Menelusuri Jejak Azuma, Kapal Perang Dunia II di Kepulauan Derawan, Mitos atau Fakta?

Menelusuri Jejak Azuma, Kapal Perang Dunia II di Kepulauan Derawan, Mitos atau Fakta?

Editor: Mathias Masan Ola
Tribunkaltim.co, Geafry Necolsen
Objek wisata buatan bawah laut yang dibuat oleh Berau Journalist Divers. Hingga kini, masih banyak objek wisata bawah laut yang belum muncul dalam peta wisata. Bahkan, sebagian lagi memiliki nilai sejarah, karena konon kabarnya, jauh di dasar laut Kepulauan Derawan, terbenam kapal perang sisa perang dunia kedua. 

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB - Menelusuri Jejak Azuma, Kapal Perang Dunia II di Kepulauan Derawan, Mitos atau Fakta?

Pemkab Berau menggelar pertemuan dengan Berau Journalist

Divers dan Persatuan Penyelam Profesional Berau dalam Seminar Directory Diving Spots.

Awalnya, seminar ini bertujuan untuk memetakan kembali, situs penyelaman mana saja yang selama ini

tidak masuk dalam peta wisata bawah laut.

Karena setelah puluhan tahun, titik penyelaman ini tidak

pernah diperbaharui, padahal, banyak lokasi penyelaman baru yang ditemukan.

Terutama di sekitar Pulau Derawan, Maratua, Kakaban, Sangalaki dan sekitarnya.

Menariknya, selain

membahas objek penyelaman baru, muncul sejumlah kesaksian,

adanya bangkai kapal perang raksasa dari

sisa-sisa perang dunia kedua.

Muncul juga laporan adanya bangkai pesawat dan sebuah jangkar kapal raksasa. Masing-masing objek ini

terpisah jauh.

Batara, salah seorang penyelam senior di Kabupaten Berau mengatakan,

puluhan tahun lalu, dia pernah

menyelam dan melihat sebuah jangkar kapal raksasa setinggi 7 meter di dalam laut.

Tidak haanya jangkar, di tempat berbeda, dia juga melihat bangkai kapal raksasa.

"Tahun 90an (tepatnya

1991) waktu itu sedang senja, saya melihat bangkai kapal rusak.

Saya tidak lihat lambung kapal (berlubang)

tapi ada mesin yang tingginya lebih dari (badan) saya," kata Batara yang memiliki tinggi badan sekitar 170

centimeter ini.

"Mesin kapal itu sangat besar. Saya tidak tahu kapal apa. Itu ada di sekitar Pulau Rabu-Rabu, dekat Tanjung Batu," ungkapnya.

Batara tidak dapat memastikan, apakah itu kapal perang.

Namun dirinya melihat, ada bagian kapal yang

mirip meriam.

"Pada zaman pak Masjuni (mantan Bupati Berau), beliau menyimpan fish finder (radar pencari ikan),

gambar bangkai kapal seperti kapal perang.

Di fish finder itu ada koordinat dalam memorinya.

Tinggal cari itu saja kalau mau mencari bangkai kapalnya," kata Batara.

Kesaksian lain juga muncul dari Camat Pulau Maratua, Marsudi.

Pria yang hobi memancing ini, pernah

melihat bangkai kapal perang.

"Waktu itu saya sedang mancing di sekitar Pulau Mataha.

Cuaca sedang

bagus, airnya jernih. Sehingga dari atas itu, kelihat ada bangkai kapal di dasar laut. Kapal itu besar sekali,"

ungkap Marsudi kepada Tribunkalttim.Co.

Bahkan Marsudi mengaku, melihat tulisan Azuma di badan kapal.

Tidak hanya Batara dan Marsudi,

seorang CEO perusahaan asal Jerman yang membuka resort di Pulau Maratua, bernama Walther, juga

menceritakan adanya bangkai kapal perang raksasa yang diyakini milik Jepang.

"Walther CEO Nabuco Resort (asal Jerman yang membangun resort di Kabupaten Berau) mengatakan, ada

spot diving (titik penyemanan) di Pulau Mataha.

Di sana ada bangkai kapal perang dunia sebesar 80 meter

di kedalaman 40 meter," ungkap Wakil Bupati, Agus Tantomo.

"Cerita itu disampaikan langsung ke saya.

Dan saya melihat, tidak ada alasan bagi Walther untuk

berbohong," kata Agus Tantomo.

Sayangnya, hanya sedikit orang yang mengetahui letak bangkai kapal perang,

pesawat dan jangkar kapal

raksasa itu. Dua orang mengaku lupa koordinatnya, sebagian lagi sengaja menyembunyikan untuk

kepentingan bisnisnya.

Sebagian masih berusaha mengingat-ingat lokasinya.

"Waktu itu saya sedang gila menyelam, seperti anak-anak yang baru dapat sepeda baru.

Tapi zaman dulu,

belum ada alat secanggih sekarang untuk menandai lokasi, atau mengambil gambar," imbuh Batara, yang

sudah menyelam sejak usianya masih 18 tahun pada tahun 1991 silam.

Namun adanya saksi dan kecocokan cerita dari para narasumber,

Wakil Bupati Agus Tantomo menyakini,

jika bangkai kapal dan pesawat jepang itu, benar-benar ada.

"Ini yang kita sayangkan. Karena itu perlu ditelusuri.

Jangan sampai tempat-tempat (pemyelaman) ini

dibawa ke dalam kubur.

Kita tidak pernah tahu kalau ada tempat menyelam seperti itu," ungkapnya.

Menurut Agus, jika memang benar ada bangkai kapal perang dunia kedua, titik penyelaman ini akan

menjadi objek wisata yang mampu menarik jutaan wisatawan penggmar selam.

Pasalnya, objek bangkai

kapal tidak hanya menarik untuk dikunjungi, namun juga memiliki arti sejarah, bagian dari perang dunia

yang saat itu memang melibatkan banyak negara. (*)

Puluhan Nelayan di Pulau Maratua dan Derawan Kekurangan BBM

Bahan Bakar Minyak, selama ini memang masih menjadi kendala bagi para nelayan.

Pasalnya, selama ini para nelayan pun terpaksa mengantre BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum

(SPBU). Bersama warga yang antre mengisi BBM mobil dan sepeda motor.

Nelayan di Pulau Maratua dan Derawan misalnya, mereka harus membeli BBM di SPBU yang ada di

Kampung Tanjung Batu.

Kepala Bidang Penangkapan Dan Pelayanan Usaha, Dinas Perikanan Berau, Jen Mohamad membenarkan,

ketersediaan BBM untuk nelayan di Kabupaten Berau memang masih kurang.

Disebutkannya, ada 3.469 kapal yang berhak mendapat BBM bersubsidi, sementara kuota BBM sebanyak

1.006.140,57 liter per bulan, hanya mampu memenuhi 40 persen kebutuhan nelayan. “Jadi antara kuota

BBM dan jumlah kapal masih kurang sekali," ujarnya.

Persoalan ini, menurutnya juga pernah disampaikan kepada Agen Premium dan Minyak Solar (APMS) dan

Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Namun APMS dan SPBU, kata Jen Mohammad, tidak dapat berbuat banyak. Karena APMS dan SPBU hanya

mendapat jatah atau kuota sesuai kapasitas tempat penyimpanan BBM yang mereka miliki.

Penggunaan BBM bersubsidi untuk nelayan, kata Jen Mohammad, diatur berdasarkan kapasitas mesin

kapal yang digunakan, kemudian dihitung berdasarkan lamanya nelayan melakukan aktivitas di laut.

"Contohnya begini, dengan kapasitas mesin 24 PK, itu biasanya menghabiskan 238 liter BBM per bulan. Jadi

sudah ada standarnya," kata Jen.

Karena keterbatasan kuota ini, pihaknya pun harus melakukan pengawasan dengan ketat. Untuk

mengantisipasi oknum nakal yang menyalahgunakan BBM bersubsidi.

Apalagi menjual BBM bersubisidi dengan harga industri, per kapal bisa mendapat lebih dari 200 liter, tentu

akan memberikan keuntungan yang menggiurkan.

"Karena ada kemungkinan BBM yang didapat itu untuk dijual kembali, bukan digunakan untuk melaut. Jika

kami temukan, akan dicoret namanya dan tidak akan mendapat jatah BBM bersubsidi lagi," tegasnya.

Karena itu, pihaknya juga mengingatkan para nelayan, agar tidak ‘bermain’ dengan BBM bersubsidi.

“Pergunakan BBM bersubsidi ini dengan sebaik-baiknya. Karena kuotanya juga terbatas,” tandasnya. (*)

Baca juga;

Sebabkan Antrean BBM, Polres Berau Tangani Tujuh Kasus BBM Ilegal, Sebagian Pelaku Para Pengetap

Jadi Unggulan Pariwisata Kaltim, Tapi Faktor Ini yang Bikin Berau Masih Tertinggal dari Bali

Sudah Dilarang, IRT di Berau Ini Masih Nekat Jualan Aksesoris dari Sisik Penyu, Begini Nasibnya

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved