Pelantikan POKJA Bunda PAUD Kota Samarinda, Ingatkan Nol Sampai 6 Tahun Masa Keemasan Anak
Pelantikan Kelompok Kerja (POKJA) Bunda Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) Kota Samarinda, di gedung PT. Erlangga, lantai 2, Jl Bung Tomo, Samarinda
Penulis: Muhammad Riduan | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM. CO, SAMARINDA - Pelantikan Kelompok Kerja (POKJA) Bunda Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) Kota Samarinda, di gedung PT. Erlangga, lantai 2, jalan Bung Tomo, Samarinda Seberang, Kota Samarinda Kalimantan Timur pada Kamis (13/2/2020).
Istri Wakil Wali Kota Samarinda terpilih sebagai ketua POKJA Bunda PAUD, Siti Saniah berharap.
Semoga bunda-bunda PAUD kota Samarinda mampu memberikan edukasi.
Bisa menjadikan anak-anak penerus bangsa, yang berkualitas sehingga bisa menjadi penerus bangsa yang terbaik.
Adapun yang melantik adalah Puji Setyowati istri Wali Kota Samarinda, selaku ketua Bunda PAUD.
Ia berharap, agar semua anak-anak, terhitung dari 0 - 6 tahun mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan tumbuh kembang anak.
Baca Juga:
• Sesumbar Gubernur Kaltim Isran Noor Bakal Stop Pembangunan Ibu Kota Negara Jika Ini yang Terjadi
• Gubernur Isran Noor Stop Proyek IKN Jika Rusak Hutan, Luas Ibu Kota Baru Vs Perkebunan Sawit Kaltim
• Isran Noor Berani Ancam Proyek Ibu Kota Baru jika Hutan Rusak, Inilah Profil Gubernur Kaltim
• Kalimantan Timur jadi Ibu Kota Negara, Permintaan Properti Ternyata Belum Signifikan
Usia 0-6 tahun merupakan masa keemasan anak, yang mana perlu perhatian khusus.
Baik stimulus pendidikannya, permainan edukatifnya.
Oleh karena itu dengan rangka menjaring dengan baik dan maksimal.
"Maka di bentuklah Pokja PAUD," ungkapnya.
Baca Juga:
• Ibu Kota Indonesia di Kaltim, Viral Apartemen Borneo Bay City, Begini Tanggapan Kementerian ATR
• Tatap Ibu Kota Baru, Borneo Bay City Plaza Balikpapan Bakal Bangun Taman Besar, Target Rampung 2021
Ia juga menambahkan POKJA bunda PAUD dapat belerjasama dengan kecamatan, kelurahan dan RT.
"Untuk mendata berapa anak yang belum tersentuh pendidikan PAUD," tutur Anggun Aprilia Eka Putri.
Di usia dinilah dibentuknya pondamen yg kuat dalam karakter, budi pekerti, maupun pendidikan saraf positif.
Dengan adanya pembentukan itu.
Baca Juga:
• NEWS VIDEO Ria Ricis Youtuber Ternama Bakal ke Balikpapan Kalimantan Timur
• Youtuber Ria Ricis Sambangi Plaza Balikpapan, Ngobrol Soal Film Ini, Catat Jadwal Kedatangannya
• Ibu Kota Baru di Kalimantan Adopsi One River One Management, Bappenas Sebut Keterpaduan Hulu Hilir
"Di 25 tahunlah kita akan lihat akan menghasilkan anak yang sehat, cerdas," ungkapnya.
Dengan Tema, Bersama Kita Bisa selalu di hati selalu di nanti.
"Sehat, Cerdas, Ceria dan berakhlak mulia," urainya.
Kajian Psikolog, Jangan Biasa Merudung
GEJALA masalah kejiwaan ringan memang sering dialami setiap orang, terutama mereka yang memiliki persoalan hidup yang berat, penuh tekanan.
Gejala ini masih sangat mudah diatasi, bisa kembali normal bila lingkungan sekitarnya bagus dan mentalnya kokoh.
Demikian kata psikologi Kalimantan Timur, Anggun Aprilia Eka Putri M Psi
Namun bagi mereka yang sudah dari gejala ringan ODMK (Orang Dengan Masalah Kejiwaan) meningkat ke ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa), perlu harus jadi catatan perhatian serius.
Ketika ada orang yang telah mendapat vonis gejala kejiwaan berat (ODGJ) diperlukan penanganan yang lebih intens, dengan membawa ke pisikiater, diberi pengobatan secara medis.
"Tidak boleh dibawa ke dukun atau paranormal," tegas Anggun Aprilia Eka Putri.
Sebab, kata Anggun Aprilia Eka Putri, orang dengan gangguan kejiwaan itu bukan terkena ilmu hitam, atau dapat kutukan ilmu guna-guna.
Yang perlu diperhatikan lagi, buat mereka yang sudah divonis gangguan jiwa berat oleh medis, maka pihak orang terdekat seperti keluarga atau kawan, tidak boleh memperlakukan dengan bullying.
Berdasarkan pengalaman yang terjadi, di beberapa kasus nyata, bullying yang sering dilakukan kepada penderita gangguan jiwa itu ada dua macam.
"Yakni bullying relasional dan bullying verbal," ujar Anggun Aprilia Eka Putri.
Maksud dari bullying relasional, bahwa pihak penderita jangan terus dilakukan pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengabaian, penyudutan, dan pengucilan atau penghindaran.
Saat ini masih sering kita lihat praktiknya. Penderita gangguan jiwa berat diisolasi seperti memberlakukan binatang peliharaan.
Caranya pun beragam, ada yang melalui pemasungan, diikat pakai rantai, dan dimasukan ke ruangan tertutup," ungkap Anggun Aprilia Eka Putri.
Bentuk pengisolasian inilah yang harus kita hindari. Selain memperburuk kondisi kejiwaan si penderita, juga dianggap telah merampas hak asasi manusia.
Kemudian penderita juga tidak dibolehkan dilakukan bullying secara verbal, baik itu verbal dengan nada halus, maupun dengan verbal bernada tegas dan kasar.
Biasanya, bullying verbal itu terjadi saat penderita berada di tengah-tengah keluarga dan masyarakat.
Model bullying verbal ini berbentuk mencela, dihina, atau membuat pernyataan yang membuat mentalnya semakin jatuh.
Seperti contohnya, jangan berkata "Kamu ini orang gila tidak boleh keluar rumah nanti bisa membuat malu citra keluarga."
Sebaiknya, perlakukan penderita seperti orang normal pada umumnya.
Penderita wajib diajak bersosialisasi seperti orang sehat. Sebab perlakuan kepada penderita seperti orang normal merupakan satu di antara terapi kesembuhan.
Pihak keluarga dan lingkungan perlu mendukungnya.
"Jika lingkungannya tidak kondusif, akan sangat sukar untuk sembuh," tutur Anggun Aprilia Eka Putri.
(Tribunkaltim.co)