Hari Sumpah Pemuda
Mengenal Dicky Malik Arnanda, Pemuda Kreatif Balikpapan, Banyak di Kursi Roda tapi Jago Ilustrasi
Sehari sebelum pelaksanaan hari Sumpah Pemuda di Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, pihak Pemkot Balikpapan menggelar seremonial apresiasi
Pada saat memeringati 5 tahun Jong Sumatranen Bond pada 1921, Mohamad Yamin menerbitkan sebuah buku kumpulan sajak yang berjudul Tanahair.
Namun saat itu yang dimaksud Tanah Air oleh Yamin adalah Andalas, Sumatera.
Belum termasuk Indonesia.
Dalam masa enam tahun, tumbuh berbagai kesadaran baru di kalangan pemuda, karena musuh yang dihadapi mereka sama, yaitu Belanda.
Baca juga: Liga Italia, Paolo Maldini Susun Rencana Megatransfer AC Milan, Fans Inter Bakal Kebakaran Jenggot
Baca juga: BANYAK GAGAL! LOGIN www.kemnaker.go.id, Cek Nama Penerima BLT, Info Kapan BLT BPJS Gelombang 2 Cair
Kesadaran itulah yang menyebabkan mereka berusaha menggalang persatuan dalam sebuah kesadaran baru. Pada 1926 diselenggarakan Kongres Indonesia Muda yang pertama (Kongres Pemuda I).
Bahkan pada tahun itu pun kesadaran itu belum cukup untuk melahirkan sebuah sumpah pemuda.
Lahirnya Sumpah Pemuda
Sumpah Pemuda baru lahir dua tahun kemudian.
Pada 1928 Moh. Yamin menerbitkan sebuah kumpulan sajak yang baru berjudul Indonesia, Tumpah Darahku.
Itu menunjukkan perubahan kesadaran para pemuda.
Ketika Kongres Indonesia Muda kedua (Kongres Pemuda II) diselenggarakan pada 1928, bahasa Melayu sudah lama menjadi bahasa pergaulan yang dipakai secara luas di seluruh kepulauan Nusantara.
Namun saat itu kedudukan bahasa Melayu belum kuat.
Sebagian ahli Belanda menganjurkan agar bahasa Belanda menjadi bahasa resmi di seluruh Indonesia (dipakai seluruh penduduk Bumiputera).
Tapi ada juga ahli Belanda yang menganggap bahasa Belanda itu begitu tinggi sehingga tidak pantas dipakai oleh kaum inlander (Indonesia).

Karena ada perbedaan paham ini maka pemerintah kolonial Belanda tidak segera sampai pada kebijakan untuk menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa resmi satu-satunya.