Mahfud MD Pastikan Tidak Ada Pembebasan Bersyarat Napi Koruptor, Ini Alasannya
Mahfud MD memastikan tidak ada pembebasan bersyarat untuk napi koruptor, teroris dan narkoba.
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD memastikan tidak ada pembebasan bersyarat untuk napi koruptor, teroris dan narkoba.
Penegasan tersebut menyusul pernyataan Menteri Hukum dan HAM (Kemenkumham) Yasonna Laoly yang ingin membebaskan narapidana koruptor untuk mengurangi risiko penularan Covid-19 dalam lapas.
"Tidak ada rencana memberi remisi atau pembebasan bersyarat kepada narapidana korupsi, teroris dan bandar narkoba," ucapnya dalam video singkat.
Mahfud MD menegaskan sampai sekarang pemerintah tidak merencanakan, mengubah atau merevisi PP 99 tahun 2012.
Ia menjelaskan pekan lalu Menkumham membuat keputusan untuk memberikan remisi dan pembebasan bersyarat pada narapidana dalam tindak pidana hukum.
Menurut Mahfud MD hal itu disampaikan oleh Yasonna Laoly untuk menyampaikan aspirasi masyarakat.
Kemudian Menkumham Yasonna Laoly meneruskan informasi terkait adanya permintaan masyarakat itu.
"Pemerintah sampai sekarang tetap berpegang pada sikap pemerintah Presiden Republik Indonesia di tahun 2015. Pada 2015 presiden sudah menyatakan tidak akan mengubah dan punya pikiran untuk merevisi PP 99 tahun 2015," ucap Mahfud MD.
Ia mengatakan sampai hari ini tidak ada rencana untuk pembebasan bersyarat bagi napi koruptor, terorisme dan bandar narkoba.
"Alasannya, pertama BPnya itu khusus dan berbeda dengan napi yang lain. Kedua tindak pidana korupsi itu sebenarnya tempatnya (lapas) luas dan bisa melakukan physical distancing," ucapnya.
Dirinya pun menjelaskan bahwa dalam rangka pencegahan Covid-19 isolasi akan lebih baik dilakukan di lapas yang terbilang luas itu.
Mantan Pimpinan KPK Bicara
Virus Corona jadi alasan Yasonna Laoly bebaskan koruptor, eks KPK Bambang Widjojanto: Khas oligarki.
Rencana Menkumham Yasonna Laoly membebaskan koruptor berusia lanjut mendapat tentangan dari banyak pihak.
Satu diantaranya dari eks Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Bambang Widjojanto.
Diketahui, Virus Corona atau covid-19 jadi alasan Yasonna Laoly mengajukan pembebasan koruptor berusia lanjut ke Presiden Jokowi.
Wacana pembebasan napi koruptor dengan alasan mencegah penyebaran Virus Corona di penjara menuai kritikan.
Satu di antaranya dilontarkan oleh Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto.
• Dicari, 168 Penumpang Citilink Rute Jakarta ke Daerah Ini, Satu Penumpangnya Positif Virus Corona
• Kasus Virus Corona Capai 2.092, Achmad Yurianto Waspadai Warga Golongan Ini Terus Tularkan covid-19
Pria yang kerap disapa BW itu mengatakan, rencana Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly seolah-olah memanfaatkan pandemi Virus Corona.
"Usulan kebijakan ini jelas sangat diskriminatif, elitis, dan eksklusif khas oligakis serta secara terang dapat dituduh sebagai merodok karena menunggangi musibah covid-19," kata BW dalam keterangan tertulis, Jumat (3/4/2020).
Bambang Widjojanto mengatakan, usulan itu diskriminatif karena narapidana yang mestinya dibebaskan adalah narapidana kasus kriminal yang menghuni sel secara berhimpitan.
Sementara itu, menurut BW, sebagian narapidana kasus korupsi menempati sel khusus tanpa mesti berdesak-desakan seperti narapidana umum lainnya.
"Ada informasi, sebagian besar napi korupsi, apalagi yang berada di LP Sukamiskin diduga menempati sel 'khusus' yang cukup memenuhi syarat terjadinya social distancing," ujar BW.
Ia turut menyoroti pernyataan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang tidak secara tegas menolak wacana Yasonna tersebut.
Ia membandingkannya dengan sikap Wadah Pegawai KPK yang tegas menyatakan, "Jangan jadikan pandemi covid19 sebagai kendaraan koruptor untuk bebas".
"Fakta ini punya indikasi untuk menjelaskan pertanyaan, siapa sahabat koruptor dan siapa yang ingin melawan sikap koruptif secara konsisten?," kata BW.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Sebab, napi koruptor dan narkotika yang tata laksana pembebasannya diatur lewat PP itu, tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lain, dalam rangka pencegahan covid-19 di lembaga pemasyarakatan (lapas).
Lewat revisi itu, Yasonna ingin memberikan asimilasi kepada napi korupsi berusia di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana yang jumlahnya sebanyak 300 orang.
"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna Laoly dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020).
• Virus Corona di Jakarta Tembus 1.071 Kasus, Anies Baswedan Larang Warga Kenakan Masker Medis
Reaksi KPK
Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi meminta wacana Yasonna Laoly merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dikaji secara matang dan sistematis.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK tidak ingin revisi PP tersebut justru membuat narapidana kasus korupsi lebih mudah bebas dari penjara.
Alih-alih untuk menekan jumlah penghuni penjara dan mencegah penyebaran covid-19 di penjara.
"KPK berharap jika dilakukan revisi PP tersebut tidak memberikan kemudahan bagi para napi koruptor."
"Mengingat dampak dan bahaya dari korupsi yang sangat merugikan negara dan masyarakat," kata Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (1/4/2020).
Ali menuturkan, KPK melalui Biro Hukum KPK tidak pernah dimintai pendapat tentang substansi dari materi yang akan dimasukan dalam perubahan PP tersebut.
Ia pun meminta Kemenkumham membuka data terkait jumlah narapidana kasus korupsi bila wacana revisi tersebut benar-benar ditujukan untuk mencegah penyebaran covid-19.
"Apabila fokus pengurangan jumlah napi untuk mengurangi wabah bahaya covid-19 terkait kasus korupsi."
"Maka Kemenkumham menurut kami semestinya perlu menyampaikan kepada publik secara terbuka sebenarnya napi kejahatan apa yang over kapasitas di Lapas saat ini," ujar dia.
Ali mengatakan, KPK pun telah melakukan kajian terkait layanan lapas yang juga mengidentifikasi persoalan kelebihan kapasitas dan potensi penyalahgunaan kewenangan.
Sebagaimana kasus korupsi kalapas Sukamiskin yang KPK tangani pada 2018. D
Dari tindak lanjut kajian tersebut, kata Ali, atas 14 rencana aksi yang diimplementasikan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sejak 2019, baru satu rencana aksi yang statusnya selesai.
"KPK meyakini jika rencana aksi tersebut telah dijalankan semuanya, maka persoalan terkait layanan lapas termasuk over kapasitas dapat diselesaikan," kata Ali.
• Penelitian Terbaru WHO, Dampak Serius Virus Corona Bagi Usia Muda, Bisa Sekarat Hingga Mati
Di samping itu, lanjut Ali, salah satu rekomendasi KPK untuk menekan overkapasitas lapas adalah memberi remisi bagi para pengguna narkoba.
Mengingat nyaris separuh penghuni lapas dan rutan terkait dengan kasus narkoba.
"Salah satu rekomendasi jangka menengah KPK dalam menekan overstay adalah mendorong revisi PP 99 tahun 2012 khusus untuk pemberian remisi terutama bagi pengguna narkoba.'
"Termasuk mendorong mekanisme diversi untuk pengguna narkoba dengan mengoptimalkan peran Bapas dan BNN (rehab)," ujar Ali.
IKUTI >> Update Virus Corona
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Kata BW soal Wacana Bebaskan Napi Korupsi: Menjelaskan Siapa Sahabat Koruptor dan Siapa Mau Melawan, https://wow.tribunnews.com/2020/04/04/kata-bw-soal-wacana-bebaskan-napi-korupsi-menjelaskan-siapa-sahabat-koruptor-dan-siapa-mau-melawan?page=all.