Soal Presiden Dipilih MPR, Mardani Ali Sera PKS Beda dengan PBNU, Oligarki, Tak Ada Jokowi dan SBY

Soal Presiden dipilih MPR, Mardani Ali Sera PKS beda dengan PBNU, oligarki, tak ada Jokowi dan SBY.

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Kolase Tribun Kaltim
Mardani Ali Sera PKS dan Said Aqil Siradj PBNU 

Pertemuan itu membahas wacana amendemen UUD 1945.

Bamsoet menuturkan, PKS memberikan respons yang baik.

PKS menyarankan jika masa jabatan Presiden nantinya jadi salah satu poin amendemen, tidak boleh terjebak politik praktis.

"Kami juga diingatkan DPP PKS, jika aspirasi tersebut seandainya berkembang dan desakan publik kuat untuk melakukan amendemen, PKS mengingatkan agar tidak terjebak dengan hal politik praktis karena harus memikrikan politik kebangsaan ke depan," tambah Bamsoet.

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengungkapkan adanya wacana perubahan masa jabatan presiden dan wakil presiden terkait amendemen UUD 1945.

Artinya, amendemen UUD 1945 tidak hanya sebatas menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Menurut Hidayat ada anggota fraksi di MPR yang mewacanakan seorang presiden dapat dipilih kembali sebanyak tiga periode.

Ada pula yang mewacanakan presiden hanya dapat dipilih satu kali namun masa jabatannya diperpanjang menjadi 8 tahun.

"Iya memang wacana tentang amendemen ini memang beragam sesungguhnya, ada yang mewacanakan justru masa jabatan presiden menjadi tiga kali, ada yang mewacanakan untuk satu kali saja tapi dalam 8 tahun.

Itu juga kami tidak bisa melarang orang untuk berwacana," ujar Hidayat, Rabu (20/11/2019).

Menurut Hidayat, ada anggota fraksi di MPR yang mewacanakan seorang presiden dapat dipilih kembali sebanyak tiga periode.

Ada pula yang mewacanakan presiden hanya dapat dipilih satu kali namun masa jabatannya diperpanjang menjadi 8 tahun.

"Iya memang wacana tentang amendemen ini memang beragam sesungguhnya, ada yang mewacanakan justru masa jabatan presiden menjadi tiga kali, ada yang mewacanakan untuk satu kali saja tapi dalam 8 tahun. Itu juga kami tidak bisa melarang orang untuk berwacana," ujar Hidayat, Rabu (20/11/2019). (*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved