Tak Ikuti SE Menaker, Sultan Hamengkubuwono X Berani Naikkan UMP 2021, Tapi Buruh Justru Kecewa
Tak ikuti SE Menaker, Sultan Hamengkubuwono X berani naikkan UMP 2021, tapi buruh justru kecewa
TRIBUNKALTIM.CO - Tak ikuti SE Menaker, Sultan Hamengkubuwono X berani naikkan UMP 2021, tapi buruh justru kecewa.
Gubernur DIY atau Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X akhirnya menaikkan besaran Upah Minimum Provinsi ( UMP 2021).
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan ( Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Surat Edaran yang meminta Gubernur tak menaikkan Upah Minimum 2021.
Namun, kenaikan UMP 2021 Yogyakarta ini tak disambut gembira oleh buruh, mengapa?
Baca juga: Link Live Streaming dan Jadwal Belajar dari Rumah TVRI Minggu 1 November 2020, Talkshow Hutan Kita
Baca juga: Hasil Liga Italia, Conte Temukan Faktor Inter Milan Loyo Lawan Parma, Nyaris Dipermalukan Gervinho
Baca juga: TERBARU Ramalan Zodiak Hari Ini Minggu 1 November 2020 Taurus Tersesat dan Kesepian, Leo Sentimentil
Baca juga: Batas Pelatihan Gelombang 10 Usai, Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 11 Mulai? Cek prakerja.go,id
Upah Minimum Provinsi (UMP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah ditetapkan naik sebesar 3,54 persen.
Namun, peningkatan tersebut belum memuaskan pihak buruh, bahkan disebut membuat buruh patah hati.
Sekjen DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY Irsyad Ade Irawan mengatakan, seluruh buruh DIY merasa kecewa dan patah hati atas keputusan Gubernur yang hanya menaikkan UMP sebesar 3,54 persen.
Bahkan, menurut Ade, keputusan Gubernur tentang upah minimum 2021 tidak lebih baik dari Dewan Pengupahan Provinsi DIY yang merekomendasikan kenaikan UMP sebesar 4 persen.
"Gubernur seperti ingin memupuskan harapannya sendiri untuk mengurangi penduduk miskin dan mengurangi ketimpangan seperti yang disampaikan dalam pidato visi misi Gubernur 2017-2020," kata Ade melalui keterangan tertulis, Sabtu (31/10/2020).
Ade mengatakan, upah murah yang ditetapkan tiap tahun berpotensi melestarikan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di DIY.
"Upah minimum yang tidak pernah naik secara signifikan dari tahun ke tahun, berpotensi menyebabkan buruh di DIY tidak bisa membeli tanah dan rumah," kata dia.
Ade menilai, kebijakan upah murah berpotensi memangkas daya beli masyarakat di tengah ancaman resesi.
"Kami menuntut revisi Keputusan Gubernur DIY tentang Penetapan UM 2021, dan tetapkan UMK DIY sebagai berikut, Kota Yogyakarta Rp 3.356.521; Kabupaten Sleman, Rp 3.268.287; Kabupaten Bantul Rp 3.092.281; Kulon Progo Rp 3.020.127; Gunung Kidul Rp2.807.843," ujar Ade.
Baca juga: LENGKAP Tata Cara, Niat dan Keutamaan Sholat Dhuha, Berpahalanya Senilai Pahala Ibadah Umrah
Selain itu, menurut Ade, buruh juga menuntut kepada pemerintah untuk mencabut Undang-Undang Cipta Kerja.
Kemudian mencabut SE Menaker tentang penetapan Upah Minimum (UM) 2021 dan juga menuntut pemerintah untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada seluruh buruh tanpa diskriminasi dan sebesar upah minimum.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah DIY menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) pada 2021.
Kenaikan UMP DIY sebesar 3,54 persen dibandingkan tahun lalu.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY Aria Nugrahadi menjelaskan, Gubernur DIY meneken Keputusan Gubernur DIY Nomor 319/KEP/2020 tentang Penetapan UMP DIY.
"UMP DIY tahun 2021 ditetapkan naik sebesar 3.54 persen.
UMP DIY 2021 sebesar Rp 1.765.000," kata Aria dalam keterangan resmi yang diterima, Sabtu.
Rekomendasi ini merupakan hasil dari sidang pleno Dewan Pengupahan DIY yang dihadiri dari tiga unsur pertama, yaitu unsur buruh atau pekerja, pengusaha dan pemerintah.
Berdasarkan rekomendasi, disepakati kenaikan sebesar 3,33 persen berdasarkan kajian tenaga ahli menggunakan data dari BPS.
Sementara pihak buruh meminta kenaikan 4 persen.
“Kajian kenaikan menggunakan data dari BPS yaitu pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional.
Berdasarkan rekomendasi Gubernur DIY menetapkan UMP DIY, sebesar Rp 1.765.000 dan berlaku mulai 1 Januari 2021,” kata dia.
Baca juga: Pernyataan Emmanuel Macron Undang Kontroversi, Ustadz Adi Hidayat : Sekarang Ada Penyakit Macronisme
25 Provinsi Tak Naik
Kemnaker menyebutkan, sudah terdapat 25 provinsi yang siap melaksanakan surat edaran Menaker nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 Pada Masa Pandemi Covid-19.
Direktur Pengupahan Kemnaker Dinar Titus Jogaswitani mengatakan, pihaknya masih akan terus menunggu provinsi lain yang akan mengikuti aturan ini.
"Semalam (28/10/2020) sudah 25 provinsi. Hari ini libur. Kita tunggu besok dan lusa. Akan ditetapkan dan diumumkan tanggal 31 Oktober," ujar Dina, Kamis (29/10/2020).
Sesuai dengan surat edaran tersebut, para Gubernur diminta untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai upah minimum tahun 2021 sama dengan nilai upah minimum tahun 2020.
Tak hanya itu, gubernur juga diminta melaksanakan penetapan upah minimum setelah tahun 2021 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, juga menetapkan dan mengumumkan upah minimum provinsi tahun 2021 pada tanggal 31 Oktober 2020.
Sayangnya, Dinar tidak merinci provinsi mana saja yang sudah sepakat akan mengikuti surat edaran tersebut.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, sampai Selasa (27/10/2020) sudah ada 18 provinsi yang sepakat mengikuti SE tersebut.
Baca juga: TERJAWAB Kapan BLT Cair Lagi, Ada Kabar Baik Menaker Soal BLT BPJS Gelombang 2, Siap-siap Cek Saldo!
Ke 18 provinsi tersebut antara lain Jawa Barat, Banten, Bali, Aceh, Lampung, Bengkulu, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Papua.
Ida pun menerangkan, penetapan upah minimum tahun 2021 dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal.
Menurutnya, SE ini untuk memberikan perlindungan dan keberlangsungan bekerja bagi pekerja/buruh serta menjaga kelangsungan usaha, perlu dilakukan penyesuaian terhadap penetapan upah minimum pada situasi pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.
"Jadi, sebenarnya posisinya setelah kita mendiskusikan secara mendalam, mempertimbangkan berbagai hal, jalan tengah yang bisa kita ambil adalah dengan tetap sebagaimana upah minimum 2020.
Ini adalah jalan tengah yang kita ambil hasil diskusi di Dewan Pengupahan Nasional. Kita harap para gubernur menjadikan ini sebagai referensi dalam menetapkan upah minimum,” terang Ida.
Menanggapi ini, Komite Tetap Ketenagakerjaan Kadin Indonesia, Bob Azam pun menilai langkah yang diambil pemerintah provinsi tersebut adalah hal yang wajar.
Ini mengingat sebagian besar perusahaan mengalami kesulitan di tengah pandemi Covid-19.
"Saya terima laporan sudah 26 provinsi yang siap menjalankan SE karena memang wajar sekali dalam kondisi pandemi mayoritas perusahaan dalam kondisi survival atau bleeding karena beroperasi di bawah BEP (break even point)," ujar Bob, Kamis (29/10/2020).
Baca juga: Siaran Langsung Liga Italia, Udinese vs AC Milan Malam Ini, Link Live Streaming beIN Sports 2
Dia mengatakan, hanya sebagian kecil perusahaan yang masih bisa beroperasi dengan normal di tengah pandemi kali ini.
Dia pun meminta agar perusahaan-perusahaan tersebut melakukan perundingan bipartit untuk membahas kenaikan upah.
Sehingga kenaikan upah di tahun mendatang tidak harus mengacu kepada SE yang dikeluarkan Menteri Ketenagakerjaan.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Buruh di DIY Kecewa walaupun UMP Ditetapkan Naik, Apa Sebabnya?", Klik untuk baca: https://regional.kompas.com/read/2020/10/31/18564791/buruh-di-diy-kecewa-walaupun-ump-ditetapkan-naik-apa-sebabnya?page=all#page2.