Jokowi dan Menkominfo Banding Putusan Blokir Internet Papua, Ini yang Disayangkan Penggugat

Presiden Jokowi dan Menkominfo menyatakan banding atas putusan blokir internet Papua, ini hal yang disayangkan penggugat.

Editor: Amalia Husnul A
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN/SETPRES/AGUS SUPARTO-
Presiden Jokowi dan Menkominfo menyatakan banding atas putusan blokir internet Papua, ini hal yang disayangkan penggugat. 

TRIBUNKALTIM.CO - Presiden Jokowi dan Menkominfo menyatakan Banding atas putusan blokir internet Papua, ini hal yang disayangkan penggugat.

Terkait kasus pemblokiran koneksi internet Papua, Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) dan Menteri Komunikasi Informatika ( Menkominfo ) Johny G Platte mengajukan Banding atas vonis Pengadilan Tata Usaha Negara ( PTUN ) Jakarta.

Ketua Umum AJI Abdul Manan selaku penggungat mengetahui hal ini dari surat yang dikirimkan PTUN. 

"Ya sudah diterima suratnya," terang Abdul, seperti dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.

Surat tersebut ditandatangani oleh Panitera Muda Perkara PTUN Jakarta, Sri Hartanto.

"Bahwa pada tanggal 12 Juni 2020 Pihak Tergugat II telah menyatakan Banding terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 23/G/TF2019/PTUN-JKT tanggal 3 Juni 2020," demikian tertulis dalam surat tersebut.

Bagaimana Kinerja Presiden Jokowi dan Wapres Maruf Amin? Apakah Memuaskan? Ini Hasil Survei Terbaru

Bertetangga dengan Menteri Jokowi, Gaya Sandiaga Uno ketika Lewat Rumah Prabowo dan Sri Mulyani

Daftar Daerah Dilalui Gerhana Matahari Cincin Minggu 21 Juni 2020 & Waktu, Ada Cara Aman Melihatnya

Majelis Hakim Nyatakan Presiden Jokowi dan Menkominfo Bersalah Karena Blokir Internet di Papua

Sementara itu, Tim Pembela Kebebasan Pers selaku penggugat menyayangkan langkah Jokowi dan Menkominfo tersebut.

Anggota Tim Pembela Kebebasan Pers Ade Wahyudin mengatakan, dengan pengajuan Banding tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak mau belajar dari putusan majelis hakim.

Ia menambahkan, majelis hakim dengan jelas telah memutus perkara ini dengan berbagai pertimbangan.

"Tim Pembela Kebebasan Pers menyayangkan karena pemerintah tidak mau belajar dari putusan majelis hakim yang dengan gamblang memutus perkara ini dengan berbagai pertimbangan," kata Ade, seperti dikutip dari Kompas.com.

Ade menilai, pemerintah juga tidak belajar dari gugatan-gugatan lainnya.

Seperti gugatan kebakaran hutan di Kalimantan, gugatan Ujian Nasional serta lainnya yang justru terus mengalami kekelahan.

Selain itu, menurut Ade, pengajuan Banding ini juga dinilai akan melukai hati dan rasa keadilan bagi masyarakat Papua dan Papya Barat yang menjadi korban perlambatan dan pemutusan akses internet Papua.

"Pengajuan Banding ini juiga semakin menegaskan pemerintah tidak memahami fungsi dan peran peradilan."

"Serta tidak mau menerima partisipasi dan koreksi dari masyarakat," terang Ade.

Ade khawatir bahwa pemerintah menganggap langkah hukum yang diambil masyarakat dan dihargai konstitusi justru dianggap sebagai lawan dan gangguan.

"Tim Pembela Kebebasan Pers siap menghadapi Banding pemerintah dan meyakini putusan majelis hakim pengadilan tinggi akan kembali memenangkan atau menguatkan putusan PTUN Jakarta," ujar Ade.

Beda Pendapat dengan Pelatih Timnas, PSSI Berikan 3 Pilihan Kepada Shin Tae-yong

Jadwal Tayang Its Okay to Not Be Okay, Drama Korea Kim Soo Hyun di tvN, Mulai Sabtu 20 Juni 2020

Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim PTUN Jakarta memutuskan bahwa Presiden Jokowi dan Menkominfo bersalah atas pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.

Pemblokiran internet ini dilakukan pada Agustus 2019 menyusul kerusuhan yang terjadi karena aksi demonstrasi di Papua dan Papua Barat.

Pihak tergugat satu adalah Menkominfo dan tergugat dua adalah Presiden Republik Indonesia.

Majelis hakim menghukum tergugat satu dan dua dengan membayar biaya perkara sebesar Rp 457.000.

Presiden joko Widodo ( Jokowi )  dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tata Usaha  Jakarta ( PTUN ).

Selain Jokowi majelis hakim juga menyatakan keputusan serupa kepada Menteri Komunikasi dan Informatika ( Menkominfo )

Keduanya dinyatakan bersalah atas pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat 

Pemblokiran internet ini dilakukan pada Agustus 2019 menyusul kerusuhan yang terjadi karena aksi demonstrasi di Papua dan Papua Barat.

"Menyatakan tindakan pemerintah yang dilakukan tergugat 1 dan 2 adalah perbuatan melanggar hukum,” kata Hakim Ketua Nelvy Christin dalam sidang pembacaan putusan, Rabu (3/6/2020).

Pihak tergugat 1 adalah Menteri Komunikasi dan Informatika, sedangkan tergugat 2 adalah Presiden Jokowi.

 

Majelis hakim menghukum tergugat 1 dan 2 membayar biaya perkara sebesar Rp 457.000.

Menurut majelis hakim, internet bersifat netral. Bisa digunakan untuk hal yang positif ataupun negatif.

Namun, apabila ada konten yang melanggar hukum, maka yang seharusnya dibatasi adalah konten tersebut.

Oleh karena itu, majelis hakim menilai pemerintah melanggar hukum atas tindakan throttling bandwith yang dilakukan pada 19-20 Agustus 2019, tindakan pemutusan akses internet sejak 21 Agustus sampai 4 September 2019, dan lanjutan pemutusan akses internet sejak 4 sampai 11 September 2019.

Majelis hakim sekaligus menolak eksepsi para tergugat.

Adapun penggugat dalam perkara ini adalah gabungan organisasi, yakni AJI, YLBHI, LBH Pers, ICJR, Elsam, dan lain-lain.

Kuasa hukum penggugat, Muhammad Isnur, turut mengunggah video pembacaan putusan di akun Twitter-nya, @madisnur.

Ketika dihubungi lewat sambungan telepon, Isnur mengizinkan Kompas.com untuk mengutip keterangannya di Twitter.

"Selamat kepada rakyat papua, pejuang-pejuang hak asasi manusia, kepada para akademisi yang sudah pasang badan dan maju. Juga kepada PTUN yang sudah menjalankan kewajibannya dengan sangat baik. Mari kawal lebih lanjut jika ada Banding," kicau Isnur.

Lihat video selengkapnya

Digugat karena dianggap melanggar kemerdekaan pers

Sebelumnya sebagaimana dilansir dari Kompas.com bulan Januari silam Koordinator Tim Advokasi Pembela Kebebasan Pers Muhammad Isnur menjelaskan obyek gugatan terhadap Presiden Joko Widodo  ( Jokowi ) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengenai pemblokiran internet di Papua beberapa waktu lalu.

Menurut Isnur, Presiden Joko Widodo telah melanggar pasal terkait jaminan kemerdekaan pers dalam menyebarkan gagasan dan informasi.

Bupati Penajam Paser Utara Diisukan Beli Pulau di Mamuju, AGM: Kenapa Nggak Sekalian Pulau Sulawesi?

"Bahwa objek gugatan jelas melanggar pasal 4 ayat (1) undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers," ujar Isnur di PTUN Jakarta, Rawamangun, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2020).

Adapun Pasal 4 ayat (1) menyatakan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

Kemudian pada Pasal 4 ayat (3) menegaskan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Isnur menjelaskan, pembatasan internet telah menghalangi dan menganggu aktivitas wartawan yang sedang melakukan peliputan di Papua dan Papua Barat.

Akibatnya, masyarakat juga menjadi terbatasi dalam menerima informasi.

Selain itu, pihaknya juga sudah berulang kali mempertanyakan dasar hukum dan prosedur dalam membatasi akses internet.

Namun demikian, lanjut Isnur, Kemenkominfo tidak bisa menjawab.

Sebaliknya, pihak Kemenkominfo justru berargumen keputusan pembatasan internet merupakan permintaan dari aparat keamanan.

"Jadi mereka tidak punya landasan hukum memadamkan internet. Pemerintah harus berlandasakan hukum, jalau tidak ada dasar hukum, berarti mereka sewenang-webang," kata Isnur.

"Dalam hal ini, kami mendalilkan ke hakim bahwa pemerintah dalam memadamkan internet itu swenang-wenang atau abuse of power," tegas Isnur.

 

Adapun perlambatan internet terjadi pada 19 Agustus 2019 dan pemblokiran internet pada 21 Agustus 2019 di Papua dan Papua Barat.

Kebijakan pemerintah itu pun berujung gugatan.

Gugatan diajukan oleh Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet), LBH Pers, YLBHI, KontraS, Elsam, dan ICJR.

Diketahui, pemerintah melakukan perlambatan internet dengan alasan untuk mengurangi penyebaran hoaks.

Termasuk meminimalisasi penyebaran konten negatif yang dapat memprovokasi ketika terjadinya aksi massa di Papua.

Pihak kepolisian saat itu menyebut bahwa aksi anarkistis bisa lebih parah jika tak dilakukan pembatasan akses internet.

(*)

(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, Kompas.com/Ihsanuddin)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jokowi Ajukan Banding Kasus Pemblokiran Internet di Papua, Penggugat Sayangkan Langkah Presiden, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/06/20/jokowi-ajukan-Banding-kasus-pemblokiran-internet-di-papua-penggugat-sayangkan-langkah-presiden?page=all.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Muhammad Renald Shiftanto

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved