Fachri Ramadhani | Editor: Mathias Masan Ola
Tribunkaltim.co, Muhammad Fachri Ramadhani
Salah satu perumus RUU KUHP, Dr Chairul Huda SH MH diundang Aliansi Mahasiswa se-Balikpapan sebagai pembicara dalam dialog yang digelar di Gedung Kesenian Balikpapan, Kamis (7/11/2019). Dialog tersebut membedah pasal yang dianggap kontroversi dalam RUU KUHP. 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN -Mahasiswa Balikpapan Hadirkan Perumus RUU KUHP, Ajak Diskusi Pasal Kontroversial, Ini Keseruannya,

RUU KUHP jadi pemicu berbagai pergolakan di Indonesia beberapa waktu belakangan ini.

Penolakan hadir di berbagai daerah Indonesia, yang sebagian besar diinisiasi oleh masyarakat intelektual kampus.

Sehingga pemerintah memutuskan menunda pengesahan RUU KUHP.

Nah, salah satu perumus RUU KUHP, Dr Chairul Huda SH MH diundang Aliansi Mahasiswa se-Balikpapan

sebagai pembicara dalam dialog yang digelar di Gedung Kesenian Balikpapan, Kamis (7/11/2019).

Dialog tersebut membedah pasal yang dianggap kontroversi dalam RUU KUHP.

Koordinator Aliansi Majahasiswa se-Balikpapan, Angkit Wijaya mengatakan kegiatan tersebut merupakan

bagian dari perjuangan mereka mengakomodasi aspirasi masyarakat.

Dimana terjadi penolakan yang masif di berbagai belahan Indonesia.

"Di Balikpapan gerakan sudah dilakukan. Kami memutuskan mengadakan dialog ini, agar kita tak hanya

demonstrasi, tapi juga bergerak di ruang intelektual seperti ini," katanya.

Mahasiswa ingin menekan persepsi arogansi yang dinilai sebagian masyarakat.

Selain itu bertujuan untuk bagaimana publik bisa memahami substansi isu dan permasalahan dalam RUU

KUHP tersebut.

"Sebab hari ini kita hadirkan orang yang bertanggungjawab merumuskan RUU KUHP ini di Balikpapan," katanya.

Dari pantauan Tribunkaltim.co, dialog tersebut tak hanya dihadiri mahasiswa, namun juga lintas organisasi

masyarakat dan elemen masyarakat lainnya. Kendati tak memenuhi seluruh kursi yang tersedia, namun

tak menurunkan antusias mereka berdialog membahas persoalan RUU KUHP.

Adapun pasal-pasal kontreversial, di antaranya

* Pasal RUU KUHP soal Korupsi,

* Pasal RUU KUHP tentang Penghinaan Presiden,

* Pasal RUU KUHP tentang Makar,

* Pasal RUU KUHP soal Penghinaan Bendera,

* Pasal RUU KUHP terkait Alat Kontrasepsi,

* Pasal RUU KUHP soal Aborsi,

* Pasal RUU KUHP soal Gelandangan,

* Pasal RUU KUHP tentang Zina dan Kohabitasi,

* Pasal RUU KUHP soal Pencabulan,

* Pasal Pembiaran Unggas dan Hewan Ternak,

* Pasal RKUHP tentang Tindak Pidana Narkoba,

* Pasal tentang Contempt of Court

* Pasal terkait Pelanggaran HAM Berat (pasal 598-599). (Tribunkaltim.co/Fachri)

Presiden Jokowi Minta Tunda Pengesahan Revisi KUHP 

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta DPR menunda pengesahan revisi Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana ( RKUHP ).

"Saya perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR ini. Agar pengesahan

RUU KUHP ditunda dan pengesahannya tak dilakukan DPR periode ini," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat

(20/9/2019).

Jokowi menyebut permintaan ini karena ia mencermati masukan berbagai kalangan yang berkeberatan

dengan sejumlah substansi RKUHP.

Sebelumnya diberitakan Kompas.com, sejumlah massa melakukan demonstrasi dan mendesak masuk ke

dalam gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (19/9/2019).

Aksi ini mengakibatkan Jalan Gatot Subroto di depan Gedung Parlemen padat hingga menyisakan lajur saja

yang bisa dilewati kendaraan.

Massa yang mengaku aliansi masyarakat sipil itu menuntut untuk bertemu perwakilan anggota Dewan

agar bisa mencabut revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tidak mengesahkan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Massa aksi menuntut pembatalan pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Korupsi yang dianggap telah membatasi kewenangan lembaga antirasuah

tersebut.

Selain itu, massa aksi juga mengecam persetujuan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk

membawa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke Rapat Paripurna DPR tanggal 24

September 2019.

"Undang-Undang KUHP itu adalah benteng terakhir dari pelemahan kebebasan masyarakat sipil dalam

berdemokrasi," ujar orator demonstrasi, Lini Zurlia di Senayan Jakarta, Kamis.

Sementara tampak sejumlah massa mengenakan atribut sejumlah kampus seperti Universitas Indonesia,

Universitas Trisakti, Institut Teknologi Bandung, seperti Universitas Pembangunan Nasional- Veteran.

"Ini jadi pertanyaan kita, ini DPR serius sih ngewakilin kita. DPR sekarang sudah kayak DPR dulu. Asal Bapak

Senang," kata mahasiswa hukum Universitas Indonesia, Elang.

Elang menuntut agar mantan aktivis yang sekarang duduk di parlemen agar mau mendengar aspirasi rakyat.

Pasal Kontroversial

Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono

menyatakan, sejumlah pasal dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( RKUHP) terlalu jauh

mengatur hak konstitusional hak warga negara.

Menurutnya, hal itu berpotensi merusak komitmen negara untuk membangun perlindungan hak sipil

politik warga negara yang telah berjalan sejak demokrasi diterapkan di negeri ini atau 20 tahun lalu.

"Sejumlah delik memuat pasal karet. Misalnya delik kesusilaan menunjukkan negara terlalu jauh mengatur

hak konstitusional warga negara yang bersifat privat," ujar Bayu saat dihubungi Kompas.com, Jumat

(19/9/2019).

Dia menjelaskan, kesepakatan DPR dan pemerintah untuk memasukkan delik di ranah privat tidak

dipertimbangkan dengan baik dengan tak merujuk pada nilai-nilai demokrasi Pancasila.

Contohnya Pasal 419 Ayat 1 yang menyatakan setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami

istri di luar perkawinan dapat dipidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp 10 juta.

Kemudian pasal kontroversial lainnya ialah Pasal 417 Ayat 1 yang menyatakan setiap orang yang

melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan.

 Sanksinya pun dipidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 10 juta.

Ia mengkhawatirkan, apabila dipaksakan untuk disahkan, sejumlah ketentuan dalam RKUHP bisa

menimbulkan masalah bagi kehidupan masyarakat.

"Kehadiran RKUHP ini justru berdampak pula pada pengekangan kebebasan sipil," ucap Bayu.

Pengekangan kebebasan hak sipil tersebut, lanjutnya, nampak pada pasal-pasal dalam RKUHP yang tidak

relevan untuk kehidupan demokrasi.

Seperti delik penghinaan terhadap presiden/wakil presiden yang tercantum pada Pasal 218-220, lalu delik

penghinaan terhadap lembaga negara di Pasal 353-354, serta delik penghinaan terhadap pemerintah yang

sah yang dimuat pada Pasal 240-241.

Bayu juga menekankan, dalam prosedur RKUHP, proses yang dilakukan dalam rapat-rapat tertutup tentu

mengabaikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan.

"Ini juga menunjukkan kegagalan para anggota DPR menjalankan mandat sebagai wakil rakyat," kata Bayu.

Pasar Kontroversi tentang Hewan Ternak

Dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), diatur juga larangan membiarkan hewan

ternak berkeliaran di lahan orang yang ditanami bibit.

Jika dibiarkan, pemilik hewan ternak itu bisa dikenakan denda.

Baca Juga;

Daftar Lengkap Pasal Kontroversial RUU KUHP: Atur Soal Kumpul Kebo, Ternak hingga Jam Pulang Malam

Bisa Buat Gaduh dan Diskriminatif, Inilah Daftar Pasal Kontroversial di RKUHP dan Bantahan Menkumham

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved