Panik dan Mendebarkan, Kisah Tragis Pemuda Bengkulu, Kritis Kecelakaan, Ditolak 4 RS lalu Meninggal
Nasib tragis dialami seorang pemuda berusia 24 tahun di Bengkulu. Kritis usai mengalami kecelakaan, ditolak empat rumah sakit, lantas meninggal
Selain itu pihak RS Bhayangkara mempertanyakan surat rujukan yang tidak disertakan dengan pasien. "Surat rujukan kami ada, namun dibawa pada mobil yang lain, saya datang dengan pasien dan ambulans. Surat rujukan di mobil satunya bisa menyusul, tapi mereka mempertanyakan rujukan, sementara adik saya dalam kondisi kritis," papar Feriansyah.
Terjadi perdebatan sengit hingga akhirnya pasien ditolak dirawat lalu dibawa ke Rumah Sakit Harapan dan Doa ( RSHD ), milik Pemkot Bengkulu.
Perlakuan yang sama juga diterima pihak keluarga pasien perdebatan kembali terjadi intinya pasien ditolak. Belum turun dari ambulans, tim medis menolak pasien dengan alasan RS sedang lagi sterilisasi perawatan covid-19 dan sejumlah tenaga medis menjalani isolasi mandiri.
"Pihak rumah sakit memberikan alternatif pasien bisa dirawat namun ditempatkan di ruang bekas pasien Covid-19. Lalu kami pindah ke rumah sakit lainnya," kisah Feriansyah. Korban dibawa ke Rumah Sakit Tiara Sella, terjadi perdebatan lagi dengan security rumah sakit.
Selanjutnya perawat melakukan pengecekkan di dalam mobil ambulans. Rumah Sakit Tiara Sella intinya menolak korban karena minimnya alat dan tenaga medis. Dalam keadaan panik, keluarga membawa pasien ke Rumah Sakit Rafflesia namun ruang UGD tertutup.
Hanya satu rumah sakit yang belum didatangi yakni RSUD M Yunus. Pihak keluarga tahu di RSUD M Yunus akan sulit memberikan penanganan karena rumah sakit milik Pemprov Bengkulu itu hanya fokus melayani pasien Covid-19.
Akhirnya Ditangani di RSUD M Yunus
Tiba di RSUD M Yunus terjadi perdebatan seperti rumah sakit sebelumnya pihak pengantar ambulans dari RS Asyifa ditegur keras mengapa membawa korban ke RSUD M Yunus. Meski sempat terjadi keributan akhirnya pasien ditangani dengan cara dipasang oksigen.
Pihak keluarga diminta menjaga perkembangan pasien oleh tim medis. Kecewa tim medis hanya fokus ambil sampel darah untuk uji Covid-19 Pukul 08.00 WIB pihak rumah sakit diminta menandatangani surat pemasangan selang ke paru-paru.
Pihak keluarga sempat menolak karena medis menyebut metode ini kemungkinan hidup pasien hanya tiga persen. Setelah bersepakat akhirnya pihak keluarga menyetujui menandatangani surat tersebut.
"Surat telah ditandatangani namun selama 2 jam selang baru dipasang ke paru-paru. Selama itu kami diminta menunggu, saya sempat marah dan heran mengapa tim medis sibuk mengambil sampel darah adik saya untuk uji Covid-19," ujar Feri.
Pukul 09.00 WIB kondisi pasien drop, medis mengambil tindakan dengan pompa oksigen dan detak jantung hingga pukul 09.10 WIB korban dinyatakan meninggal dunia.
"Saya merasa kecewa penanganan medis terlalu fokus pada Covid-19 sementara pasien lain diluar Covid-19 kurang mendapatkan perhatian, akhirnya adik saya sebagai contoh meninggal dunia karena lambannya penanganan," kisah Feriansyah.
Baca juga; DPR RI Komisi VIII Tuding Menteri Agama Langgar Undang-undang, Lantaran Batalkan Ibadah Haji
Baca juga; Direktur RS Pancaran Kasih Manado Bantah Izinkan Keluarga Bawa Pulang Jenazah Pasien PDP