Eksotisme Gua Karst Mengkuris Kutai Timur, Menyibak Pesan Nenek Moyang Manusia di Tanah Kalimantan
Menelusuri Kalimatan Timur adalah menapaki riwayat manusia. Tidak hanya puluhan, ratusan atau ribuan tahun, bahkan hingga puluhan ribu tahun.
Penulis: Muhammad Fachri Ramadhani | Editor: Mathias Masan Ola
Baca juga; Beda dengan Persib Bandung, Persebaya Tegas Tolak Liga 1 2020 Diteruskan, Aji Santoso Beber Alasan
Kembali ke Minggu, pria yang mengenakan penutup kepala adat Dayak Basap kepada Tribunkaltim.co, mengaku telah mengenal Gua Mengkuris sejak berusia 12 tahun. Kala itu diperkenalkan langsung oleh orang tua semasa hidup.
Sejak kecil Minggu bertahan hidup di hutan kawasan Desa Batu Lepoq. Tak heran ia akrab dengan tumbuhan hingga hewan yang ada di kawasan hutan tropis, yang saat ini dikepung perkebunan sawit dan tambang batu bara.
Keakaraban Minggu dengan Gua Karst Mengkuris sudah berjalan sekira 40 tahun. Namun, ia benar-benar ditunjuk sebagai penjaga gua oleh pemerintah setempat sejak 2013 silam. Kala itu Gua Mengkuris mulai dipromosikan sebagai objek wisata Desa Batu Lepoq, Karangan, Kutai Timur.
Izin dari kuncian atau penjaga gua jadi syarat utama bagi siapa saja yang ingin berkunjung ke Gua Karst Mengkuris. Sebelum memasuki kawasan wisata adat Gua Karst Mengkuris, pengunjung harus melewati beberapa portal perusahaan kayu yang berada di kawasan Desa Batu Lepoq, Karangan, Kutai Timur.
"Di portal penjagaan ketat. Apabila ada pengunjung tak lapor ke saya, maka pengunjung harus kembali ke rumah saya. Jadi portal tak akan buka apabila tak izin kepada saya. Disuruh kembali," ujarnya.

Lanjut Minggu, bila masa liburan tiba, pengunjung bisa membludak. Pria yang lahir tahun 1968 silam ini membeberkan dalam sehari bisa 600 kepala yang berkunjung ke Gua Karst Mengkuris.
"Lebaran puasa, lebaran haji, tahun baru, pengunjung satu hari dari 500 sampai 600 orang. Jam 8 pagi saya diri, duduknya jam 2 siang. Kami menjaga, takut ada yang merusak," ungkapnya.
Minggu tak sendiri, ia punya anggota yang membantunya menjaga gua yang digadang bakal menjadi salah satu warisan dunia. Ada yang berjaga di luar. Ada yang di dalam. Hingga ada yang jaga di puncak gunung.
"Mengenai gaji dari dana (tiket masuk) yang kita ambil. Per orang (pengunjung) Rp5 ribu sekali masuk. Itu untuk menjaga gaji anggota, kebersihan dan keamanan. Gaji dari pemerintah kita belum dapat," tuturnya.
Untuk diketahui, pegunungan Mengkuris berada di kaki sebelah selatan pegunungan Tabalar, sebelah utara pegunungan Nyapa dan sekira 25 Km di sebelah timur laut Pegunungan Beriun. Di sebelah timur terdapat dataran landai dan berakhir pada pantai yang berbatasan langsung dengan selat Makassar.

"Harapan kami sebagai penjaga goa ini, kepada pemerintah agar kami dibantu sesuai dengan harapan. Pertama soal akses jalan, kedua pelestarian (gua) ini," harapnya.
Ternyata tak hanya peninggalan telapak tangan di Gua Mengkuris. Minggu bercerita, bahwa di sekitarnya ada makam Siti Fatimah, yang dipercaya sebagian besar penduduk sebagai pembawa ajaran islam di Desa Batu Lepoq, Karangan, Kutai Timur.
Namun sayang Tribunkaltim.co tak sempat mampir lantaran cuaca yang tak mendukung, hingga waktu yang mepet.
Sambil menunggu pagi di base camp pusat informasi di bawah kaki Gubung Mangkuris, Minggu mengisahkan sosok Siti Fatimah. Perempuan itu ternyata utusan dari Kerajaan Kutai.