Sungai Segah Berubah Warna DLHK Berau Sebut Ada Aliran Air dari Drainase Perusahaan Perkebunan Sawit
Sungai Segah Berubah Warna DLHK Berau Sebut Ada Aliran Air dari Drainase Perusahaan Perkebunan Sawit
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB - Sungai Segah berubah warna DLHK Berau sebut ada aliran air dari drainase perusahaan perkebunan sawit.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan ( DLHK ) Berau, melakukan penelusuran sekaligus mengambil sampel air di sepanjang alur Sungai Segah,
untuk mengetahui penyebab munculnya fenomena perubahan warna air Sungai dari coklat keruh menjadi jernih, sebagian titik berwarna kehijauan.
BACA JUGA
Big Match Persib vs Arema FC, Aremania Tak Perlu ke Bandung, hingga Bobotoh Dilarang Balas Dendam
Kata-kata Hari Ayah & Gambar yang Bisa Dikirim ke Ayah Tercinta dalam Bahasa Inggis dan Indonesia
Ramalan Zodiak Cinta Selasa 12 November 2019: Capricorn dan Pasangan Sama-sama Keras Kepala
Formasi dan Syarat CPNS 2019 DKI Jakarta, Area Anies Baswedan, Tata Cara Daftar Di sscasn.bkn.go.id
Kepala DLHK Berau, Sujadi megungkapkan, dari hasil penelusurun tim, diketahui air dari saluran drainase perusahaan tambang batu bara masih normal.
"Kalau tambang, ada pengolahan air limbah, sehingga setelah baku mutu terpenuhi bisa dilepas ke perairan," ungkap Sujadi, Kamis (12/11/2019).
Penelusuran pun dilanjutkan ke bibir Sungai yang berdekatan dengan drainase perusahaan perkebunan sawit.
"Tim kami masih melakukan peninjauan lapangan.
Ini bisa disebabkan fenomena alam yang pernah terjadi secara alami.
Tapi juga ada kemungkinan di titik-titik tertentu, terus terang ada alur perkebunan sawit.
Sementara kalau kebun sawit belum ada (pengolahan air limbah), jadi setiap satu blok atau 1 kilometer ada drainase.
Dari situ terlihat aliran airnya bening semua (mestinya keruh).
Kami berfikir ini disebabkan adanya pemupukan yang tidak diawasi dengan bagus
Biasanya mereka ( perkebunan sawit ) melakukan pemupukan di atas tanah.
Sehingga saat terjadi hujan, larinya ke drainase," kata Sujadi.

Namun dirinya tidak secara tegas menyebutkan, di perusahaan perkebunan sawit mana yang dimaksud.
Selain itu, pihaknya masih melakukan pengujian sampel untuk memastikan penyebab fenomena yang sudah terjadi untuk ketiga kalinya ini.
"Kami juga tidak enak kalau menuduh perusahaan sawit, karena itu kami menyarankan agar melakukan (pengelolaan limbah) seperti di tambang (batu bara).
Sehingga air buangannya itu tidak langsung masuk ke Sungai," ujar Sujadi.
Meski begitu, Sujadi belum dapat menegaskan, apakah fenomena ini terjadi secara alami atau karena pencemaran.
Diakuinya di daerah lain juga sempat muncul fenomena semacam ini secara alami. Bedanya, di Berau memiliki dua Sungai besar yang berdampingan yakni Sungai Segah dan Sungai Kelay.

Jika fenomena ini terjadi secara alamiah, menurut Sujadi, mestinya juga terjadi di Sungai lainnya.
"Karena kalau dibilang fenomena alam, mestinya juga terjadi di Sungai Kelay," jelas Sujadi.
Dari pengambilan sampel di sejumlah titik yang berdekatan dengan drainase, pihaknya. menemukan ada air yang tingkat keasamannya tinggi, pH hanya 2,9 yang menyebabkan ikan-ikan mati.
Sementara tingkat kekeruhan menurun di angka 12 (jernih), normalnya air Sungai Segah mencapai tingkat kekeruhan di atas 50.
BACA JUGA
Warna Air Sungai Segah Berubah, DLHK Berau Ambil Sampel di 4 Lokasi
5 Tahun Berlalu, Fenomena Aneh di Sungai Segah Kembali Terjadi, Air Keruh Tiba-tiba Bening Kehijauan
Korban Hilang di Sungai Segah Berau Saat Speedboat Terbalik, Akhirnya Ditemukan, Ini Kondisi Korban
Jadi Sumber Air Baku, DLHK Berau Imbau Warga Stop Buang Sampah ke Sungai Segah, Ini Alasannya
Jupita Sari, Manajer Humas KLK Group yang hadir dalam rapat ini mengatakan, jika perusahaan asal Malaysia itu mematuhi regulasi pemerintah dalam pengendalian lingkungan.
KLK Group merupakan induk perusahaan yang membawahi sejumlah perusahaan perebunan sawit di Kabupaten Berau.
"Tapi kalau soal (pengelolaan limbah) Sungai, nanti akan saya tanyakan ke manajemen," kata Jupita Sari.
"Kami selalu mematangkan apapun yang berkaitan dengan lingkungan.
Tadi ada asumsi, bahwa selama musim kemarau kami melakukan pemupukan dan kemudian hujan sehingga pupuk mengalir ke Sungai, tapi ini kan masih asumsi, belum terbukti," tandas Jupita Sari. (*)