SBY Harap AS, Iran dan Irak Tahan Diri, Belajar dari Perang Dunia I dan II
Susilo Bambang Yudhoyono berharap Amerika Serikat, Iran dan Irak menahan diri dan berpikir secara jernih untuk tidak meningkatkan ekskalasi konflik
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono berharap Amerika Serikat, Iran dan Irak menahan diri dan berpikir secara jernih untuk tidak meningkatkan ekskalasi konflik di Timur Tengah.
Sebab, setiap langkah yang akan ditempuh, sebut dia, harus dilakukan dengan perhitungan yang matang demi menghindari terjadinya perang yang lebih luas.
"Harapan saya adalah apa yang harus dilakukan oleh Amerika Serikat, Iran, dan Irak dan juga dunia pada umumnya, agar sebuah peperangan di kawasan yang rakyatnya sudah cukup menderita itu dapat dicegah dan dihindari," tulis SBY seperti dikutip dari akun Facebook resminya, Rabu (8/1/2020).
Ketua Umum Partai Demokrat itu mengatakan, perang kerap terjadi karena kesalahan kalkulasi.
Perang Dunia I, misalnya, yang mengakibatkan lebih dari 40 juta jiwa tewas lantaran terbunuhnya Pangeran Franz Ferdinand dari Austria-Hongaria di Sarajevo pada bulan Juni 1914.
Peristiwa yang menyulut peperangan besar ini sering disebut sebagai "kecelakaan sejarah" (unexpected accident).
Demikian halnya Perang Dunia II yang terjadi di wilayah Pasifik yang dipicu oleh serangan mendadak angkatan udara Jepang terhadap pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbour, 7 Desember 1941.
• Video Viral Detik-detik Kecelakaan Pesawat Boeing Ukraina Berpenumpang 170 Orang Jatuh di Iran
• Gejala Mulai Terlihat, Inilah Dampak Buruk Perang AS vs Iran ke RI, Paling Terasa Soal Listrik & BBM
• Iran Amerika Serikat Tegang, Kemenlu Beri 7 Poin Imbauan, Berikut Nomor Hotline yang Bisa Dihubungi
• Reaksi Donald Trump Usai Pangkalan Militer AS Diserang Iran, Pentagon Siapkan Rudal Balasan
Akibatnya, 70 juta hingga 85 juta jiwa orang meninggal dunia baik di Eropa maupun kawasan Pasifik.
"Para ahli sejarah mengatakan bahwa Jepang menyerang Amerika Serikat itu adalah sebuah kesalahan. Diibaratkan Jepang sebagai membangunkan macan tidur. Kesalahan itu sebuah strategic miscalculation yang dilakukan oleh para politisi dan jenderal-jenderal militer Jepang,” ujar SBY.
"Kejadian miskalkulasi ini atau salah hitung, kerap menjadi faktor yang mendorong terjadinya peperangan. Demikian juga kejadian di lapangan, yang tak terduga, seperti yang terjadi di Sarajevo tahun 1914 dulu," tuturnya.
Oleh sebab itu, SBY berharap agar para pemimpin dunia serta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dapat terus menyerukan perdamaian dan tidak melakukan pembiaran atas segala bentuk tindakan yang dapat mengancan umat manusia yang ada di Timur Tengah.
"Terlalu berbahaya jika nasib dunia, utamanya nasib 600 ratus juta lebih saudara-saudara kita yang hidup dan tinggal di kawasan itu, hanya diserahkan kepada para politisi dan para jenderal Amerika Serikat, Iran dan Irak," kata SBY. "Timur Tengah dan bahkan dunia akan bernasib buruk jika para politisi, diplomat dan jenderal di negara-negara itu melakukan kesalahan yang besar," tutur dia.
Sebelumnya, Iran melalui Garda Revolusi menyatakan, mereka menghujani markas pasukan AS dan sekutunya di Irak dengan "puluhan rudal".
Operasi itu dikatakan merupakan pembalasan atas pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani oleh AS pada Jumat pekan lalu (3/1/2020).
Dilansir Sky News pada Rabu (8/1/2020), "puluhan rudal" itu ditembakkan Divisi Luar Angkasa Garda Revolusi Iran, dan dinamai "Martir Soleimani".
Sumber keamanan kepada AFP mengungkapkan, serangan itu terjadi dalam tiga gelombang selepas tengah malam waktu setempat.
Setidaknya sumber itu menghitung ada sembilan rudal yang menghantam markas pasukan AS di Ain al-Assad, barat Irak.
Sementara Pentagon menerangkan serangan juga terjadi di instalasi yang menampung koalisi internasional pimpinan AS di Arbil.
Asisten Menteri Pertahanan untuk Urusan Publik, Jonathan Hoffman, menyatakan rudal itu ditembakkan pukul 17.30 waktu AS pada Selasa (7/1/2020).
"Sudah jelas bahwa serangan tersebut berasal dari Iran, dan menargetkan dua pangkalan militer Irak di al-Assad dan Arbil," ujarnya.
• Perang Dimulai, Iran Bombardir Pangkalan Militer AS Demi Qasem Soleimani, Incar Kepala Donald Trump
• Rudal-rudal Iran Tembak Pangkalan Militer Amerika Serikat, Buntut Pembunuhan Mayjen Qassem Soleimani
Prosesi Pemakaman Bawa Korban 33 Nyawa
Prosesi pemakaman Mayor Jenderal Qassem Soleimani, Komandan Pasukan Quds, Iran, membawa korban jiwa.
Setidaknya 32 orang pelayat kehilangan nyawa dan 200 orang lainnya menderita luka-luka akibat saling injak dan berdesak-desakan di Kota Kerman, Selasa (7/1).
Korban pembunuhan yang dilakukan militer Amerika Serikat tersebut hendak dimakamkan di kampung halamannya, Kerman, setelah menjalani rangkaian prosesi sejak jenazahnya tiba di Iran, Minggu (5/1/2020) lalu.
Pemakaman Qassem menyedot ribuan pelayat dari berbagai wilayah di Iran.
Mereka berupaya mendekati mobil yang membawa peti jenazah Qassem sehingga terjadi aksi desak-desakan dan saling injak
Televisi pemerintah menyebutkan 32 orang tewas dan 190 lainnya terluka. Rekaman yang beredar di internet menunjukkan sejumlah petugas berusaha mati‑matian untuk menyelamatkan pelayat yang terinjak-injak dan jatuh ke tanah.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, yang sempat menangis di depan peti mati Qassem Soleimani, telah memerintahkan pasukan negaranya untuk menyerang kepentingan Amerika Serikat (AS).
Iran mengatakan telah menetapkan 13 skenario balas dendam.
Komandan Garda Revolusi Hossein Salami mengatakan Iran akan 'membakar' sekutu‑sekutu AS. Presiden AS Donald Trump telah bersumpah akan melakukan balasan jika Iran menyerang kepentingan AS di manapun.
Di Kerman, pelayat berpakaian hitam berkumpul di Azadi Square, lokasi persemayaman peti mati Qassem Soleimani dan pembantu dekatnya, Hossein Pourjafari.
"Tidak ada kompromi! Balas dendam!" teriak massa ketika melihat peti mati Qassem Soleimani melintas.
Kepala Layanan Medis Darurat Iran, Pirhossein Koulivand, yang berbicara melalui telepon kepada stasiun televisi pemerintah menyatakan telah terjadi kekacauan dan saling injak di jalan‑jalan yang penuh sesak oleh ribuan pelayat.
"Sebagai akibat dari dorong-dorongan, warga mengalami luka-luka, bahkan ada yang tewas, selama prosesi pemakaman," katanya. Kantor Berita ISNA kemudian melaporkan pemakaman ditunda namun tidak dijelaskan berapa lama.
Duta Besar Inggris untuk Iran, Rob Macaire, menyampaikan duka cita atas jatuhnya korban jiwa di Kerman melalui akun Twitternya.
"Saya sangat menyesal mendengar berita tentang hilangnya nyawa di Kerman," ujarnya.
• Rudal-rudal Iran Tembak Pangkalan Militer Amerika Serikat, Buntut Pembunuhan Mayjen Qassem Soleimani
• NEWS VIDEO Pria Kelahiran Jambi, Dihukum Seumur Hidup di Inggris, Pelaku Kejahatan Seksual 48 Pria
Pria Hebat
Sebelum terjadi kekacauan, kerumunan massa melambaikan bendera dan memegang foto‑foto Qassem Soleimani, sambil meratap.
Anak‑anak sekolah terdengar meneriakkan,"Kematian bagi Trump," sementara orang banyak meneriakkan, "Matilah Israel," ketika Hossein Salami bersumpah membalas dendam pada AS.
"Qassem Soleimani lebih kuat ... sekarang dia sudah wafat. Musuh membunuhnya secara tidak adil. Kami akan membalas dendam. Kami akan membakar mereka semua," ujar Salami dalam orasinya di depan massa.
Seorang pelayat, Hemmat Dehghan, mengatakan dia melakukan perjalanan dari Kota Shiraz, Iran bagian selatan, untuk memberi hormat kepada Qassem.
"Ia (Qassem Soleimani) tidak hanya dicintai di Kerman, atau Iran, tetapi juga seluruh dunia," kata veteran perang berusia 56 tahun itu.
Seorang pelayat lain mengatakan pembunuhan terhadap Qassem mendidihkan darah rakyat Iran.
"Dia dipandang sebagai pria hebat yang siap melayani rakyatnya baik di masa perang maupun sekarang. Kematiannya harus dibalaskan," kata Sara Khaksar, seorang siswa berusia 18 tahun.
Mayor Jenderal Qassem Soleimani tewas mengenaskan setelah mobil yang ditumpanginya dihantam rudal yang dilepaskan pesawat tak berawak (drone) milik militer AS, Jumat lalu.
Saat itu Qassem bersama rombongannya hendak meninggalkan Bandara Internasional Baghdad, Irak. Ia baru saja mendarat setelah penerbangan dari Suriah.
Presiden Trump yang memerintahkan pembunuhan itu menyebut Qassem dihabisi karena merencanakan sejumlah serangan terhadap kepentingan AS di Timur Tengah.
Selain itu ia juga dianggap bertanggungjawab terhadap sejumlah aksi terorisme yang menyasar warga AS dan sekutunya. (dailymail/cnn/feb)