Virus Corona
Hal yang Dinilai Tidak Lazim dalam Pengembangan Obat Covid-19 yang Diklaim Unair, Begini Saran Ahli
Ada hal yang dinilai tidak lazim dalam pengembangan obat covid-19 yang diklaim Universitas Airlangga ( Unair ), begini saran dari ahli
TRIBUNKALTIM.CO - Ada hal yang dinilai tidak lazim dalam pengembangan obat covid-19 yang diklaim Universitas Airlangga ( Unair ), begini saran dari ahli
Ilmuwan dari Universitas Airlangga ( Unair ) bersama dengan Badan Intelijen Negara ( BIN ) dan TNI AD klaim telah menemukan obat covid-19.
Sejumlah hal dinilai tidak lazim dalam pengembangan obat yang diklaim Unair tersebut, begini saran dari ahli.
Ahli biologi molekuler Indonesia Ahmad Utomo memaparkan beberapa hal yang membuat penelitian obat covid-19 Unair dinilai tidak lazim oleh dirinya dan ilmuwan lain.
Selain itu, Ahmad juga menilai pemaparan di evaluasi hasil hanya dijelaskan dengan kalimat yang sangat sederhana.
"Relatif aman diberikan dengan mengevaluasi hasil pemeriksaan klinis, fungsi liver, fungsi ginjal, dan ECG," tulis paparan hasil uji obat covid-19 Unair yang dimuat di laman tniad.mil.id.
• Obat Corona Buatan Unair Tinggal tunggu Izin BPOM, Andika Perkasa Sebut Bakal Diproduksi Kimia Farma
• Kabar Gembira, TNI AD, BIN dan Unair Temukan Obat Anticovid-19, Lolos Uji Klinis 3, Pertama di Dunia
• Dokter di Puskemas Penajam Positif Covid-19, 27 Nakes Jalani Swab, Pelayanan Tutup Sementara
• BEGINI KKN Online Mahasiswa Unmul saat Pandemi Covid-19, Konten YouTube, Webinar, dan Website Desa
Ahmad mengatakan, evaluasi suatu penelitian semestinya dipaparkan serinci mungkin, terlebih jika sudah ditayangkan untuk umum.
Misalnya, tiap kelompok sembuh di hari keempat, kelima, atau keenam.
Kemudian juga tidak dirinci kembali gejala klinis yang dialami pasien seperti apa.
"Karena data ini kesannya kok too good to be thrue," ungkap Ahmad kepada Kompas.com, Minggu (16/8/2020).
"Padahal kalau kita belajar dari Inggris saat meneliti obat dexamethasone, disebutkan (obat) itu hanya memberikan benefit pada pasien gejala berat dan tidak memberikan benefit pada pasien ( covid-19 ) dengan gejala ringan," imbuhnya.
Artinya, penelitian sebaiknya ditulis sangat spesifik dan khasiat apa yang dirasakan pasien.
"Ketika penelitian enggak serinci itu, apa bedanya dengan temuan obat Hadi Pranoto," tegas Ahmad.
Pada bagian hasil PCR juga disebut Ahmad tidak lazim.
• Kunci Jawaban SMP Relasi dan Fungsi, Jelaskan Pengertian Fungsi dalam Matematika, TVRI 18 Agustus
• 3,7 Juta Rekening Belum Terdaftar Penerima BLT Karyawan Swasta di BPJS Ketenagakerjaan, Cek Namamu
• Mengenal Suku Tidung, Suku Asli di Kalimantan Utara, Ada di Uang Rp 75 Ribu Baru, Dikira Adat China
Ini karena data tersebut menggunakan Chi Square, di mana dikatakan Ahmad itu angka statistik yang tidak digunakan secara umum.
"Umumnya, studi fase III di awal metode (peneliti) akan mengatakan, kami menggunakan metode statistik A untuk menghitung perbedaan antara tanpa terapi dan dengan terapi.
Nah, ini tidak disebutkan. Mereka (tim Unair), ujug-ujug menyebutkan Chi Square," katanya.
"Kemudian semua kelompok negatif kecuali kelompok SoC, ini hampir too good to be true.

Di sini ada pemberian hidroksiklorokuin, yang enggak ada manfaat sebenarnya," imbuhnya.
"Ini menarik sebenarnya, kalau mereka katakan dari awal pasiennya orang muda semua.
Jadi kalau kita boleh berspekulasi, mungkin memang ditemukan obat ini, tapi untuk pasien yang muda."
• LENGKAP Kunci Jawaban Tema 2 Kelas 6 Halaman 48 45 46 44 49 50 Buku Tematik Subtema 2 Pembelajaran 1
• Danjen Kopassus Bongkar Kejinya Kelompok Mujahid Ali Kalora, Poso, Semua Jasad Korban Memilukan
• Dua Personel SID Beri Kesaksian Soal Kasus Jerinx, Begini Kata Suami Nora Alexandra saat Bertemu
Masukan
"It's oke tidak semua data ditampilkan.
Tetapi, minimal yang ditampilkan meaningful, artinya scientist yang tidak terlibat langsung dapat memberikan komentar," ungkapnya.
Ketika data yang ditampilkan tidak lengkap, peneliti lain pun menjadi susah menafsirkannya.
"Jadi saran saya, harusnya tim Unair mengkaji datanya sebelum dipublikasi ke publik. Dan publik kan isinya enggak cuma orang awam, ada juga ilmuwan.
Dan ilmuwan Indonesia juga banyak yang mendapat training uji klinis," kata Ahmad.
"Tolong tim Unair dalam pemaparan datanya diperbaiki, jangan seperti inilah.
Karena semalam juga banyak ilmuwan termasuk ilmuwan statistik yang mau komentar bingung," imbuhnya.
Ahmad mengharapkan, ketika pemerintah akan mengumumkan hal semacam ini harus dilandasi oleh data yang sangat kuat.
"Jadi masukan saya, perlu dikaji lebih jauh. Kita tentu menyambut baik bahwa ada angin segar.
Akan tetapi, kalau memang ini datanya, dilihat lagi representasi datanya seperti apa. Karena jika ditampilkan seperti ini, kami (ilmuwan lain) belum bisa ambil kesimpulan apa-apa," ungkapnya.
Pemaparan data uji klinis diharapkan Ahmad dan ilmuwan lain agar dipaparkan serinci mungkin, seperti apa khasiatnya dan dampaknya.
Dirinya pun siap untuk membantu mengevaluasi jika memang diperlukan.
Sebab seperti diketahui, saat ini kita memang membutuhkan solusi seperti obat yang dapat menangani covid-19.
"Saya yakin semua anak bangsa pasti mau membantu dan kita minta keterbukaan semua pihak agar datanya bisa transparan atau minimal ditulis dalam format preprint," tutupnya.
• Reaksi Rizky Billar saat Dinda Hauw dan Lesty Kejora Ngobrol, Ini Pesan Istri Rey Mbayang pada Lesti
• Doa Akhir dan Awal Tahun Baru Islam 1 Muharram 1442 H, Lengkap dengan Arti, Perhatikan Waktu Baca
• Tjahjo Kumolo Bagikan Link Download Film Ilegal, Ini Sentilan Joko Anwar dan Reaksi Ernest Prakasa
• INI Cara Dapat BLT Karyawan Swasta Rp 600.000, Jika Gajian Manual atau Tidak Lewat Transfer Bank
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengembangan Obat Covid-19 Unair Dinilai Tak Lazim, Ini Masukan Pakar", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/sains/read/2020/08/17/110200223/pengembangan-obat-covid-19-unair-dinilai-tak-lazim-ini-masukan-pakar?page=all.
Penulis : Gloria Setyvani Putri
Editor : Gloria Setyvani Putri