Bakal Jadi Bos BUMN, Mahfud MD Singgung Status eks Napi Ahok, Tak Bisa Jadi Pejabat Publik Ditunjuk
Bakal jadi Bos BUMN, Mahfud MD singgung status eks narapidana Ahok, tak bisa jadi pejabat publik yang ditunjuk
Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO - Bakal jadi Bos BUMN, Mahfud MD singgung status eks narapidana Ahok, tak bisa jadi pejabat publik yang ditunjuk.
Kabar eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama BTP atau Ahok jadi bos di salah satu BUMN menuai pro dan kontra.
Diketahui, Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN Erick Thohir berencana mengangkat Ahok untuk jadi bos di salah satu BUMN.
Namun, status hukum Ahok yang merupakan eks narapidana kasus penistaan agama dan sebagai kader PDIP bisa menghambat eks suami Veronica Tan, jadi bos BUMN.
Menkopolhukam Mahfud MD memberikan tanggapan terkait pro kontra status Napi Basuki Tjahaja Purnama ( BTP ) alias Ahok.
Seperti yang diketahui pencalonan Ahok sebagai bos Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) menuai banyak pro dan kontra.
• Kabar Buruk Gegara Hal Ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Mulai Ditinggalkan Gerindra dan PKS
• Anak Buah Gubernur Anies Baswedan Ini Tunggu Kabar Gerindra Gantikan Sandiaga Uno di DKI Jakarta
• Disebut Bersaing dengan Anies Baswedan, Ganjar Pranowo Terpilih Aklamasi Pimpin Kagama UGM
• Lawan Poros Jokowi, PKS Galang Kekuatan PAN dan Demokrat, Pinang Anies Baswedan dan Keluarga Cendana
Penolakan untuk Ahok menjadi bos BUMN tentunya tidak terlepas dengan status Ahok yang merupakan mantan narapidana.
Dikutip TribunWow.com dari tayangan di kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (16/11/2019), Mahfud MD mengatakan BUMN itu bukanlah badan hukum publik.
Namun sebelumnya, Mahfud MD menjelaskan terlebih dulu yang maksud dengan pejabat publik.
Menurutnya, pejabat publik terbagi menjadi dua yaitu dipilih melalui pemilihan dan penunjukan langsung.
"Pejabat publik itu adalah pejabat negara, yang ada dua," ujar Mahfud MD.
"Satu yang berdasar pemilihan, yang kedua berdasar penunjukan dalam jabatan publik," sambungnya.
Setelah itu, Mahfud MD mengatakan seorang narapidana atau napi tetap diperbolehkan untuk menjabat sebagai pejabat publik jika memenangi pemilihan.
Namun hal tersebut tidak berlaku jika melalui penunjukan langsung.
"Yang berdasar pemilihan itu seorang napi boleh menjadi pejabat publik kalau dipilih," jelasnya.
"Tapi kalau penunjukkan itu tidak boleh."
Melihat pernyataan dari Mahfud MD, maka Ahok hanya bisa menjadi pejabat publik jika dirinya melalui proses pemilihan.
Namun, belum berhenti sampai di situ.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyebut yang dikatakan tadi hanya berlaku untuk pejabat publik atau berada di lingkup hukum publik.
Sedangkan untuk BUMN itu bukanlah badan hukum publik, melainkan berada di lingkup hukum perdata.
"BUMN itu bukan badan hukum publik, dia badan hukum perdata, badan hukum perdata itu tunduk kepada undang-undang PT (Perseroan Terbatas)," pungkasnya.
Latar Belakang Pendidikan Ahok
Tak banyak yang tahu, ternyata Ahok adalah lulusan Teknik Geologi
Dilansir TribunWow dari laman ahok.org, Sabtu (16/11/2019), disebutkan almamater dari mantan Bupati Belitung Timur ini.
Dalam laman tersebut, dituliskan Ahok berkuliah di Universitas Trisakti.
Tepatnya di Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral pada 1989.
Ahok menghabiskan masa anak-anak dan remajanya di kampung halamannya di Kabupaten Belitung Timur.
Ia pun menempuh pendidikan dasar dan menengah pertamanya di sana.
Tercatat Ahok pernah bersekolah di SD Negeri III Gantung, Belitung Timur pada 1977.
Selepas itu, Ahok bersekolah di SMP Negeri I Gantung, Belitung Timur pada 1981.
Pada saat SMA, ia berpindah ke ibu kota.
Ayah dari Nicholas Sean ini lalu bersekolah di SMAK III PKSD Jakarta.
Selepas kuliah, Ahok medirikan sebuah perusahaan berbentuk CV yang bergerak di bidang pertambangan pada 1989.
Hal ini seperti yang dikutip dari tayangan YouTube Kompas Tv, Jumat (15/11/2019).
Tiga tahun berselang, ia mendirikan PT Nurindra Ekapersada.
Tak berhenti sampai di situ, Ahok melebarkan sayapnya di bidang usaha dengan mendirikan Pabrik Gravel Pack Sand di Belitung Timur.
Sayang usahanya terhenti akibat ditutup pemerintah.
Ayah tiga anak ini mengaku ada oknum dari Kementerian Kehutanan, yang menerbitkan sertifikat hutan lindung di lahan tambang miliknya itu.
Ahok kemudian mencoba peruntungannya di dunia politik dengan mencalonkan diri sebagai anggota DPRD kabupaten Belitung Timur.
Partai Perhimpunan Indonesia Baru jadi pelabuhan pertamanya di dunia politik.
Ahok menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur hanya selama satu tahun, hal ini dikarenakan ia mencalonkan diri menjadi Bupati Belitung Timur dan menang pada 2005.
Perjalanan karier politik Ahok
Empat tahun berselang, pria kelahiran Belitung ini kembali menjadi anggota legislatif.
Kali ini ia masuk Partai Golkar dan berhasil menjadi anggota DPR RI.
Karier politiknya mulai menanjak saat Joko Widodo atau Jokowi mengajaknya berduet pada pemilihan gubernur DKI Jakarta pada 2012.
Mereka pun berhasil mengalahkan sang petahana, Fauzi Bowo.
Ahok menjabat wakil gubernur hanya dua tahun saja, karena Jokowi terpilih sebagai presiden pada 2014.
Dengan terpilihnya Jokowi sebagai Presiden, secara otomatis Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta untuk menyelesaikan periodenya bersama Jokowi.
Pada masa kepemimpinannya, Jakarta mengalami banyak perubahan.
Paling disorot adalah saat Ahok mengubah kawasan lokalisasi Kalijodo menjadi taman terbuka untuk masyarakat.
Pilkada DKI 2017, bersama dengan wakilnya, Djarot Syaiful Hidayat, Ahok kembali mencalonkan diri sebagai pimpinan rakyat DKI Jakarta.
Sayang, langkahnya terhenti pada putaran kedua Pilkada DKI.
Ia berhasil dikalahkan oleh Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Tak hanya itu, Ahok juga tersandung masalah penistaan agama yang dituduhkan padanya.
Hakim lalu memvonisnya dengan kurungan dua tahun penjara.
Selepas dari penjara, Ahok kemudian menikah dengan Puput Nastiti Devi.
Ahok juga menjadi pembicara dalam berbagai acara, bahkan kerap diundang ke berbagai negara.
Meski begitu, ternyata Ahok masih memiliki hasrat di dunia politik.
Hal ini ditunjukkannya dengan menjadi kader PDIP pada Februari 2019. (*)