Elit Kaltim Belum Punya Kemauan Politik untuk Transformasi Ekonomi, Irwan: Lihat Saja Perda RTRW-nya
"Kalau benar ada kemauan politik, mestinya itu terlihat sejak mulai perencanaan. Tapi lihat saja Perda No 1/2016 tata ruang
"Artinya, Kaltim kebagian hanya 1.700 Km. Itu sama saja dengan yang dibangun di Susel. Padahal panjang itu tak seberapa dibanding luas Kaltim. Ini kan tidak adil."
Belum lagi soal listrik. Menurut Irwan, Kaltim itu pengekspor besar batubara. Tetapi, anehnya masih banyak kampung yang belum teraliri lisrrik. Akibatnya anak-anak ikut terdampak. Mereka tidak bisa belajar dengan lebih baik seperti saudara-saudara mereka di daerah lain. Tidak ada internet dan lainnya.
Begitu pun soal BBM. Masak daerah yang menjadi produsen energi, bahkan lumbung energi nasional, tapi tidak kebagian jatah mendapatkan BBM. Mereka harus antri mengular lama, dan di mana-mana.
Itulah potret pengelolaan SDA di Kaltim, hasil dari pesta demokrasi yang transaksional dimana hasil SDA tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat. Ini sangat membuat ketidaadilan bagi masyarakat Kaltim. Keadaan ini telah dan akan terus terjadi jika masih tidak ada kemauan politik yang kuat dari elite daerah untuk melakukan transformasi ekonomi.
Irwan melihat Kaltim selama ini terlalu patuh terhadap republik ini sehingga merasa oke-oke saja menerima dana bagi hasil yang tidak berkeadilan itu.
Total PDRB Kaltim (2019) Rp 653 triliun. Angka PDB nasional Rp 15.833 triliun. Artinya, Kaltim memberi kontribusi bagi PDB nasional sebesar 4,1persen. Akan tetapi kalau dicermati, kontribusi besar PDRB Kaltim itu ternyata lebih banyak didominasi sektor batubara (46 persen).
Sebarannya hampir merata di semua daerah. Samarinda saja memiliki 49 terminal khusus batubara. Terminal bahkan lebih banyak lagi, 109 buah. Keberadaan terminal khusus ini disebut Irwan juga menjadi amatan KPK karena diduga turut disalahgunakan untuk kepentingan ilegal lain seperti BBM.
Sudah Dikaji Sejak 1 Dekade Lalu
Diketahui, diskusi mengenai rencana melakukan transformasi ekonomi sudah seringkali dibahas sejak lebih dari satu dekade lalu. Dalam salah satu loka karya yang digelar pemprov tahun 2014 misalnya, disebutkan pemprov menyadari dominasinya tambang batubara dalam perekonomian Kaltim.
Lokakarya bertajuk Integrasi Rencana Aksi Daerah Penurunan Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Provinsi Kalimantan Timur ke dalam Perencanaan Kabupaten/Kota dan Mekanisme Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pelaksanaan RAD-GRK (PEP) di ruang Sky Bar lantai 8 Hotel Gran Senyiur di Balikpapan.
Sementara sektor ekonomi yang bersifat terbarukan seperti pertanian dan jasa, kontribusinya masih kecil. Struktur ini yang menurut Asisten II Sabani (sekarang Pj Sekprov Kaltim) ingin kita ubah melalui strategi transformasi ekonomi menuju struktur ekonomi berbasis SDA terbarukan.
Kebijakan itu diawali dengan peletakan dasar transformasi sosial ekonomi pada periode 2009-2013. Sedangkan periode 2014 – 2018 saat kita menerapkan pola pembangunan dengan memperkuat daya saing, nilai tambah berbasiskan sumber daya lokal yang berkelanjutan.
Dikatakan Sabani, penerapan skenario pertumbuhan ekonomi hijau atau green economy ataupun skenario pembangunan rendah karbon merupakan pilihan yang tepat untuk Kalimantan Timur. Peningkatan kemampuan modal manusia yang menguasai Iptek sangat diperlukan untuk memasuki tahap innovation-driven economies. Hal ini memerlukan transformasi sosial dan ekonomi.
Penerapan transformasi ekonomi dilakukan dengan mengunakan strategi pengembangan industri turunan dari sektor perkebunan, tanaman pangan dan pertambangan sebagai arah transformasi ekonomi yang lebih seimbang.
Melalui strategi ini diharapkan pada tahun 2030 sektor industri akan menjadi basis ekonomi utama dengan proporsi 42 persen, sektor perdagangan dan jasa mencapai 17 persen dan sektor pertanian mencapai proporsi 10 persen. Struktur ekonomi seperti ini diharapkan dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil serta dapat menyerap lapangan kerja yang lebih tinggi.