Beda Pendapat Anak Buah Megawati Setelah PDIP Terjerat Kasus Suap Komisioner KPU yang Ditangani KPK
beda pendapat anak buah Megawati, Johan Budi dan Hasto Kristiyanto setelah PDIP terjerat kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang ditangani KPK
TRIBUNKALTIM.CO - Beda pendapat anak buah Megawati, Johan Budi dan Hasto Kristiyanto setelah PDIP terjerat kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang ditangani KPK.
Setelah OTT KPK dalam kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan mencuat, nama partai PDIP mendadak masuk pusaran hitam.
Pasalnya kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan melibatkan eks caleg PDI Perjuangan, Harun Masiku.
Semenjak kasus suap tersebut mencuat, PDIP mulai digoncang hingga dikabarkan partai Megawati ini mulai tak solid.
Hal ini terlihat dari perbedaan pendapat antara dua anak buah Megawati di partai berlambang banteng itu, Hasto Kristiyanto dan Johan Budi.
Dua anak buah Megawati, Hasto Kristiyanto dan Johan Budi berbeda pendapat terkait kasus suap yang melibatkan eks caleg PDIP itu.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto berpendapat partainya menjadi korban framing.
• Tim Hukum PDIP dengan Dewas KPK Bertemu, Aktivis ICW: Pertemuan Tersebut Langkah yang Keliru
• Pertanyakan Surat Penggeledahan, PDIP Adukan Kasus Harun Masiku ke Dewas KPK, Pakar UGM : Berlebihan
• KPK Gagal Geledah Kantor PDIP, Tim Hukum Partai Megawati: Surat Penggeledahan Hanya Dikibas-kibaskan
• Cara Respon Elit PDIP Pada Kasus Harun Masiku dan KPK Undang Kecurigaan, Rocky Gerung: Masalah Besar
"Dalam konteks seperti ini justru kalau kita lihat dari berbagai framing yang dilakukan, PDI-P menjadi sebuah korban dari framing itu," kata Hasto, Minggu (12/1/2020).
Diketahui caleg PDIP Harun Masiku menjadi tersangka penyuapan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Menurut Hasto Kristiyanto, undang-undang telah menyebutkan proses pergantian antarwaktu (PAW) adalah kewenangan partai.
"Dengan demikian, ketika ada pihak-pihak yang mencoba melakukan komersialisasi atas legalitas PAW yang dilakukan berdasarkan putusan hasil dari uji materi ke MA dan juga fatwa MA, maka pihak yang melakukan komersialisasi menggunakan penyalahgunaan kekuasaan itu ya seharusnya menjadi fokus mengapa itu terjadi," kata Hasto Kristiyanto.
Hasto Kristiyanto menegaskan apabila ada pihak-pihak yang berupaya bernegosiasi dengan KPU, maka hal itu bukan tanggung jawab PDIP.
"Jadi persoalan PAW yang kemudian ada pihak-pihak yang kemudian melakukan negosiasi itu di luar tanggung jawab PDIP," tegasnya.
Mengenai kasus yang menimpa PDIP pada tepat sebelum Rakernas dilaksanakan, Hasto Kristiyanto mengatakan hal itu bukanlah kebetulan.
"Setiap kami mengadakan kegiatan-kegiatan besar seperti ini, sebagimana Kongres ke-IV, Kongres ke-V, Rakernas I, ada persoalan. Dan itu bukan sebuah kebetulan," kata Hasto Kristiyanto.
Maka dari itu, Hasto Kristiyanto menyebutkan PDIP telah mempersiapkan diri untuk bertanggung jawab dan menjunjung hukum.
"Karena itulah lahir batin kami telah menyiapkan diri karena tanggung jawab sebagai warga negara harus menjunjung hukum tanpa kecuali," ungkapnya.

Johan Budi Tak Setuju dengan Hasto Kristiyanto
Politisi PDIP, Johan Budi menyampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak melakukan framing kepada partainya.
Hal tersebut bertentangan dengan pernyataan Sekretaris Jenderal KPK Hasto Kristiyanto yang menyebutkan KPK telah mem-framing PDIP.
Pernyataan Hasto Kristiyanto itu muncul setelah muncul kasus suap komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) diduga melibatkan politisi PDIP.
"Saya tidak setuju," tegas Johan Budi dalam tayangan Mata Najwa, Rabu (15/1/2020).
"Tidak ada framing itu yang dilakukan oleh institusi KPK," lanjut Johan Budi.
Mantan juru bicara KPK tersebut kembali menegaskan bantahan partainya telah di-framing oleh KPK.
"Kita buktikan dulu, bisa saja ada oknum yang melakukan itu," ujar Johan Budi.

Menanggapi penolakan Johan, Direktur Pusako Universitas Andalas, Feri Amsari, turut berkomentar terhadap cara PDIP menyikapi kasus tersebut.
"Apa yang kemudian timbul terjadi di PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian) dan PDIP, bagi saya memang timbul pertanyaan luar biasa besar," kata Feri Amsari dalam tayangan yang sama.
Menurut Feri, biasanya Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri langsung memecat anggota partainya yang terlibat kasus korupsi.
"PDIP 'kan biasanya, sikap Bu Mega, ya, kalau ada kader-kader yang terlibat seperti ini langsung dipecat," kata Feri.
"Sejauh ini saya belum dengar sikap tegas itu lagi.
Mestinya Bu Mega akan cukup konsisten untuk menghadapi hal-hal yang seperti ini," kata Feri.
Dewas KPK juga disorot
Feri juga menyoroti ada perbedaan dari Dewan Pengawas ( Dewas ) KPK, tim KPK, dan juru bicara KPK.
"Rata-rata itu berbeda. Apakah ini sterilisasi, ada acara, atau apa? Sehingga kemudian petugas KPK tidak boleh melaksanakan tugasnya," kata Feri.
Menurut Feri, hal tersebut dapat menghalangi kinerja KPK dalam menegakkan hukum.
Ia kemudian merujuk ke Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean yang turut hadir.
Meskipun demikian, Feri menyayangkan keberadaan Dewas KPK.
"Bayangkan, Dewas itu bisa memberikan izin," katanya.
Feri menjelaskan peraturan yang menyebutkan wewenang Dewas untuk mengawasi KPK.
"Kalau pun belum ada permintaan izin pimpinan KPK kepada Dewas, ingat, tugas Pasal 37 B Ayat 1 huruf A bahwa Dewas berwenang mengawasi pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK," jelas Feri.
"Harusnya Dewas bertanya dalam kasus ini perlu minta izin? Dan itu tidak dilakukan oleh Dewas," kata Feri.
"Apa Anda tahu saya sudah bertanya atau tidak?" tanya Tumpak menanggapi pernyataan Feri.
"Yang saya tahu, Opung tidak menjelaskan bahwa Opung sudah melaksanakan tugas Pasal 37 B Ayat 1 huruf A. Opung 'kan belum berjujur-jujur di hadapan publik," jawab Feri.
• Kasus Suap Harun Masiku Ditangani KPK Rocky Gerung Sebut PDIP Kini Cemas Bakal Ada Tontonan Besar
• PDIP Ungkap Soal Hasto Kristiyanto Sembunyi di PTIK Saat Dikejar Penyidik KPK, Ada yang Bermain?
• Singgung Kegagalan Penggeledahan Kantor PDIP Mahfud MD Sebut Pimpinan KPK Kepepet
• Mahfud MD Sebut Kewenangan KPK Sesudah dan Sebelum Revisi Undang-undang KPK Sama, Ini Soal Orangnya
"Tidak begitu. Saya sudah katakan kalau ada permintaan satu kali 24 jam kita pastikan (beri izin)," kata Tumpak.
"Artinya belum ada permintaan. Harusnya Opung menegur kenapa tidak ada permintaan," sanggah Feri.
"Apa Anda tahu saya sudah menegur atau bertanya dan sebagainya?" Tumpak menanggapi.
"Tentunya kita melalui organ KPK tentu melakukan sesuatu, dong. Masak saya diam-diam saja?" lanjut Tumpak.
"Itu namanya Opung jurus berkelit melempar buah," canda Feri.
"Saya tidak berkelit, memang harus begitu," kata Tumpak sambil terkekeh.
(*)