Satgas Pengawas BBM Ternyata Dibekukan Sejak Oktober Lalu, Ini Penjelasan Pemkab Berau
Satgas Pengawas BBM Ternyata Dibekukan Sejak Oktober Lalu, Ini Penjelasan Pemkab Berau,
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB - Satgas Pengawas BBM Ternyata Dibekukan Sejak Oktober Lalu, Ini Penjelasan Pemkab Berau,
Antrean di seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum ( SPBU ).
di Kabupaten Berau, semakin hari semakin parah. Panatauan Tribunkaltim.Co, hari Kamis (7/11/2019),
tidak hanya mengular hingga ratusan meter panjangnya, bahkan antrean ini sudah menjadi dua baris.
Seperti yang terjadi di SPBU di Rinding dan SPBU Jalan Haji Isa, SPBU Sambaliung juga memanjang
antreannya. Ternyata, pengetab Bahan Bakar Minyak (BBM) yang semakin berulah ini ada penyebabnya.
Satuan Tugas Pengawas BBM dan LPG, ternyata sejak bulan Oktober 2019 lalu telah dibekukan oleh Bupati
Berau, Muharram.
Karena Satgas ini tidak lagi berjaga di SPBU, para pengetab makin merajalela.
Wakil Bupati Berau, Agus Tantomo mengatakan, pembekuan Satgas Pengawas BBM dan LPG ini dilakukan
bupati, lantaran pengawasannya tidak efektif.
Tidak hanya itu, Satgas Pengawas BBM dan LPG ini, menurutnya juga membebani APBD Berau. Karena
untuk melakukan pengawasan distribusi BBM ini, pemerintah daerah harus menganggarkan dana
operasional dan membayar honor petugas lapangan.
“Kalau honor sudah diterima anggota tim (Satgas BBM dan LPG), tetapi hasilnya tidak efektif (tidak dapat
dipertanggungjawabkan), akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Karena alasan itu, oleh Bupati
( satgas ) dibekukan sejak Oktober (2019) lalu,” ujarnya.
Pemkab Berau, kata Agus, terus berupaya mencari cara lain, untuk mengatasi keluhan masyarakat tentang
sulitnya mendapat BBM, karena antrean dikuasai oleh pengetab.
Agus Tantomo mengatakan, persolan distribusi BBM yang terjadi di Kabupaten Berau, sangat kompleks.
Menurutnya, antrean yang mengular di SPBU selama bertahun-tahun ini, ada hubunganya dengan
ketersediaan stok BBM, jumlah SPBU yang masih sedikit dan jam operasional SPBU yang sangat singkat,
karena habis 'diborong' pengetab.
“Kalau kita lihat, di mana-mana ada pengetab dan pengecer. Tapi tidak sampai terjadi antrian panjang
seperti di Berau. Jadi akar masalahnya karena stok BBM yang terbatas dari Pertamina. Mereka seharusnya
menambah kuota BBM untuk Berau,” tegasnya.
Selain penambahan kuota, Pertamina juga harus mendorong penambahan jumlah SPBU. Kedua cara ini,
menurut Agus Tantomo yang memegang gelar master binis dari Australia ini, akan mampu mengurai
antrean BBM.
Sebelumnya, Sales Executive III PT Pertamina, Wilayah Kaltara yang juga membawahi Berau, Andi Reza
mengatakan, PT Pertamina telah menerima permohonan pembangunan dua SPBU baru.
Kedua SPBU ini diharapkan dapat mengurai antrean panjang pengisian BBM yang terjadi di seluruh SPBU
dalam kota Tanjung Redeb dan sekitarnya.
"Sudah ada dua yang mengajukan pembangunan SPBU lagi untuk memudahkan masyarakat mengisi BBM.
Semakin banyak SPBU akan semakin baik. Semakin banyak tempat alternatif untuk mengisi BBM," jelasnya.
Namun Reza belum bersedia mengungkapkan, lokasi pembangunan dua SPBU baru ini. "Yang satu sudah
dapat lokasi. Tinggal satu lagi masih dicari lokasinya, jika masih kurang, bisa menambah satu lagi SPBU,"
tandasnya. (*)
Gara-gara Pengetap Warga Sulit Beli BBM
Diberitakan sebelumnya, aktivitas para pengetap bahan bakar minyak atau BBM di
sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau SPBU Kabupaten Berau kian meresahkan.
Antrean panjang menjadi pemandangan sehari-hari. Keluhan masyarakat yang dilontarkan secara
langsung, maupun melalui media sosial dari berbagai platform seolah luput dari perhatian.
"Sampai kapan kondisi SPBU kita seperti ini (antrean mengular). Bensin, solar bersubsidi selalu
dipenuhi pengetap.
Bagaimana nelayan tidak mengeluh kesulitan mendapat BBM," kata Samsul yang mengaku berpofresi
sebagai nelayan.
Samsul mengatakan, sebagai nelayan tradisional, dirinya hanya membutuhkan BBM sekitar 20 liter untuk
mencari ikan di sungai, dengan perahu mesin tempel miliknya.
Di sekitar SPBU, memang banyak pedagang yang menjual BBM eceran. Tapi harganya lebih mahal, sama
dengan harga BBM non subsidi.
Satu jeriken BBM jenis premium misalnya, dijual Rp 120 ribu per liter.
"Tapi mau tidak mau, kami beli. Karena kalau antre di SPBU seharian, kapan kami menangkap ikan,"
ujarnya dengan nada kesal.
Sementara di dalam SPBU, seorang Pegawai Negeri Sipil tampak jenuh menanti giliran mengisi BBM, meski
membeli BBM jenis non subsidi, namun PNS bernama Ramli ini juga harus tetap mengantre.
"Mungkin karena antrean bensin lebih panjang, yang mau buru-buru mengisi pertalite.
Akhirnya antrean BBM pertalite juga panjang antreannya," ujarnya.
Sambil menunggu antrean, Ramli memanfaatkan waktunya sambil beristirahat. Berbaring di atas jok
pengemudi yang direbahkan.
"Mau tidak mau ikut mengantre," kata Ramli.
Padahal, Ramli saat itu mestinya harus segera menuju sebuah tempat untuk mendampingi para jurnalis
yang hendak melakukan peliputan kegiatan Pemkab Berau.
"Kalau begini antrean pengetap akhirnya mengganggu aktivitas banyak orang," ujarnya.
Menanggapi keluhan masyarakat, terhadap maraknya para pengetap di SPBU, Sales Executive III PT
Pertamina, Wilayah Kaltara yang juga membawahi Berau, Andi Reza menyebutkan,
selama ini antrean jenis premium bersubsidi memang selalu memanjang.
Alternatifnya, masyarakat bisa mengisi BBM jenis pertalite dan pertamax, atau dex bagi kendaraan
bermesin diesel untuk menghindari antrean panjang.
Andi Reza mengatakan, untuk mengatasi persoalan keluhan masyarakat terkait pengisian BBM di SPBU,
menurutnya sudah pernah dikoordinasikan bersama Pemkab Berau dan aparat Kepolisian serta TNI.
"Sudah pernah dibahas dan sudah ditentukan kewenangan masing-masing.
Baca Juga;
• PLN Tak Sanggup Aliri Listrik 24 Jam, Hanya 12 Jam Listrik Menyala di Kampung Biduk-biduk, Berau
• Pohon Kelapa Jadi Pengganggu Jaringan PLN, Warga Kampung Biduk-biduk Berau Relakan Pohon Ditebang
• Kabupaten Berau Masih Dihantui Tingginya Angka Kematian Ibu Melahirkan, Ini Penyebabnya
• Kemenhub Mendata Sistem Transportasi di Kabupaten Berau, Ini Kata Bupati Muharram