Tak Ingin Kawasan Hutan Kaki Gunung Layung Kubar Lenyap Berganti Batu Bara, 4 Desa Kompak Menolak

kehadiran tambang batu bara tersebut bakal mengancam sumber air dan hutan di Gunung Layung serta enam desa yang ada di sekitar kawasan tersebut.

Editor: Mathias Masan Ola
(KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON)
Perwakilan kelompok tani Desa Geleo Baru, Rinayati (kiri), Koordinator Forum Sempekat Petani Desa Geleo Asa dan Geleo Baru, Martidin (kedua dari kiri), Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang (tengah) dan Kornelis Detang (kanan) saat memberi keterangan pers di Samarinda, Senin (13/7/2020). 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA – Selamatkan hutan kaki Gunung Layung dan segala isinya, warga empat desa di kaki Gunung Layung, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, Kaltim menolak hadirnya pertambangan batu bara di lokasi tersebut.

Mereka menilai kehadiran tambang batu bara tersebut bakal mengancam sumber air dan hutan di Gunung Layung serta enam desa yang ada di sekitar kawasan tersebut.

“Gunung Layung itu sumber mata air bagi warga sekitar. Jika perusahaan dibiarkan masuk bakal hancur semua hutan kami,” ungkap Koordinator Forum Sempekat Petani Desa Geleo Asa dan Geleo Baru, Martidin (60), saat memberi keterangan pers di Samarinda, Senin (13/7/2020).

Selain ancaman bagi sumber air, hutan adat di Gunung Layung, kehadiran tambang tersebut pun mengancam komoditas pertanian warga yang telah berlangsung puluhan tahun.

Baca juga; Tolak Tambang Batu Bara di Kampung Adat, Siang Ini Warga Kutai Barat Akan Temui Gubernur Kaltim

Baca juga; Satu Lagi Pasien Corona di Kutai Barat Sembuh, Disarankan Tetap Isolasi Mandiri 14 Hari

“Hasil kebun rata-rata karet, kalau pertanian padi sawah, juga buah-buahan dan ikan. Kami tidak ingin lahan pertanian kami hancur dengan masuknya tambang,” tuturnya.

Saat ini perusahaan tersebut sudah membuat jalan tambang ( hauling road ) dan pelabuhan batu bara ( jetty ) seiring keluarnya IUP perpanjangan nomor 545/K.1101/2010. “Kami tidak bersedia melepas lahan kami jadi lahan pertambangan batu bara,” tegasnya.

Ada 12 kelompok tani yang ada di Desa Geleo Asa dan masyarakat adat sudah sepakat tak menyerahkan lahan mereka untuk wilayah pertambangan.

Rinayati ( 44) perwakilan dari kelompok tani Desa Geleo Baru juga menolak kehadiran perusahaan tambang batu bara yang berada di lokasi tersebut.

Bagi dia, enam desa berada di kaki Gunung Layung selama ini menjadi sentral produksi hasil pertanian dari sayuran, buah-buahan dan perkebunan karet.

Bahkan, kata dia, durian yang biasa dikenal dengan nama durian melak yang biasa dijual di kota-kota besar, berasal dari desa-desa yang ada di wilayah tersebut.

Selain itu, juga sungai-sungai alami yang menyimpan banyak ikan. Masyarakat dengan mudah mencari ikan di sungai –sungai yang ada di kawasan tersebut.

“Kenapa kami menolak, kalau disitu ditambang dampak lingkungan akan rusak. Sumber-sumber pertanian, perkebunan, dan sumber ikan yang ada di sungai tersebut bakal habis,” terang dia.

Warga lain, Kornelis Detang (42) menambahkan selain ancaman bagi hasil pertanian dan perkebunan, lebih jauh dari hal itu, tanah dan hutan di Gunung Layung merupakan warisan nenek moyang bagi warga sekitar sejak ratusan tahun lalu.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved