Akhirnya Lepas dari Tekanan Petahana saat Pilkada, IGI Senang Jokowi Tarik Semua Guru Jadi PNS Pusat

Untuk saat ini, status masih ada dualisme terkait status PNS guru. Guru TK, SD sederajat, SMP sederajat menjadi “milik” pemerintah kabupaten/kota

Penulis: Doan Pardede | Editor: Rita Noor Shobah
TRIBUNNEWS
STATUS GURU BERUBAH - Untuk saat ini, status masih ada dualisme terkait status PNS guru. Guru TK, SD sederajat, SMP sederajat menjadi “milik” pemerintah kabupaten/kota 

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, menghapus Ujian Nasional (UN) disayangkan oleh sejumlah aktivis dan pemerhati pendidikan di Sulsel.

Bukan karena mereka “cinta ujian nasional”.

Mereka menyayangkan keputusan Nadiem Makarim menghapus ujian nasional karena ditunda setahun lagi. Ujian nasional baru dihapus pada 2021.

Sistem ujian nasional yang berlaku saat ini tidak akan digunakan lagi pada 2021.

Ujian seperti yang kita kenal sejak 2005 ini akan diganti dengan penilaian (asesmen) kompetensi minimum dan survei karakter Pancasilais.

Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI), M Ramli Rahim, menegaskan, pengapusan ujian nasional sudah sangat terlambat jika menunggu 2021.

“Penghapusan Ujian Nasional mulai tahun 2021 sesungguhnya sudah sangat terlambat. Ujian nasional sudah seharusnya dihapuskan mulai tahun 2020 ini. Mengapa? Karena ujian nasional selama ini lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya bahkan kita tidak menemukan manfaat sama sekali dari ujian nasional,” jelas Ramli Rahim.

Menurut Ramli Rahim, ujian nasional mengakibatkan siswa dan guru-guru kita lebih fokus menghadapi ujian dibanding mempersiapkan kemampuan siswa.

Bagi mereka, ujian nasional jauh lebih penting daripada bakat, kemampuan nalar, kemampuan sosial dan kepribadian, serta kemampuan dasar siswa.

“Ujian nasional selama ini hanya menghidupkan bimbingan bimbingan belajar dan dengan demikian tes di sekolah-sekolah. Bimbingan-bimbingan ini tentu saja bukan melatih siswa agar memiliki kemampuan nalar yang baik, bukan pula melatih siswa memiliki kemampuan analisa yang tinggi,” jelas Ramli Rahim, alumnus Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alama (MIPA) Universitas Hasanuddin (Unhas).

Pendiri Bimbingan Belajar Ranu Prima College (RPC) itu mengatakan, bimbingan belajar hanya melatih siswa lebih pada kemampuan menjawab soal UN dengan benar tanpa harus memahami isi soalnya.

Dan karena itu kemudian ujian nasional ini justru berpartisipasi terhadap rendahnya kemampuan literasi, kemampuan matematika, dan kemampuan sains anak didik kita karena fokusnya bagaimana mendapatkan jawaban yang benar, maka cara-cara praktis ditempuh dan ini mengakibatkan kemampuan siswa jauh menurun.

Di sisi lain, lanjut Ramli Rahim, ujian nasional membutuhkan anggaran yang begitu besar, meskipun tidak lagi menggunakan kertas.

Tahun 2019 Kemendikbud masih menganggarkan Rp 210 miliar untuk ujian nasional.

Andai saja Rp 210 miliar ini digunakan untuk pengangkatan guru, pemerintah akan mampu mengangkat 3.500 guru dengan pendapatan rata-rata Rp.5.000.000 per bulan.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved