ILC TV One Semalam, Mahkamah Agung Korting Hukuman Koruptor, Mahfud MD: Itu Bukan Urusan Pemerintah

Menko Polhukam Mahfud MD menjawab secara lugas kritikan narasumber ILC TV One tentang kekurangan pemerintahan Jokowi-Maruf Amin

tangkap layar YouTube ILC TV One
Mahfud MD di acara ILC TV One Selasa 20 Oktober 2020. 

TRIBUNKALTIM.CO - ILC TV One semalam, Selasa 20 Oktober 2020 berlangsung seru dengan sejumlah narasumber yang terkenal kritis.

Sejumlah nama besar hadir di sana seperti Gator Nurmantyo, Rizal Ramli, Mahfud MD, Sujiwo Tejo, dan lain-lain.

Membahas tema Setahun Jokowi- Maruf, banyak hal yang dikritik oleh para narasumber. Di antaranya soal korting atau potongan hukuman untuk koruptor.

Kritikan ini pun dijawab lugas dan tegas oleh Menko Polhukam, Mahfud MD.

Baca juga: Seru, Live Streaming ILC TV One, Karni Ilyas Angkat Setahun Jokowi-Maruf Plus Demo UU Cipta Kerja

Baca juga: Akhirnya ILC Tayang Kembali Malam Ini, Karni Ilyas Banyak Diprotes Soal Tema yang Diangkat

Baca juga: Penyebab ILC Tak Tayang, Karni Ilyas Beri Isyarat Tak Bisa Bicara, Fadli Zon: Melawan Kebebasan Pers

Baca juga: SERU, ILC Tadi Malam Bahas Setahun Jokowi-Maruf, Sujiwo Tejo: Saya Bersyukur Karni Ilyas Masih Hidup

Di ILC 20 Oktober tadi malam, Mahfud MD terang-terangan menyebut kelemahan institusi Mahkamah Agung.

Gara-gara sering memberi keringanan kepada koruptor.

ILC tadi malam membahas tema Setahun Jokowi-Maruf Amin memimpin Indonesia.

Menko Polhukam Mahfud MD menjawab secara lugas kritikan narasumber ILC TV One tentang kekurangan pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.

Dapat kesempatan sebagai narasumber pamungkas atau penutup di ILC TV One tadi malam, Mahfud MD leluasa skak mat terhadap pengeritik yang muncul

Ekonom Rizal Ramli dan Jenderal TNI Purn Gatot Nurmantyo melayangkan sejumlah kritikan. Dan dijawab Mahfud MD di sesi closing statement.

"Tingkat kepuasan masyarakat di bawah 50 persen itu wajar. Tapi perlu dicatat Kepuasan dan kepercayaan itu beda," kata Mahfud dikutip tribun-timur.com dari akun resmi Indonesia Laywers Clubs

Berdasarkan tingkat kepercayaan, hampir 70 persen masyarakat masih percaya kepada Jokowi-Maruf Amin.

"Hasil survei tingkat kerpercayaan masyarakat yang baru saja sebelum saya berangkat ke sini ( ILC TV One) itu 68 persen," kata Mahfud mementahkan semua kritikan ke Jokowi.

Namun Maruf jujur mengakui masih banyak hal yang kurang dan perlu dibenahi. Namun lebih banyak bukan urusan pemeritah (eksekutif) lagi.

"Misal urusan hukum banyak keluhan kan misalnya di Mahkamah Agung. Terlalu banyak memberi korting kepada koruptor.

Itu kan bukan urusan pemerintah lagi. Pemerintah tidak boleh campur di situ. Hampir semua koruptor yang minta PK diturunkan semua hukumannya. Itu terserah MA. Urusan MA saja," lanjut Mahfud.

"KPK juga berjalan lambat, itu bukan urusan pemerintah lagi," lanjutnya.

Namun sejumlah kegiatan pemerintahan dalam delapan bulan terakhir mendapat respon baik dari masyarakat.

"Hal-hal baru yang dicapai dalam 8 bulan terakhir itu, misalnya kita menangkap Paulina sudah 17 tahun lari, menangkap Joko Chandra yang katanya dibiarkan lepas kita tangkap, Jenderal polisi 2 jadi tersangka, Pinangki tersangka.

Bahwa ada kekurangan-kekurangan tapi itu juga ditempuh atau dilakukan pemerintahan dalam delapan bulan terakhir,"tambahnya.

Sebelumnya, pengurangan hukuman bagi terpidana kasus korupsi dalam putusan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) banjir kritikan.

Putusan tersebut dinilai meruntuhkan rasa keadilan bagi masyarakat.

Bahkan dianggap tidak akan memberikan efek jera bagi koruptor.

Adapun dalam putusan terbaru, MA mengabulkan PK yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.

MA mengurangi hukumannya dari 14 tahun penjara pada tingkat kasasi menjadi 8 tahun penjara.

"Putusan demi putusan PK yang dijatuhkan Mahkamah Agung, di antaranya Anas Urbaningrum."

"Itu sudah terang benderang telah meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat."

"Sebab masyarakat pihak yang paling terdampak praktik korupsi," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana pada Kamis (1/10/2020), dikutip dari Kompas.com.

Kurnia menuturkan, sejak awal pihaknya sudah mempertanyakan keberpihakan lembaga kehakiman dalam upaya pemberantasan korupsi ini.

Pasalnya, berdasarkan catatan ICW mengenai tren vonis koruptor tahun 2019 menunjukkan rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara.

"Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor?" ujar Kurnia.

Menurut Kurnia, hukuman ringan bagi para koruptor memiliki dua implikasi.

Yakni pemberian efek jera yang semakin jauh dan kinerja penegak hukum yang menjadi sia-sia.

Baca juga: Bukan Login www.depkop.go.id, Ada Cara Resmi Daftar BLT UMKM Rp 2,4 Juta, Cara Mudah, Tunggu SMS BRI

Baca juga: UPDATE LINK eform.bri.co.id Cek Penerima BPUM BRI 2020, Cara Pencairan BPUM PT Bank Rakyat Indonesia

Baca juga: KATALOG PROMO Indomaret Terbaru Rabu 21 Oktober 2020, Beli 1 Gratis 1, Susu dan Pampers Anak Murah

Baca juga: Sikap Tegas Jokowi Kepada Amerika Serikat, Larang Pesawat Milik AS Mendarat di Wilayah Indonesia

Oleh sebab itu, ICW meminta Ketua Mahkamah Agung mengevaluasi penempatan hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada koruptor.

ICW juga menyarankan agar KPK mengawasi persidangan PK di masa mendatang.

Penjelasan MA soal pengurangan hukuman koruptor

Pihak Mahkamah Agung menjawab kritikan sejumlah pihak terkait pemotongan hukuman bagi terpidana koruptor setelah peninjauan kembali (PK) yang mereka ajukan dikabulkan oleh MA.

Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro menegaskan, permohonan PK yang dikabulkan MA merupakan koreksi atas kekeliruan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

"Bukan tidak mungkin dalam putusan tersebut terdapat kesalahan atau kekeliruan yang merupakan kodrat manusia."

"Termasuk hakim yang memeriksa dan memutus perkara," kata Andi, Kamis (1/10/2020), masih dari Kompas.com.

Ia menjelaskan, ada tiga alasan yang dapat menjadi dasar terpidana atau ahli warisnya mengajukan PK.

Yaitu adanya novum atau bukti baru, ada pertentangan dalam putusan atau antarputusan, serta ada kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata.

Andi mengatakan, jika alasan tersebut cukup beralasan dan terbukti, tentu MA dapat mengabulkan PK yang diajukan.

Ia menambahkan, setiap putusan hakim pun wajib mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

Hal inilah yang juga sering dijadikan perimbangan majelis hakim PK untuk mengurangi hukuman terpidana.

"Misalnya peran terpidana hanya membantu dia bukan pelaku utama sementara pidana yang dijatuhkan dinilai terlampau berat," pungkasnya.

Lihat Video Mahfud MD Sebut MA Lemah:

Baca juga: Akhirnya John Kei Bicara, Tak Tinggal Diam Terancam Hukuman Mati, Keterangan Berbeda dengan Nus Kei

Baca juga: SEGERA DIBUKA, Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 11, Kuotanya Cuma Sedikit, Simak Bocoran Tanggal

Baca juga: ANDA TERMASUK? Pelamar CPNS Merasa Gagal Jangan Sedih Dulu, Bisa Isi Formasi Kosong, Lihat Kriteria

Baca juga: Daftar Bantuan UMKM Tak Bisa Online, Datang Langsung, Simak Cara Pencairan Banpres Produktif di BRI

(tribun-timur.com/tribunnews.com)

Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul BLAK-BLAKAN ILC TV One! Mahfud MD Menko Jokowi Permalukan Mahkamah Agung, Ada Moeldoko, Gatot, Rizal, https://makassar.tribunnews.com/2020/10/21/blak-blakan-ilc-tv-one-mahfud-md-menko-jokowi-permalukan-mahkamah-agung-ada-moeldoko-gatot-rizal?page=all.
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved