Virus Corona
Ramadhan Dibayangi Virus Corona, MUI Keluarkan Fatwa soal Puasa dan Shalat Tarawih
Ramadhan dibayangi Virus Corona, MUI keluarkan fatwa soal puasa dan Shalat Tarawih .
TRIBUNKALTIM.CO - Ramadhan dibayangi Virus Corona, MUI keluarkan fatwa soal puasa dan Shalat Tarawih .
Bulan Ramadhan tahun 1441 H kali ini dibayang-bayangi dengan penyebaran virus Corona di Indonesia
Hal ini menimbulkan banyak kecemasan bagaimana nantinya menjalankan puasa dan shalat tarawih di tengah ancaman virus Corona
Virus dengan nama lain Covid-19 sudah memiliki dampak yang sangat besar pada aktivitas masyarakat di seluruh dunia.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia, juga sudah memberikan imbauan untuk mengurangi kontak ataupun interaksi sosial.
Semua sekolah, pekerjaan, bahkan ibadah, dianjurkan untuk dilakukan di rumah.
• Di ILC, Driver Ojol Curhat Dapati Hal Tak Terduga Saat Virus Corona Merebak, Karni Ilyas Tersentuh
• Daftar Lokasi 427 Pasien Positif Virus Corona di Wilayah Anies Baswedan, Semua Kelurahan Jakarta Ada
• Jokowi Bocorkan 4 Provinsi Bakal Terima Dampak Buruk Virus Corona, Bukan Jakarta, 2 di Kalimantan
• Kabar Gembira, Ilmuwan China Akhirnya Ungkap Kapan Virus Corona Bisa Lenyap Tak Bersisa dan Caranya
Lantas bagaimana dengan ibadah puasa dan juga Salat Tarawih di bulan Ramadhan?
Dilansir TribunWow.com, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa menyikapi hal tersebut.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh dalam unggahan Youtube KompasTV, Kamis (19/3/2020) mengingatkan kepada semua masyarakat Indonesia, khususnya umat muslim untuk tetap memberikan kewaspadaan dengan penyebaran Virus Corona.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (Youtube/KompasTV)
Asrorun Niam meminta semuanya untuk ikut berperan bersama pemerintah untuk pencegahan penyebaran Virus Corona.
"Yang pertama kita semua memiliki tanggung jawab untuk mencegah peredaran penyebaran wabah Covid-19 ini terus meluas, tidak bisa hanya dibebankan kepada satu komunitas, kepada pemerintah semata tanpa kontibusi dan juga partisipasi publik secara keseluruhan," ujar Asrorun Niam.
Meski begitu Virus Corona tidak menjadi penghalang bagi semua umat muslim untuk menjalankan kewajiban ibadah di bulan Ramadan.
Namun tetap harus memperhatikan bagaimana potensi penyebaran Virus Corona.
"Dalam konteks ini, umat islam yang akan menjalankan ibadah puasa, tentu kewajiban puasa tetap dijalankan sebagaimana biasa," katanya.
"Tetapi dengan catatan memberikan perhatian secara khusus terhadap potensi penyebaran seluruh potensi yang menyebabkan penyebaran virus covid secara meluas ke tengah masayarakat, itu harus dicegah dan juga diminimalisir," jelas Asrorun Niam.
Lebih lanjut Asrorun Niam menjelaskan untuk pelaksanaan salat berjamaaf, termasuk Salat Tarawih.
Dirinya mengatakan bagi yang berada di daerah dengan resiko penularan tinggi atau zona merah mendapat keringanan untuk lebih baik menjauh kerumunan.
Namun untuk yang berada di daerah dengan resiko penularan rendah atau zona hijau diusahakan tetap berjalan normal.
"Pada satu kawasan yang berada pada zona merah, maka kita bisa melaksanakan aktivitas ibadah di batasi ditempat-tempat yang bebas kerumunan fisik, yang mpunyai potensi penyebaran secara lebih meluas," ungkapnya.
"Sementara kalau berada di dalam daerah zona hijau, maka aktivitas berjalan sebagaimana biasa, tetapi dengan mengurangi tensi konsentrasi masa, sekaligus juga mengoptimasi kesehatan dan kebersihan," imbuh Asrorun Niam.
Selain itu, dirinya kembali mengingatkan untuk terus berhati-hati karena resiko penularan tetap ada.
Maka dari itu, Asrorun Niam menyarankan kepada umat muslim yang akan melakukan salat berjamaah untuk menyikapi dengan baik.
Seperti misalnya wudhu dari rumah, menjaga tempat ibadah, ataupun jika perlu membawa sajadah sendiri dari rumah.
Dan terakhir yaitu untuk tidak lupa berdoa meminta keselamatan.
"Kita cuci tangan untuk meminimalisir potensi penyebaran, membersihkan tempat ibadah, membawa sajadah sendiri, dan meminimalisir kontak secara fisik," bebernya.
"Ini bagian dari ikhtiar, ketika ikhstiar sudah kita dilaksanakan, kita kuatkan dengan doa, dengan munajad."
"Ini bagian dari ikhtiar dhohir dan juga batin yang perlu ditempuh sebagai umat beragama," pungkasnya.
Simak videonya:
• Tangani Corona, Distribusi 2 Ribu APD Dilaksanakan, Dinkes Kaltim: Ke Semua Rumah Sakit Rujukan
• Jumlah Kematian Pasien Corona Menurun, Ilmuwan Peraih Nobel Prediksi Covid-19 Berakhir Lebih Cepat
Bisakah penyebaran virus Corona berakhir di Ramadhan atau Idul Fitri?
Penyebaran virus Corona di Indonesia terus meluas.
Banyak kemudian yang bertanya-tanya apakah masyarakat Indonesia bisa melewati Ramadhan dan Idul Fitri tanpa khawatir dengan penyebaran virus Corona .
Hingga kini, Indonesia terus mengalami lonjakan pasien positif virus Corona atau covid-19.
Tentu saja virus Corona atau covid-19 ini menjadi kekhawatiran bagi banyak orang.
Lalu, kapan penyebaran virus Corona berakhir?
Menjawab hal tersebut, ada penelitian yang dilakukan oleh Peneliti Institut Teknologi Bandung ( ITB).
Dari hasil penelitian, puncak penyebaran virus Corona di Indonesia diperkirakan akan terjadi pada pertengahan April 2020.
Peneliti Institut Teknologi Bandung ( ITB ) memprediksi, penyebaran covid-19 di Indonesia akan mencapai puncak pada minggu kedua atau ketiga April dan berakhir akhir Mei atau awal Juni.
Prediksi itu berdasar hasil simulasi dan pemodelan sederhana prediksi penyebaran covid-19 yang dilakukan Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi (P2MS) ITB.
Bulan Ramadhan di Indoesia sendiri diperkirakan dimualai pada 25 April 2020 .
Sementara Idul Fitri diperkirkan jatuh pada 25 Mei 2020 .
Menurut Dr. Nuning Nuraini, S.Si, M.Si, salah satu tim peneliti yang melakukan simulasi tersebut, terjadi pergeseran hasil dari yang ramai dibicarakan sebelumnya.
Dalam salah satu artikel yang dimuat di situs resmi ITB pada Rabu (18/3/2020) lalu, Nuning berkata bahwa hasil kajian menunjukkan penyebaran covid-19 mengalami puncaknya pada akhir Maret 2020 dan berakhir pada pertengahan April 2020 dengan kasus harian baru terbesar berada di angka sekitar 600.
Nuning dan timnya menggunakan model Richard's Curve Korea Selatan karena sesuai dengan kajian Kelompok Pemodelan Tahun 2009 yang dibimbing oleh Prof. Dr. Kuntjoro A. Sidarto.
Model tersebut terbukti berhasil memprediksi awal, akhir, serta puncak endemi dari penyakit SARS di Hong Kong tahun 2003.
Model Richard’s Curve terpilih ini lalu mereka uji pada berbagai data kasus covid-19 terlapor dari berbagai macam negara, seperti RRT, Iran, Italia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, termasuk data akumulatif seluruh dunia.
Ternyata, secara matematik, ditemukan bahwa model Richard’s Curve Korea Selatan adalah yang paling cocok (kesalahannya kecil) untuk disandingkan dengan data kasus terlapor covid-19 di Indonesia jika dibandingkan dengan model yang dibangun dari data negara lain (kesesuaian ini terjadi saat Indonesia masih memiliki 96 kasus).
"Jadi begini, saat saya menuliskan hal tersebut saya melihat data update per tanggal 14 Maret 2020.
Indonesia masih berada di titik 96, lalu difitting data dari beberapa negara yang saat itu sudah terlebih dahulu memiliki data, dan pelakukan penanganan pencegahan," kata Nuning kepada Kompas.com, Senin (23/3/2020).
"Dari negara-negara tersebut, saat itu Korsel memiliki selisih data terbaik dibanding yang lain. Sehingga dipilih model data Korsel. Jadi kecocokannya dilihat dari selisih error perhitungan. Itu saja.
Padahal Korea telah melakukan penanganan yang cukup massive," imbuhnya.
Hasil simulasi lewat model Richard's Curve dengan memasukkan data 14 Maret 2020 (dengan 96 kasus), tampak bahwa puncak penyebaran covid-19 di Indonesia adalah akhir Maret 2020, kemudian diprediksi berakhir pada pertengahan April 2020.
Perhitungan simulasi berubah Namun karena kasus covid-19 di Indonesia terus merangkak naik, perhitungan simulasi itu pun bergerak dan telah berubah.
"Namun data saat ini juga bertambah dan terus naik, akibatnya dinamika dari data akan memengaruhi perhitungan parameter model kurva Richard yang berakibat juga pada perubahan proyeksi, baik dari sisi akumulasi dan juga puncak kasus," kata Nuning.
Karena model proyeksi ini "hanya" berdasarkan informasi data akumulasi kasus saja, akibatnya kenaikan kasus akan menyebabkan perubahan proyeksi.

• Antisipasi Virus Corona, Papua Berencana Lockdown Meski Langgar Titah Jokowi, Tito Karnavian Tolak
• Pengakuan Mengejutkan Ketum PB IDI Soal Pertambahan Pasien Virus Corona, Bisa Tak Ada yang Rawat
• Cegah Virus Corona, Papua Tutup Penerbangan Dari dan Ke Jayapura, Abaikan Larangan Lockdown Jokowi?
• Pengakuan Mengejutkan Ketum PB IDI Soal Pertambahan Pasien Virus Corona, Bisa Tak Ada yang Rawat
"Puncak akan bergeser di sekitar minggu kedua atau ketiga April dan berakhir di akhir Mei atau awal Juni," ungkapnya.
Namun perlu dicatat, Nuning mengatakan, hal ini bisa terwujud asal penanganan pencegahan dilakukan secara serius, sigap, dan disiplin oleh semua pihak mulai dari elemen individu, masyarakat sampai pada pemerintah dan berbagai instansi terkait.
Apakah satu bulan setelah puncak, wabah berakhir?
Nuning berkata, pemodelan matematika tidak bisa menjawab dan memastikan apakah satu bulan setelah puncak maka penyebaran berakhir.
Dia berkata, puncak dan berakhirnya penyebaran sepenuhnya berkaitan dengan banyak aspek.
"Tentu saja selesai secepatnya itu harapan kita semua. Dan model tidak bisa menjamin hal itu," ungkapnya.
Laporan tentang simulasi pemodelan penyebaran covid-19 di Indonesia akan dimuat di jurnal asosiasi biomath Indonesia, Journal of Communication in Biomathematical Science (CBMS).
IKUTI >> Update virus Corona
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Bagaimana Aktivitas Ibadah Puasa dan Tarawih di Tengah Wabah Corona? Begini Fatwa dari MUI, https://wow.tribunnews.com/2020/03/19/bagaimana-aktivitas-ibadah-puasa-dan-tarawih-di-tengah-wabah-corona-begini-fatwa-dari-mui?page=all.