Launching Tribun Kaltara
Apindo Sebut Sektor Pariwisata Paling Terdampak Covid-19, Termasuk Hotel dan Restoran
Pandemi Virus Corona ( covid-19) tidak hanya merusak ekosistem kesehatan, namun juga menyerang titik vital perekonomian. Perekonomian Indonesia bahk
Penulis: Heriani AM |
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN- Pandemi Virus Corona ( covid-19) tidak hanya merusak ekosistem kesehatan, namun juga menyerang titik vital perekonomian.
Perekonomian Indonesia bahkan dunia, terus dibayang-bayangi resesi.
Menurut Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo) Sutrisno Iwantono dalam Webinar dan Launching Tribunkaltara.com, mengusung tema "Menggerakkan Roda Ekonomi di tengah Pandemi Covid-19", masalah yang dihadapi dewasa ini, sifatnya universal.
"Dari sisi pelaku usaha, tidak ada yang tidak terdampak. Namun tingkat keparahan berbeda antar sektor," ujarnya, Jumat (18/9/2020) malam.
Menurutnya, jika dibandingkan secara sektoral, paling terkena dampak adalah berkaitan dengan lalu lintas orang.
Itu sudah pasti adalah sektor pariwisata karena merupakan sektor yang terdampak sangat signifikan, termasuk pendukungnya seperti hotel maupun restoran.
"Mungkin kemarin agak membaik, namun sekarang, khususnya di Jakarta terjadi penurunan lagi karena ada pembatasan sosial berskala besar," ujarnya.
Sektor lain adalah perdagangan atau ritel. Masyarakat pedagang mengalami hambatan karena tidak bisa keluar berdagang.
Begitupun sektor angkutan orang, karena dianggap lokasi orang bertemu dengan mudah, berikutnya manufaktur, seperti otomotif, hingga sepeda motor.
Sektor makanan dan minuman juga tak luput dari hantaman wabah ini.
Kendati demikian, masih ada sektor yang tumbuh seperti kesehatan, farmasi dan telekomunikasi.
Latar belakang yang ada membuat kebutuhan utama pelaku usaha adalah meningkatkan daya beli.
Upaya untuk meningkatkan hal ini sangat penting.
Maka itu, pemerintah dianggap sudah menetapkan langkah dan kebijakan, baik melakukan relaksasi maupun menyalurkan bantuan ke masyarakat terdampak.
Bahkan restrukturisasi yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) sudah mencapai lebih dari Rp 800 triliun dalam penyalurannya.
Kebijakan tersebut, lanjut Sutrisno, sifatnya moneter.
Kebijakan fiskal juga tidak boleh dikesampingkan karena sama vitalnya.
Baca juga: KPU Samarinda tak Larang Gelar Konser Saat Kampanye, Asalkan Penuhi Syarat Ini
Bacajuga: Sampah di TPA Manggar Balikpapan Diolah Jadi Gas Metan, Disalurkan ke 150 KK, Pengganti Gas Elpiji
Menurutnya, ada stimulus yang harus segera direalisasikan.
Jika liquiditas lancar, maka dengan cepat multiplayer effect daya beli masyarakat akan terbangun.
"Kami selalu mengusulkan ke pemerintah untuk mempercepat stimulisasi. Memang sudah banyak dilakukan, untuk usaha, pekerja, kesehatan, hingga UMKM," jelasnya.
Kendati demikian, masih ada kelemahan dari stimulus tersebut karena dianggap belum merata.
Di Indonesia, ada sekitar 60 juta pelaku UMKM. Sedangkan penerima BLT baru tersalurkan ke 12 juta orang.
"Mengharap diperluas. BSU untuk gaji di bawah 5 juta kami mohon diperhatikan. Bagaimana dengan karyawan yang tidak ikut BPJS Ketenagakerjaan, usaha kecil yang tidak mampu membayar angsuran. Sehingga diharapkan untuk mendapat (bantuan) pada giliran berikutnya," ucapnya.
Pria berkacamata ini melanjutkan, bagian penting lainnya adalah sektor riil, diharapkan membuat aturan di lapangan yang proaktif.
Baca juga: Seorang Cawabup di Nunukan Positif Covid-19, KPU Tegaskan Tahapan Tetap Lanjut
Baca juga: Warga Anggana Kutai Kartanegara Produksi Kapal Jenis SWATH, Satu-satunya di Asia Tenggara
"Kita minta khususnya pemerintah daerah untuk ikut membantu pelaku usaha. Keluhan yang didapatkan persoalan pajak hotel dan restoran. Diminta relaksasi, PBB jangan dinaikkan, pajak reklame juga. Inilah yang kita harapkan untuk relaksasi," imbuhnya.
Masalah perizinan juga mesti dilonggarkan, pemerintah sedang berusaha dengan omnibus law sehingga diharapkan lebih cepat terealisasikan.
Namun yang paling utama dari persoalan ini adalah bagaimana mengurangi jumlah pasien yang terpapar covid-19.
"Mengurangi semaksimal mungkin penularan. Akar masalah bukan ekonomi, namun pandemi itu sendiri. Selama covid tidak berkurang angkanya, maka selama itu pula ekonomi tidak bisa jalan," ucapnya.
(TribunKaltim.co/Heriani)