Dirgahayu Bhayangkara ke-74, Meneladani Kapolpos Babulu
SETIAP tanggal 1 Juli, Bangsa Indonesia memperingati hari lahirnya Korp Kepolisian Republik Indonesia, yang sering kita kenal dengan istilah Hari Bhay
SETIAP tanggal 1 Juli, Bangsa Indonesia memperingati hari lahirnya Korp Kepolisian Republik Indonesia, yang sering kita kenal dengan istilah Hari Bhayangkara. Peringatan pada Tahun 2020 ini mengambil tema, "Kamtibmas Kondusif, Masyarakat Semakin Produktif".
Tema ini sangat tepat di tengah wabah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Kita sedang mengalami krisis besar dalam menghadapi bencana non-alam. Diperlukan cara-cara baru yang inovatif, agar negara dan bangsa ini bisa ke luar dari krisis yang berkepanjangan. Langkah-langkah penanganan kesehatan, pemulihan dampak ekonomi dan jaring pengaman sosial harus segera dilakukan.
Roda perekonomian harus segera digerakkan kembali. Tentu tetap memperhatikan protokol kesehatan. Kalau ada gangguan pada sektor keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), maka jangan harap masyarakat bisa produktif. Itulah letak strategisnya tema Hari Bhayangkara pada Tahun 2020 ini.
Data menunjukkan, hingga tanggal 28 Juni 2020, secara nasional jumlah kasus yang terkonfirmasi positif covid-19 sebanyak 54.010 orang. Jumlah pasien yang sembuh sebanyak 22.936 orang (42,47%) dan yang meninggal dunia sebanyak 2.754 orang (5,09%). Sedangkan jumlah yang terkonfirmasi positif covid-19 di Kaltim pada hari yang sama sebanyak 503 orang. Jumlah pasien yang sembuh sebanyak 375 orang (74,55%). Adapun jumlah yang meninggal sebanyak 7 orang (1,39%).
Tulisan di bawah ini, penulis mencoba mengingat kembali, kisah nyata anggota Korps Bhayangkara dalam mewujudkan Kamtibmas Kondusif melalui sebuah keteladanan yang luar biasa. Mitra kerja, anggota Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (dulu masih masuk Kabupaten Paser).
Waktu itu saya bertugas sebagai Camat Babulu. Camat pertama, Tahun 1997-1998. Sikap, perilaku dan tindakannya patut kita teladani dan kita berikan apresiasi. Bukan hanya bagi jajaran anggota Korps Kepolisian, tetapi juga bagi seluruh warga masyarakat.
Namanya cukup pendek. Heriyadi. Pangkat Pembantu Letnan Dua (Pelda). Kalau sekarang sebutan pangkatnya sama dengan Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda). Jabatan Kepala Pos Polisi (Kapolpos) Babulu. Sosok Pelda Hariyadi memang sangat saya kagumi. Bukan karena gagahnya, karena ia memang bukan sosok yang gagah. Berperawakan kurus. Rambut hitam lurus. Tidak perokok. Tidak terlalu tinggi. Tidak juga rendah. Bahkan, kalau tidak memakai pakaian seragam, sama sekali tidak nampak kalau ia sebagai seorang anggota Korps Bhayangkara. Kekaguman saya semata-mata karena kejujuran dan kesederhanannya.
Masih lekat ingatan saya, Pelda Hariyadi dalam menjalankan tugas mengawal terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) selalu ditemani sepeda motor kesayangannya. Honda bebek warna merah 70 CC, buatan tahun 1970-an. Sepeda motor butut tersebut memang sangat hemat Bahan Bakar Minyak (BBM).
Sekarang jenis sepeda motor tersebut sudah langka dan susah didapat. Kalaupun ada, kebanyakan beberapa onderdilnya sudah tidak asli lagi dan harganya sudah agak mahal. Karena sudah termasuk kategori sepeda motor antik.
Sebelum bertugas sebagai Kapolpos Babulu Tahun 1997, Pelda Hariyadi pernah bertugas sebagai Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Kuaro, Kabupaten Paser. Waktu menjabat sebagai Kapolpos Babulu, Pelda Hariyadi tinggal di Kantor Polisi Pos Babulu. Dia hanya punya dua anak buah. Satu, berpangka Sersan Kepala (Serka). Kalau sekarang pangkat tersebut setara dengan Brigadir Polisi Kepala (Bripka). Satu lagi berpangkat Sersan Dua (Serda). Kalau sekarang disebut Brigadir Polisi Dua (Bripda).
Sebagai mitra kerja mewakili Kapolsek Waru, saya sangat senang dan merasa bersyukur dapat bekerjasama dengan Pelda Hariyadi. Kemanapun saya mengajak tugas ke lapangan, ke desa-desa untuk melakukan kunjungan kerja, menghadiri undangan warga masyarakat atau mengadakan pembinaan, Pelda Hariadi selalu siap mendampingi saya. Selain itu, Pelda Hariadi adalah sosok yang sangat taat terhadap agama. Nilai-nilai agama Islam yang ia anut sangat tercermin dalam cara bertindak, bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Kesantunan dan keramahtamahannya patut diteladani. Pelda Hariyadi bukan tipe polisi yang arogan dan sok jaim (jaga image) atau jaga wibawa. Dia tidak pernah berkeluh kesah dengan berbagai fasilitas yang diterimanya. Beliau tipe polisi yang setia dan bangga terhadap profesinya. Doktrin Tribrata selalu dipegang teguh dalam menjalankan tugas sehari-hari.
Tribrata adalah nilai dasar yang merupakan pedoman moral dan penuntun nurani bagi setiap anggota Polri. Tribrata itu berisi tiga janji atau tiga komitmen Polisi Republik Indonesia, yaitu (1) Berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kemanusiaa dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; (3) Senantiasa melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.
Selain itu, nampaknya Pelda Haryadi meresapi benar makna yang terkandung dalam Catur Prasetya. Sebagai insan bhayangkara, kehormatannya adalah berkorban demi masyarakat, bangsa dan negara untuk (1) meniadakan segala bentuk gangguan keamanan; (2) menjaga keselamatan, jiwa raga, harta benda dan hak asasi manusia; (3) menjamin kepastian berdasarkan hukum; dan (4) memelihara perasaan tentram dan damai.
Doktrin Tribrata dan Catur Prasetya inilah yang membuat Pelda Haryadi bekerja dengan ikhlas dan rela berkorban, agar masyarakat merasa diayomi, merasa dilindungi dengan kehadiran sosok polisi. Bukan sebaliknya, kehadiran polisi malah ditakuti. Pelda Haryadi adalah sosok bhayangkara sejati. Semua disyukuri dan dijalani dengan senang hati.