Dari Kapel St Lukas di Bukit Terjal Manoreh, Mbah Wiryo Setia Bunyikan Lonceng Gereja 3 Kali Sehari
Setiap hari, pukul 06.00, pukul 12.00 dan sore pukul 18.00, lonceng gereja di Kapel St Lukas berdentang. Seorang nenek nyaris seabad usianya, setia
Generasi Ketiga Kapel ST Lukas Kajoran
Mbah Wiryo merupakan generasi ketiga pemukul lonceng pada kapel ST Lukas Kajoran. Awalnya adalah Barnabas Sarikromo atau Sariman, mertuanya.
Warga mengenal Barnabas sebagai pengajar katekisan Katolik. Sepeninggal Barnabas, Rafaael lah yang menggantikan.
Mbah Wiryo mengatakan, suaminya meninggal sekitar tahun 1980-an. Sejak itu, ia yang mengganti memukul lonceng.
Ia sebenarnya juga sudah mulai ikut memukul lonceng sejak menikah dengan Rafael pada tahun 1940-an.
Ini dilakukan saat Sudarno berhalangan memukul lonceng. Mbah Wiryo adalah petani.
Dulunya, ia menanam jagung dan ketela.
Ladang dan kebunnya ada di balik bukit dan hutan.
“Semua dilakukan jalan kaki,” katanya.
Meski berladang, ia tetap kembali ke rumah sebelum pukul 12.00. Ia pulang untuk membunyikan genta.
“Setelah itu dirumah kerja apa saja,” kata Mbah Wiryo.

Lonceng dari Belanda
Lonceng Kapel Santo Lucas Kajoran terdapat tulisan huruf latin ejaan lama. Tulisannya sedikit pudar “Sembah Baktinipoen Aanah Djawi Oegi - Dewi Mariah”.
Tulisan lain tampak pula di bawahnya namun lebih sulit terbaca. Sebuah relief kecil bentuk mirip Bunda Maria tampak pada dinding genta.
Selain itu, ada tulisan tahun ‘1928’ pada badan genta. Saat itu, berlangsung pembangunan tempat ziarah Sendangsono di Semagung, Kalurahan Banjaroya, pada 1929.
Banyak perlengkapan didatangkan dari Belanda. Mbah Wiryo menceritakan, lonceng termasuk didatangkan pula dari Belanda dan diterima oleh Barnabas.