Heboh Aplikasi Kitab Suci Aceh di Playstore yang Resahkan Warga, Pemerintah Aceh Surati Google
Heboh aplikasi Kitab Suci Aceh di Playstore yang meresahkan warga, Pemerintah Aceh bersurat ke Google, minta segera ditutup permanen.
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, lewat suratnya bertanggal 30 Mei 2020, menyampaikan keberatan dan protes kepada Managing Director PT Google, di Jakarta.
"Sehubungan dengan munculnya aplikasi ‘Kitab Suci Aceh’ di Google PlayStore yang dipelopori oleh Organisasi Kitab Suci Nusantara (kitabsucinusantara.org), kami berpendapat bahwa Google telah keliru dalam menerapkan prinsip General Code of Conduct-nya yaitu ‘Don’t Be Evil’ dan aturan-aturan yang tertuang dalam Developer Distribution Agreement-nya yang sangat menjunjung tinggi local law (hukum local)," kata Nova dalam suratnya.
"Karena itu, kami atas nama Pemerintah dan masyarakat Aceh menyatakan keberatan dan protes keras terhadap aplikasi tersebut," imbuh Nova.
Terdapat poin-poin keberatan yang disampaikan Nova, yakni mengenai penamaan aplikasi yang tidak lazim secara bahasa.
Hal ini disebabkan nama Kitab Suci Aceh menunjukkan jika kitab suci tersebut hanya milik rakyat Aceh.
Pada umumnya sebuah kitab suci merupakan milik umat beragama tanpa batas teritorial, jadi nama aplikasi seolah-olah menggambarkan jika mayoritas masyarakat Aceh merupakan penganut kitab suci yang ada dalam aplikasi itu.
"Padahal kitab suci mayoritas masyarakat Aceh adalah Al Quran," ujar Nova.
Berikutnya, peluncuran aplikasi itu dinilai sangat provokatif sebab seluruh penutur bahasa Aceh di Aceh beragama Islam.
Oleh sebab itu aplikasi Kitab Suci Aceh pada Google Play Store bisa dipahami sebagai upaya mendiskreditkan Aceh, pendangkalan aqidah dan penyebaran agama selain Islam kepada masyarakat Aceh.
Hal tersebut, kata Nova, bertentangan dengan Pasal 28E Ayat (1) dan (2) UUD 1945, Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 21 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah, serta Pasal 3 dan 6 Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah.
Bukan hanya itu saja, aplikasi yang menghebohkan ini juga sudah keresahan di tengah masyarakat Aceh.
Hal ini berdampak pada kekacauan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan bisa menimbulkan konflik horizontal (chaos).
"Munculnya aplikasi ini telah menuai berbagai bentuk protes di kalangan masyarakat dan media sosial, baik secara pribadi maupun kelembagaan yang dapat mengancam kerukunan umat beragama (a threat to religious harmony) di Aceh dan Negara Kesatuan Republik Indonesia," bunyi surat Nova.
Terkait keberadaan aplikasi tersebut, Nova Iriansyah atas nama pemerintah dan masyarakat Aceh meminta kepada pihak Google untuk segera menutup aplikasi tersebut secara permanen.
Surat itu pun ditembusi kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia; Menteri Agama Republik Indonesia di Jakarta; Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia;