B30 Tingkatkan 12 Persen Serapan Sawit di Pasar Domestik 2021
Produksi minyak sawit mentah ( CPO ) hingga akhir 2020 diprediksi naik tipis 0,43 persen dari 47,18 juta ton pada 2019 menjadi 47,41 juta ton
Penulis: Heriani AM | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Produksi minyak sawit mentah ( CPO ) hingga akhir 2020 diprediksi naik tipis 0,43 persen dari 47,18 juta ton pada 2019 menjadi 47,41 juta ton (prediksi hingga akhir Desember 2020).
Sementara itu, penyerapan minyak sawit untuk biodiesel diperkirakan mencapai 7,2 juta ton sampai akhir tahun ini.
Hal tersebut disampaikan Togar Sitanggang, Wakil Ketua Umum III GAPKI ( Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia ), pada Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 yang diselenggarakan secara virtual.
Dari data GAPKI, kata Togar, penggunaan minyak sawit untuk industri oleochemical mendominasi konsumsi domestik yaitu sekitar 1,57 juta ton meningkat 48,96 persen dari tahun 2019.
Baca juga: Minyak Sawit Kaltim Tembus Pasar Ekspor, Palm Stearin dan Palm Olein Siap Dikirim ke China
Baca juga: Sampai Mei 2019 Ini Minyak Sawit Bebas Pungutan Ekspor, Begini Alasannya
"Hal ini didorong permintaan pasar untuk bahan baku sabun serta pembersih lainnya yang meningkat selama pandemi Covid-19," katanya dalam siaran tertulis, Jumat (4/12/2020).
Sementara itu permintaan minyak sawit untuk industri makanan mengalami penurunan akibat adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar sehingga restoran dan hotel banyak yang menutup operasinya pada tahun 2020.
Togar juga menyampaikan analisisnya terkait program mandatori biodiesel B30. Meskipun pemerintah telah menaikkan levy atau ungutan ekspor namun karena pasar ekspor yang masih melemah, dana dari pungutan ekspor belum tentu maksimal.
Hingga September 2020, GAPKI mencatat total ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 24,08 juta ton dengan nilai ekspor mencapai USD 15,49 miliar. Tiongkok masih menjadi negara tujuan ekspor utama bagi Indonesia.
Baca juga: Bantah Berita di Media AP, GAPKI: Tuduhan Eksploitasi Pekerja Wanita Rugikan Industri Sawit
Baca juga: Gapki Kaltim Gelar Sosialisasi dan Klinik Indonesian Sustainable Palm Oil 2020
Togar mengharapkan pemulihan permintaan minyak sawit di Tiongkok pada 2021 seiring dengan pemulihan ekonomi paska Covid-19.
Sebelumnya, penurunan permintaan di Tiongkok terjadi pada bulan Maret 2020 akibat penutupan akses beberapa pelabuhan namun ekspor perlahan meningkat pada Juli 2020.
Memasuki tahun 2021, Togar memproyeksikan akan terjadi kenaikan terhadap kinerja sawit jika vaksin didistribusikan dengan baik.
"Diperkirakan produksi minyak sawit meningkat sekitar 3,5 persen dan konsumsi industri makanan meningkat sekitar 2,5 persen.
Sementara kinerja ekspor sawit akan sangat bergantung terhadap kondisi ekonomi global, namun diperkirakan akan meningkat hingga 11,5 persen jika kondisi ekonomi mulai berangsur pulih," urainya.
Selanjutnya, Togar menuturkan jika pemerintah memutuskan untuk melanjutkan mandatori B30 di tahun 2021, maka akan ada peningkatan konsumsi sekitar 12 persen dan mendorong harga minyak sawit menjadi 750-850 USD/mt.
Tetapi jika Indonesia kembali kepada B20 maka akan ada penurunan konsumsi sekitar -25 persen, yang diperikaran akan membentuk harga sawit di kisaran 600-700 USD/mt.
Baca juga: Harga Minyak Sawit Mentah Bangkit
Baca juga: Rp 27 Triliun, Setoran Pajak Minyak Sawit Kaltim ke Pusat
Baca juga: Produsen minyak sawit terus berekspansi
Peluang Pasar Afrika
Togar mengungkapkan bahwa Afrika merupakan pangsa pasar yang menarik.
Meskipun tidak signifikan, volume ekspor minyak sawit ke Afrika terus meningkat secara konsisten setiap tahunnya.
Menurutnya, Afrika memiliki potensi pasar yang baik bagi industri sawit Indonesia.
Founder 3XG UK Consulting Ltd Abah Ofan menyetujui hal tersebut. Menurutnya, Afrika merupakan pangsa pasar yang baik bagi industri sawit di Indonesia terutama Kenya dan Tanzania.
"Permintaan pasar akan minyak nabati di Afrika sangatlah tinggi, sehingga minyak sawit memiliki potensi tinggi untuk memenuhi kebutuhan ini," tukasnya.
Dikarenakan strategi pendekatan yang dimiliki oleh Afrika telah bergeser, menggandeng pasar Afrika, Indonesia perlu melakukan pendekatan value chain dan membangun kemitraan melalui pembangunan teknologi.
(Tribunkaltim.co/Heriani)