OTT KPK di Kutai Timur
Terdakwa Deki Aryanto Dicecar Pertanyaan Pemberian Rp 5 Miliar Sesuai Permintaan Bupati Ismunandar
Terdakwa Deki Aryanto Dicecar Pertanyaan Pemberian Uang Rp 5 Miliar Sesuai Permintaan Ismunandar.
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Terdakwa Deki Aryanto dicecar pertanyaan pemberian uang Rp 5 miliar sesuai permintaan Ismunandar.
Usai meminta keterangan terdakwa Aditya Maharani, Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) beralih ke terdakwa Deki Aryanto.
Sidang dilanjutkan, dengan menghadirkan terdakwa Deki Aryanto selaku Direktur CV Nulaza Karya.
Sejak dibukanya sidang perkara Deki Aryanto, JPU segera mencecar dan mempertanyakan terkait pemberian uang sebesar Rp 5 milar kepada Musyafa sesuai permintaan Ismunandar.
Pada sidang sebelumnya, fakta terungkap bahwa permintaan uang itu diketahui untuk biaya kampanye Pilkada.
Baca Juga: Indonesia Resmi Resesi, Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal III 2020 Minus 3,49 Persen
Baca Juga: Satpol PP Kukar Segel Tower Tidak Berizin di Tenggarong Kutai Kartanegara
Baca Juga: UPDATE Virus Corona di Tarakan, Tambah 4 Kasus Konfirmasi Positif covid-19
Baca Juga: Bayi Hidrosefalus di Berau Dirawat di Rumah Sederhana, Butuh Biaya Besar untuk Operasi
Pemberian uang tersebut berawal dari telepon dari Musyaffa yang meminta bantuan kepadanya (terdakwa).
Namun Deki hanya mampu menyanggupinya sebesar Rp 3 miliar.
"Disini (Keterangan dalam BAP) terdakwa menjelaskan, sesuai dengan permintaan Musyaffa, terdakwa mempersiapkan uang tunai sebesar Rp 3 miliar dibagi menjadi dua," katanya.
Sebesar Rp 2 miliar dikemas dan disimpan didalam tas.
"Kemudian uang tersebut diserahkannya kepada Musyafa dikediamannya," tutur JPU menanyakan pada terdakwa saat persidangan.
"Benar Bu," sahut terdakwa Deki Aryanto.
Setelah pemberian uang sebesar Rp 2 miliar pada Musyafa, tepatnya di kediamannya.
Terdakwa Deki Aryanto kembali menyerahkan uang sebesar Rp 1 Miliar.
"Uang sebesar Rp 1 miliar ini juga ditaruh kedalam tas berbeda ya?, kemudian saudara serahkan secara langsung dikantornya. Benar seperti itu?," tanya JPU lagi.
"Benar Bu. Pak Musyaffa memang beberapa kali meminta. Awalnya saya tidak mau, tapi ya saya sanggupi juga. Kata beliau uang tersebut, digunakan berkaitan dengan pilkada," jawab terdakwa Deki Aryanto.
Uang yang telah diterima oleh Musyaffa dari terdakwa Deki Aryanto ini, kemudian salah seorang staf Musyaffa diperintah untuk menyetorkan uang ke lima rekeningnya.
Dengan masing-masing sebesar Rp 200 juta. Uang tersebut kemudian diberikan kepada Ismunandar.
Tak hanyaitu, terdakwa Deki Aryanto juga diketahui memberikan sejumlah barang mewah hingga uang kepada istri Ismunandar yakni Encek UR Firgasih selaku Ketua DPRD Kutim.
"Saudara terdakwa ada diminta menyediakan motor jenis Honda ya sama Bu encek?. Itu uangnya hasil darimana, apakah fee pengerjaan atau bagaimana," tanya JPU.
"Saya lupa uangnya dari mana, cuman memang kalau ada uang saya penuhi," terdakwa menjawab.
Baca Juga: Isu Pemekaran Daerah Samarinda Seberang Ditanggapi Wagub Kaltim Hadi Mulyadi
Baca Juga: Kasus KDRT di Samarinda Berakhir Damai, Pelaku Berjanji Tidak Mengulangi Lagi
Baca Juga: Beginilah Penilaian PSSI Atas Kinerja Shin Tae-yong di Timnas U-19 Indonesia
Terdakwa Deki Aryanto, sempat membantah terkait selalu menyediakan apa yang menjadi permintaan dari Ketua DPRD Kutim ini, saat ditanya oleh JPU.
"Apa yang diminta Bu Encek, saudara selalu penuhi ya?," ucap JPU bertanya.
"Tidak semua, saya juga ada menolak, kalau ada uang saja (baru dipenuhi)," ungkap terdakwa.
Pada fakta-fakta persidangan saat meminta keterangan sejumlah saksi, terungkap bahwa, Istri Bupati Kutim itu meminta dibelikan satu unit motor CFR-150 seharga Rp 35 juta, pada terdakwa Deki Aryanto.
Motor itu rencananya diperuntukkan untuk keponakan Encek UR Firgasih.
Permintaan pembelian satu unit motor mewah ini, terekam pada percakapan singkat via pesan aplikasi WhatsApp.
Yang kemudian disanggupi oleh terdakwa Deki Arianto dengan membayar setengah harga dari motor tersebut.
Kepada majelis hakim, Encek UR Firgasih, yang sebelumnya dihadirkan sebagai saksi persidangan, menyampaikan alasannya meminta dibelikan motor tersebut kepada terdakwa Deki Aryanto, karena merasa sudah memberikan pekerjaan berupa paket PL.
Sejak di awal permintaan itulah, Encek UR Firgasih, mengakui kerap meminta bantuan pada Deki.
Seperti pada pada 15 Mei 2020. Encek UR Firgasih, meminta sejumlah uang dengan besaran Rp 60 juta. Uang itu digunakan untuk membeli satu unit mobil merek Daihatsu yang diketahui seharga Rp 180 juta.
Selain itu, ia juga meminta untuk dibiayai di sejumlah kegiatan yang diselenggarakan oleh Encek UR Firgasih. Seperti contohnya, memfasilitasi kegiatan olahraga di lingkungan Pemkab Kutim dan membantu warga yang memerlukan.
Selain itu, terdakwa Deki Aryanto juga diketahui memberi sejumlah uang dengan cara mentransfer uang, sebesar Rp 200 juta melalui rekening Irawansyah.
Uang tersebut digunakan guna keperluan kegiatan sang Ketua DPRD Kutim, yang kemudian digunakan untuk kegiatan HUT RI di desa dan kecamatan di lingkup Kutim.
Timbal balik dari sejumlah pemberian ini, terdakwa Deki Aryanto menerima pengerjaan berupa proyek PL di Dinas pendidikan sebesar Rp 45 milliar. Proyek itu lebih dulu diatur antara Encek UR Firgasih bersama Musyaffa dan Suriansyah.
"Dari beberapa proyek yang saya kerjakan, soal fee ke Bu Encek enggak ada komitmen," ungkap terdakwa Deki Aryanto.
Terdakwa Deki Aryanto menjelaskan, ada sebanyak 407 paket PL yang ia kerjakan dari proyek di Dinas Pendidikan Pemkab Kutim untuk anggaran tahun 2020.
"Kalau soal keuntungan paling banyak bisa 15 persen, per-kontrak yang rasionya 150 jt per kegiatan," ucapnya.
PL sebanyak itu dikerjakan oleh terdakwa dengan menggunakan bendera perusahaan berbeda-beda.
Hal ini dikarenakan setiap satu perusahaan kontraktor hanya diperbolehkan memegang lima proyek.
"Semua saya kelola sendiri. Hanya pinjam bendera sehingga semua saya yang atur," imbuh terdakwa.
Meski banyak PL yang dikerjakan terdakwa Deki Aryanto, pendapatan atau keuntungan yang diterima sangatlah sedikit. Lantas JPU mempertanyakan perihal itu.
"Kenapa berani memberi orang, sementara yang didapat sedikit saja dari proyeknya?," cecar JPU pada terdakwa.
Yang kemudian di jawab oleh terdakwa Deki Aryanto dengan wajah lesu.
"Saya tidak enakan orangnya pak," jawab terdakwa.
Dirasa semua cukup menyampaikan keterangan.
Majelis Hakim kemudian menutup persidangan dan akan dilanjutkan pada Senin (16/11/2020) mendatang.
Agenda selanjutnya dengan agenda Bacaan Tuntutan dari JPU.
"Terimakasih atas kelancarannya, dengan ini sidang ditunda dan dilanjutkan pada pekan depan," tutup Agung Sulistiyono Ketua Majelis Hakim sembari mengetuk palu persidangan.
Menghadirkan 2 Terdakwa
Dua terdakwa pemberi suap mantan Bupati Kutim Ismunandar, yakni Aditya Maharani Yuono dan Deki Aryanto yang berperan sebagai kontraktor.
Sekaligus rekanan swasta Pemkab Kutim kembali hadir dalam persidangan yang digelar teleconference tepat di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, Senin Sore (9/11/2020).
Keduanya diduga telah melakukan tindak pidana gratifikasi ke sejumlah pejabat tinggi di Kutai Timur, guna mendapatkan sejumlah paket pekerjaan proyek infrastruktur.
Setelah menjalani serangkaian jadwal persidangan. Giliran agenda pemeriksaan keterangan dari kedua terdakwa.
Diawal persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Agung Sulistiyono, didampingi hakim anggota Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo, Majelis Hakim pertama-tama menghadirkan Aditya Maharani untuk dimintai keterangannya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengawali pertanyaan, yang lebih mengulas secara dalam terkait tujuan pemberian uang sebesar Rp 5 miliar.
Terungkap dalam fakta persidangan sebelumnya, Direktur PT Turangga Triditya Perkasa diketahui memberikan uang dengan jumlah besar secara bertahap kepada Ismunandar melalui Musyaffa Kepala Bapenda Pemkab Kutim.
Bukan jumlah yang kecil tentunya, Rp 5 miliar tersebut dipergunakan oleh Ismunandar untuk membayar sisa hutang semasa kampanyenya di Pilkada sebelumnya.
Aditya Maharani pun menjelaskan dihadapan Majelis Hakim, perihal uang yang diberikan pada mantan orang nomor satu di Kutim ini jatuhnya sebagai hutang piutang.
"Itu Hutang dan sudah dibayar sama pak Ismunandar, jadi sisa Rp 2,5 miliar," jelas Aditya Maharani memberikan keterangannya, Senin (9/11/2020) saat persidangan.
Kemudian terdakwa Aditya Maharani juga menyatakan, awalnya ia mengaku tidak tahu menahu bahwa uang yang diberikan secara bertahap kepada Musyaffa itu dipergunakan oleh Ismunandar.
Belakangan ia mengetahui, setelah beberapa kali meminta pembayaran hutang kepada Musyaffa.
"Jadi beberapakali saya minta (menagih), tapi tidak dibayar-bayar. Baru pak Musyaffa bilang untuk minta langsung ke Pak Ismu (Ismunandar), baru tahunya itu. Saya kemudian meminta ke Pak Ismu, saya bilang, hutang bapak masih sisa Rp 2,5 miliar sama saya," ucap terdakwa.
Aditya Maharani, melanjutkan, maksud pemberian sejumlah uang ini guna membangung 'trust' (kepercayaan) agar memuluskan niatnya, mendapatkan sejumlah proyek pengerjaan di lingkungan Pemkab Kutim.
"Saya berpikir dengan jabatan pak Musyaffa sebagai Kepala Bapenda, pastinya dia akan membayar hutang itu. Selebihnya hanya agar terbangun kepercayaan, karena taunya dia bisa membantu soal proyek pengerjaan," tambah terdakwa.
Terdakwa juga mengakui memberikan uang THR dengan besaran Rp 100 juta kepada Ismunandar, Musyaffa dan Suriansyah alias Anto, selaku Kepala BPKAD Kutim.
"Adakah THRnya, bertanya kepada saya, yang kemudian saya kirimkan. Iya masing-masing segitu (Rp 100 juta). Dan ada juga saya memberikan THR ke Pegawai lainnya," pungkas Aditya Maharani.
Temuan berupa paket sembako di rumah pemenangan Ismunandar, juga turut disinggung dalam persidangan yang berlangsung hingga malam hari ini.
Terdakwa mengaku paket sembako sedianya untuk membantu warga Kutim terdampak pandemi covid-19 atau virus Corona, bukan untuk membantu kampanye Ismunandar.
"Saya memang mau bagi-bagi itu (paket sembako) ke warga. Saya dihubungi pak Ismu, diajak barengan bagi-bagi sembako. Jadi saya titip disana," ucapnya.
Tindakan loyalitas tanpa batas Aditya Maharani berbuah pada mendapatkannya berbagai pengerjaan proyek infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutim.
Sedikitnya ada 19 proyek penunjukan langsung (PL) dan 6 proyek lelang di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ( PUPR ) Pemkab Kutim. Hasil dari pengaturan Musyaffa.
Enam paket proyek itu terbagi dari pengerjaan pembangunan Embung di Desa Maloy senilai Rp 8,3 miliar, pembangunan rumah tahanan Polres Kutim Rp 1,7 miliar dan pembangunan Jalan Poros di Kecamatan Rantau Rp 9,6 miliar.
Kemudian pembangunan Kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan senilai Rp 1,8 miliar, Optimalisasi pipa air bersih senilai Rp 5,1 miliar.
Serta pengadaan dan pemasangan lampu penerangan jalan umum (LPJU) di Jalan APT Pranoto Sangata senilai Rp 1,9 miliar. Untuk enam paket pengerjaan proyek ini totalnya senilai Rp 15 miliar.
Pada 7 Juni 2020, Aditya Maharani yang menggarap enam proyek akhirnya mendapatkan termin pencairan. Yang kemudian dihubungi oleh Musyafa hasil perintah dari Ismunandar.
Kepadanya, Mustafa meminta sejumlah uang, yang disebut sebagai biaya operasional sebesar Rp 650 juta.
Permintaan Ismunandar melalui Musyafa itu baru bisa dipenuhi Aditya Maharani pada 12 Juni 2020.
Dengan baru bisa menyanggupi memberikan uang sebesar Rp 550 juta. Uang tersebut ditransfer ke Suriansyah, Kepala BPKAD melalui stafnya.
Uang yang telah diterima, selanjutnya diserahkan Suriansyah kepada Ismunandar. Selanjutnya sisa uang RP 100 juta, ditransfernya melalui ajudan Bupati Kutim.
Dihadapan majelis hakim, Aditya Maharani kembali menjawab pertanyaan dari JPU. Hal ini terkait berapa keuntungan yang diterimanya hasil mengerjakan proyek Pemkab Kutim.
Terdakwa Aditya Maharani menceritakan, dari sekian banyak PL yang dikerjakan olehnya, hanya sekitar 35-40 persen yang baru dicairkan pembayarannya.

Terdakwa pun sempat mempertanyakam, lantaran belum selesai dibayar hasil pengerjaan sebelumnya, sudah muncul lagi proyek yang baru.
Ditambah lagi, ketika dilanda pandemi covid-19 atau Virus Corona. membuat semua anggaran tertahan, sehingga tak bisa mempercepat proses pencairan.
"Banyak PL yang dikerjakan, cuman saya tidak detail menghapalkannya. Dari sebanyak itu baru 35-40 persen yang cair, terus muncul lagi proyek baru," ungkapnya terdakwa.
Terdakwa Aditya Maharani kooperatif membenarkan perihal dugaan suap sesuai yang telah didakwakan.
(TribunKaltim.co/Mohammad Fairoussaniy)