Banjir Jakarta
DKI Jakarta Dilanda Banjir Besar, Top Skor Persija Marko Simic Unggah Hal Mengharukan di Instagram
DKI Jakarta dilanda banjir besar, Top Skor Persija Marko Simic unggah hal mengharukan di Instagram
TRIBUNKALTIM.CO - DKI Jakarta dilanda banjir besar, Top Skor Persija Marko Simic unggah hal mengharukan di Instagram.
Top Skor Liga 1 2019 Marko Simic turut prihatin dengan banjir besar yang kini melanda wilayah DKI Jakarta.
Striker idola Jakmania ini pun mengunggah gambar mengharukan di Instagram mengenai banjir di DKI Jakarta.
Marko Simic mengunggah gambar bocah korban banjir di dalam genangan air sambil mengenakan seragam kebesaran Persija, bertuliskan Simic.
Penyerang Persija Jakarta, Marko Simic masih menujukkan kepedulian pada Jakarta meski tengah liburan.
Marko Simic kini tengah menikmati liburan sebelum kembali berkompetisi dengan Persija Jakarta di musim 2020.
• Persebaya Siap Telikung Persib Bandung Rebut Makan Konate, Incar Trio Tira Persikabo, Ciro Alves?
• Rekrut Otavio Dutra dan Alfath Fathier, Persija Jakarta Incar Evan Dimas dan Pelatih Juara Ini
• Bantah Anak Umuh Muchtar, Robert Rene Alberts Sebut Suka Top Skor Arema FC ke Persib Bandung, Tapi
• Resmi Persebaya Perpanjang Kontrak 6 Pemain, Tanpa Nama Idola Bonek Osvaldo Haay di Klub Aji Santoso
Di momen liburan tersebut, Marko Simic tampaknya memilih liburan bersama keluarganya.
Pemain asal Kroasia itu diketahui kini tengah berada di Serbia bersama rekannya sesama pesepak bola.
Namun, meski tengah liburan Marko Simic rupanya ikut kepikiran soal banjir yang melanda Jakarta.
Ibu Kota Indonesia itu kini memang tengah berjuang menghadapi banjir yang datang di musim hujan.
Melihat Jakarta yang terendam banjir, Marko Simic pun turut berdoa agar semuanya baik-baik saja.
"Berharap setiap orang lebih baik dan semua akan baik-baik saja, rumahku Jakarta," tulis Marko Simic di story Instagramnya.
Ia juga berharap agar warga Jakarta kuat dengan cobaan yang datang di awal tahun.
"Sayangnya beberapa orang memasuki tahun baru dengan terjadinya bencana, tetap kuat JAKARTA!, selamat tahun baru," tulis Marko Simic di unggahan lainnya.
Pakar Sindir Anies Baswedan
Dilansir dari Tribun Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih meyakini naturalisasi sungai sebagai langkah untuk menangani banjir yang melanda ibu kota.
Pernyataan Anies Baswedan tersebut dinilai Pakar Bioteknologi Lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali, sebagai cara berpikir yang keliru.
Menurut Firdaus, saat ini yang dibutuhkan Pemprov DKI Jakarta adalah menormalisasi sungai bukan menaturalisasinya.
Mulanya, dalam wawancara dengan Kompas TV pada Rabu (1/1/2020) malam, Firdaus menjelaskan banjir yang menimpa Jakarta awal tahun 2020 berbeda dari 2007.
Pada 2007 silam, banjir yang menggenangi Jakarta disebabkan hujan deras di hulu Sungai Ciliwung, ditambah hujan lokal ditambah air laut di utara Jakarta pasang.
Sementara pada 2020, banjir di DKI Jakarta karena cuaca ekstrem di mana intensitas hujan tinggi di hulu ditambah hujan deras di tingkat lokal.
"Pasca banjir 2007 kita kemudian sudah melakukan pembenahan dan mengantisipasi kejadian serupa yang lebih ekstrem lagi di depan," ungkap Firdaus Ali.
Pembenahan tersebut dilakukan Pemerintah Pusat dengan membangun bendungan kering atau draine dam, yakni di Ciawi dan Sukamahi.
Namun prosesnya panjang di antaranya pembebasan lahan tidak mudah ditambah faktor sosial lainnya.
Akhirnya, tandatangan kontrak pelaksanaan proyek pembangunan draine dam baru terealisasi pada 2016.
Bendungan Ciawi kapasitas 6,45 juta meter kubik dan Sukamahi 1,68 juta meter kubik.
Rencananya, menurut Firdaus Ali, proyek dua bendungan itu baru akan selesai pada akhir 2020 dan berfungsi pada 2021.
Fungsi dua draine dam di atas bisa memperlambat datangnya air dari hulu sampai Jakarta yang biasanya memakan waktu 6-8 jam menjadi lebih lama.
"Dengan kapasitas total sekitar 8 juta meter kubik air bisa kita perpanjang dan mengurangi dampaknya kira-kira sampai 30 persen setidaknya sampai air masuk DAS Ciliwung dan Cisadane," terang Firdaus Ali.
Bendungan Ciawi dan Sukamahi, lanjut dia, menahan antrean air tidak masuk langsung ke DAS Ciliwung, namun itu saja tidak cukup.
Sementara dua bendungan tadi dibuat, kata Firdaus Ali, Pemprov DKI Jakarta harus membenahi normalisasi sungai, mengembalikan fungsi situ-situ, waduk, danau, drainase mikro dan mikro maupun penghubungnya.
Ia membenarkan beberapa dari 13 sungai di Jakarta menjadi wewenang Pemerintah Pusat seperti Ciliwung dan Pesanggrahan. Namun, proses normalisasi menjadi tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta.
Saat Pemerintah Pusat memasang beton di kiri kanan Sungai Ciliwung, Pemprov DKI harus ikut bertanggung jawab khususnya untuk membebaskan lahan dan merelokasi warga terdampak normalisasi.
Saat ini, dari 33 kilometer yang menjadi proyek normalisasi pascabanjir yang lalu baru 16 kilometer saja yang bisa dikerjakan oleh Pemerintah Pusat.
"Sehebat apapun Pemerintah Pusat membantu, tetap peran pemerintah daerah menentukan sekali khususnya untuk relokasi dan pemindahan warga yang terdampak lahan normalisasi," terang Firdaus Ali.
Ketika disinggung apakah langkah Anies benar yang mengatakan kunci mengatasi banjir adalah tergantung penanganan di hulu, Firdaus meluruskan.
"Tidak, salah.
Gubernur Anies salah.
Di hulu Pemerintah Pusat sedang kerjakan bersama Pemerintah Jawa Barat. Itu sedang kita kerjakan (membangun bendungan, red)."
Ia melanjutkan, pembangunan bendungan di hulu memang belum selesai, tapi kalau Pemprov DKI Jakarta bisa menormalisasi saluran, air tidak akan parkir kemana-mana.
Akhirnya bisa mengalir ke hilir.
"Kalau Gubernur Anies mengatakan kuncinya di hulu, ya benar. Tapi kerjakan yang menjadi domain dan tanggung jawabnya Pemprov DKI Jakarta," terang dia.
"Jangan kemudian berpolemik dengan bahasa-bahasa, narasi dan kata-kata seakan-akan indah untuk diucapkan tapi ketika dipraktikkan gagal," sambung Firdaus Ali.
Firdaus kemudian menjelaskan perbedaan genangan dan banjir.
Menurut dia, Jakarta tergenang karena hujan lokal, tapi kalau banjir hujan kiriman dari hulu atau DAS Ciliwung ditambah hujan dalam kota.
Dari awal Pemprov DKI Jakarta sudah diingatkan untuk menyelesaikan tanggung jawabnya, dan memang tidak mudah membebaskan lahan.
Ia menjelaskan kenapa normalisasi tak jalan karena Pemprov DKI Jakarta tidak mau membebaskan lahan.
Menurut orang-orang di lingkungan Pemprov DKI Jakarta mengatakan Anies lebih suka menggunakan naturalisasi.
"Bagi saya (naturalisasi seperti dimaksud Anies, red) mungkin ilmu saya belum sampai ke sana meski 34 tahun bergelut di bidang ini."
"Bahwa naturalisasi sah-sah saja kalau diterapkan di daerah yang tidak crowded di Jakarta, misalnya untuk di ibu kota baru.
Normalisasi pilihan paling tepat, tidak ada pilihan yang lain," tegas dia. (*)