Menelusuri Jejak Azuma, Kapal Perang Dunia II di Kepulauan Derawan, Mitos atau Fakta?
Menelusuri Jejak Azuma, Kapal Perang Dunia II di Kepulauan Derawan, Mitos atau Fakta?
di kedalaman 40 meter," ungkap Wakil Bupati, Agus Tantomo.
"Cerita itu disampaikan langsung ke saya.
Dan saya melihat, tidak ada alasan bagi Walther untuk
berbohong," kata Agus Tantomo.
Sayangnya, hanya sedikit orang yang mengetahui letak bangkai kapal perang,
pesawat dan jangkar kapal
raksasa itu. Dua orang mengaku lupa koordinatnya, sebagian lagi sengaja menyembunyikan untuk
kepentingan bisnisnya.
Sebagian masih berusaha mengingat-ingat lokasinya.
"Waktu itu saya sedang gila menyelam, seperti anak-anak yang baru dapat sepeda baru.
Tapi zaman dulu,
belum ada alat secanggih sekarang untuk menandai lokasi, atau mengambil gambar," imbuh Batara, yang
sudah menyelam sejak usianya masih 18 tahun pada tahun 1991 silam.
Namun adanya saksi dan kecocokan cerita dari para narasumber,
Wakil Bupati Agus Tantomo menyakini,
jika bangkai kapal dan pesawat jepang itu, benar-benar ada.
"Ini yang kita sayangkan. Karena itu perlu ditelusuri.
Jangan sampai tempat-tempat (pemyelaman) ini
dibawa ke dalam kubur.
Kita tidak pernah tahu kalau ada tempat menyelam seperti itu," ungkapnya.
Menurut Agus, jika memang benar ada bangkai kapal perang dunia kedua, titik penyelaman ini akan
menjadi objek wisata yang mampu menarik jutaan wisatawan penggmar selam.
Pasalnya, objek bangkai
kapal tidak hanya menarik untuk dikunjungi, namun juga memiliki arti sejarah, bagian dari perang dunia
yang saat itu memang melibatkan banyak negara. (*)
Puluhan Nelayan di Pulau Maratua dan Derawan Kekurangan BBM
Bahan Bakar Minyak, selama ini memang masih menjadi kendala bagi para nelayan.
Pasalnya, selama ini para nelayan pun terpaksa mengantre BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
(SPBU). Bersama warga yang antre mengisi BBM mobil dan sepeda motor.
Nelayan di Pulau Maratua dan Derawan misalnya, mereka harus membeli BBM di SPBU yang ada di
Kampung Tanjung Batu.
Kepala Bidang Penangkapan Dan Pelayanan Usaha, Dinas Perikanan Berau, Jen Mohamad membenarkan,
ketersediaan BBM untuk nelayan di Kabupaten Berau memang masih kurang.
Disebutkannya, ada 3.469 kapal yang berhak mendapat BBM bersubsidi, sementara kuota BBM sebanyak
1.006.140,57 liter per bulan, hanya mampu memenuhi 40 persen kebutuhan nelayan. “Jadi antara kuota
BBM dan jumlah kapal masih kurang sekali," ujarnya.
Persoalan ini, menurutnya juga pernah disampaikan kepada Agen Premium dan Minyak Solar (APMS) dan
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Namun APMS dan SPBU, kata Jen Mohammad, tidak dapat berbuat banyak. Karena APMS dan SPBU hanya
mendapat jatah atau kuota sesuai kapasitas tempat penyimpanan BBM yang mereka miliki.
Penggunaan BBM bersubsidi untuk nelayan, kata Jen Mohammad, diatur berdasarkan kapasitas mesin
kapal yang digunakan, kemudian dihitung berdasarkan lamanya nelayan melakukan aktivitas di laut.
"Contohnya begini, dengan kapasitas mesin 24 PK, itu biasanya menghabiskan 238 liter BBM per bulan. Jadi
sudah ada standarnya," kata Jen.
Karena keterbatasan kuota ini, pihaknya pun harus melakukan pengawasan dengan ketat. Untuk
mengantisipasi oknum nakal yang menyalahgunakan BBM bersubsidi.
Apalagi menjual BBM bersubisidi dengan harga industri, per kapal bisa mendapat lebih dari 200 liter, tentu
akan memberikan keuntungan yang menggiurkan.
"Karena ada kemungkinan BBM yang didapat itu untuk dijual kembali, bukan digunakan untuk melaut. Jika
kami temukan, akan dicoret namanya dan tidak akan mendapat jatah BBM bersubsidi lagi," tegasnya.
Karena itu, pihaknya juga mengingatkan para nelayan, agar tidak ‘bermain’ dengan BBM bersubsidi.
“Pergunakan BBM bersubsidi ini dengan sebaik-baiknya. Karena kuotanya juga terbatas,” tandasnya. (*)
Baca juga;
• Sebabkan Antrean BBM, Polres Berau Tangani Tujuh Kasus BBM Ilegal, Sebagian Pelaku Para Pengetap
• Jadi Unggulan Pariwisata Kaltim, Tapi Faktor Ini yang Bikin Berau Masih Tertinggal dari Bali
• Sudah Dilarang, IRT di Berau Ini Masih Nekat Jualan Aksesoris dari Sisik Penyu, Begini Nasibnya