DPR RI Minta Pemerintah Fasilitasi Warga yang Ingin Pulang Kampung
Pemerintah daerah penting untuk memfasilitasi warganya yang hendak pulang kampung dari perantauan.
Penulis: Siti Zubaidah | Editor: Samir Paturusi
TRIBUBKALTM.CO BALIKPAPAN- Dalam masa pandemi Virus Corona atau covid-19, pernyataan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) soal mudik dan pulang kampung yang menjadi ramai diperbincangkan, justru diapresiasi Bambang Haryo Soekartono, anggota Komisi VI DPR RI periode 2014-2019 dari Fraksi Gerindra.
Bambang dikenal sebagai pengusaha kapal ferry dan menjabat sebagai Direktur di beberapa usaha perusahaan perkapalan salah satunya PT. Dharma Lautan Utama.
Menurutnya, pemerintah daerah penting untuk memfasilitasi warganya yang hendak pulang kampung dari perantauan.
“Pulang kampung itu jangan disamakan dengan mudik. Kalau pulang kampung itu ada hal persoalan yang mendasari seperti gagalnya atas pekerjaan selama di rantau dan memutuskan kembali lagi hidup di daerah asal. Tapi, kalau mudik itu sifatnya hanya untuk kepentingan silaturrahmi,” katanya dalam siaran pers yang disampaikan, Sabtu (16/5/2020).
Baca Juga
Dirlantas Polda Kaltim Ingatkan Personel Lapangan Untuk Tindaklanjuti Soal Larangan Mudik
Operasi Ketupat, Polres Kutai Timur Imbau Warga Tidak Mudik
Antisipasi Ada Pemudik di Jalur Laut, Pemkot Balikpapan Berencana Dirikan Posko
Menurut Bambang, mudik istilah yang sudah lazim digunakan untuk mengunjungi keluarga di musim liburan hari besar keagamaan, seperti Idul Fitri, Idul Adha, Natal, Galungan dan lain sebagainya.
Sebagai tradisi, budaya dan agama. Pemudik, sudah pasti menyesuaikan dengan jadwal libur yang telah ditetapkan pemerintah maupun aturan instansi maupun perusahaan masing-masing.
“Mudik itu sifatnya sementara untuk anjangsana ataupun silaturahmi kepada keluarga yang menyesuaikan waktu libur. Sedangkan, pulang kampung itu hal yang lebih umum dan luas akibat urgensinya yang lebih bila dibandingkan dengan mudik yang hanya sebatas momennya saja.
Mudik bisa dikatakan pulang kampung, tetapi pulang kampung belum tentu sama dengan mudik,” ucapnya.
Sedangkan pengertian pulang kampung, Bambang sepakat dengan pernyataan Presiden Jokowi membolehkan pulang kampung.
Menurut Bambang karena seseorang itu memutuskan pulang ke kampung asalnya tentu dengan pertimbangan yang matang dan bersifat penting (urgent).
Dan keputusan itu akan mengakhiri segala aktivitasnya, terkait pekerjaan secara permanen atau pun sementara di daerah rantau perantauan seperti Jakarta, Surabaya, Kalimantan, Sulawesi dan lain sebagainya.
"Mudik bisa dikatakan pulang kampung, tetapi pulang kampung belum tentu sama dengan mudik.
Bisa juga karena misalnya permasalahan rumah tangga yang sebagian anggota keluarga memutuskan untuk pulang ke kampung asal perantau, guna memulai hidup baru karena pimpinan keluarga sudah tidak bekerja lagi.
Atau juga karena keadaan kondisi keluarga yang di kampung membutuhkan sebagian keluarga di perantauan untuk kembali, karena harus merawat keluarganya yang sakit,” imbuhnya.
Karena jumlah keluarga daerah yang merantau untuk bekerja di kota perantauan cukup besar, semisal Jakarta di mana 70 persen lebih penduduk adalah perantau.
Menurut dia, dalam masa pandemi ini seharusnya pemerintah pusat atau pun daerah asal warga perantau, bisa memfasilitasi kembali warganya yang merantau dan gagal di daerah orang lain.
Selain itu, juga kewajiban daerah asal usul perantau untuk bisa melindungi warganya yang ada di perantauan atau bahkan mengajak warganya kembali pulang ke kampungnya agar tidak tertular covid-19.
“Bukan malah pemerintah daerah menolak warganya untuk kembali ke kampung halamannya pada saat pandemi covid-19 di perantauan. Tentunya, di saat kembali harus memenuhi standarisasi protokol kesehatan covid-19 untuk memutus mata rantai penyebaran virus,” katanya.
Apabila tidak bisa kembali ke kampung halaman maka, sudah kewajiban daerah asal perantau bisa melindungi warganya selama di perantauan dengan memberikan jaminan kesehatan dan kehidupannya jika diperlukan.
“Jadi, pemerintah daerah asal perantau harus betul-betul memiliki tanggung jawab untuk masyarakatnya di kota perantau,” paparnya kemudian.
Bambang melihat, secara psikologis orang dalam keadaan gagal di perantauan akibat wabah covid-19 tentu tertekan (stress), karena takut tertular. Sehingga, butuh perlakuan yang tidak memperburuk keadaan.
“Bagaimanapun juga, warga yang masih memegang KTP daerah asalnya itu sebagai pendukung dari kepala daerah masing-masing yang telah menuangkan hak pilihnya. Jadi, pemerintah daerah itu harus betul-betul mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakatnya.
Baca Juga
Meski Mudik sudah Dilarang, Pemprov Kaltim Tetap Mengambil Langkah Antisipasi Membangun Pos Jaga
Sekitar 3.800 Mahasiswa tak Bisa Mudik, Pemkot Samarinda Akan Beri Paket Sembako
Masih Pandemi Corona, Ketua Lembaga Adat Paser PPU Imbau Warga Tunda Mudik Lebaran Idul Fitri
"Saya sangat tidak setuju ketika ada orang pulang kampung yang kesulitan akibat pandemi covid-19 dihentikan petugas di jalan dan disuruh balik lagi. Itu sudah sangat merugikan mereka, karena dengan biaya kebutuhan yang besar dan kesulitan mereka selama di perantauan, mereka harus kembali lagi dan dibiarkan berjuang untuk menghindari wabah yang bisa menyerang mereka di perantauan,” tegas Bambang.
Asalkan tetap sesuai dengan protokol kesehatan pencegahan penyebaran covid-19, tidak ada alasan tidak mengizinkan pulang kampung.
Bila perlu, lanjut dia, pemerintah daerah asal perantau memfasilitasi pengawalan warganya yang hendak pulang kampung, agar tidak dihambat pada saat perjalanan menuju daerah asal. “Bukan dibiarkan kesulitan,” pungkasnya. (*)