Berita Nasional Terkini

Wamenkumham Nilai Juliari Batubara & Edhy Prabowo Layak Dijerat Hukuman Mati, Arsul Sani Bereaksi

Wamenkumham nilai Juliari Batubara & Edhy Prabowo layak dijerat hukuman mati, Arsul Sani bereaksi

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Kolase Tribun Kaltim
Juliari Batubara dan Edhy Prabowo, 2 Menteri Jokowi yang pasti diganti 

TRIBUNKALTIM.CO - Pernyataan Wamenkumham Eddy Hiariej tentang kasus korupsi yang menimpa eks Menteri Sosial dan eks Menteri Kelautan dan Perikanan, jadi sorotan.

Pasalnya, Eddy Hiariej menilai baik Juliari Batubara dan Edhy Prabowo layak dijerat hukuman mati.

Diketahui, Juliari Batubara politikus PDIP dibekuk KPK dalam kasus korupsi bansos covid-19.

Sementara Edhy Prabowo politikus Gerindra tersangkut kasus ekspor benih lobster.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menilai, dua mantan menteri di Kabinet Indonesia Maju, yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara layak dituntut dengan ancaman hukuman mati.

Menurut Eddy Hiariej, kedua mantan Menteri itu layak dituntut hukuman mati karena melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19.

Baca juga: Akhirnya WHO Temukan Fakta Baru Asal Virus Corona Wuhan, China tak Tinggal Diam, Izin tak Diberikan

Baca juga: Elegan, Cara Anies Baswedan Respon Kritik Bernada Cacian & Makian, Buzzer Permalukan Diri Sendiri

Menanggapi hal itu, Komisi III DPR menilai tuntutan hukuman kepada tersangka termasuk kedua eks menteri itu lebih baik diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK).

"Soal tuntutan hukuman kepada tersangka yang sedang menjalani proses hukum termasuk dalam kasus yang menyangkut dua mantan menteri ini lebih baik kita serahkan kepada KPK," kata Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, saat dihubungi, Rabu (17/2/2021).

Wakil Ketua Umum PPP itu meyakini KPK mengetahui pasal yang tepat untuk dikenakan terhadap dua eks menteri itu.

Tentunya, dalam mengenakan pasal yang akan menjadi dasar tuntutan, KPK akan mempertimbangkan, baik fakta persidangan, alat bukti, maupun rasa keadilan masyarakat.

"Tanpa haruS ada arahan-arahan, pressure atau menciptakan opini publik tertentu, maka para penyidik dan penuntut umum di KPK tahu pasal apa yang pas dikenakan.

Termasuk apakah tepat atau tidak menggunakan Pasal 2 UU Tipikor yang ancaman pidana maksimalnya adalah hukuman mati," ucap Arsul.

Baca juga: Refly Harun Beber Jusuf Kalla & SBY Gerah dengan Sulitnya Kritik di Era Jokowi, Ada Buzzer Provokasi

Lebih lanjut, Wakil Ketua MPR RI itu meminta KPK segera menuntaskan kasus korupsi yang menjerat Juliari dan Edhy.

Menurut Arsul, tidak boleh ada limitasi dalam setiap proses hukum.

"Yang perlu kita dorong adalah agar KPK menuntaskan penanganan kasus perizinan ekspor benur maupun bansos ini sesegera mungkin.

Jika alat-alat buktinya mencukupi maka siapa saja yang terlibat ya diproses hukum, tidak boleh ada limitasi proses hukum," ucap Arsul Sani.

Temuan Baru MAKI

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia ( MAKI) Boyamin Saiman meminta Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) mendalami istilah "bina lingkungan" dalam kasus dugaan korupsi sembako bantuan sosial ( bansos) covid-19.

Boyamin Saiman menduga istilah "bina lingkungan' digunakan di lingkungan Kementerian Sosial untuk menunjuk sejumlah perusahaan agar mendapatkan jatah pengadaan bansos.

Baca juga: Heboh, Warga Desa di Tuban Borong 176 Mobil Bersamaan, Sumber Uang Terkuak, Ada Andil Pertamina

"Berdasarkan informasi yang kami terima, terdapat dugaan penunjukan perusahaan penyalur sembako bansos Kemensos yang saat ini diproses KPK adalah perusahaan tersebut semata mata berdasar penunjukan dengan istilah 'bina lingkungan'," kata Boyamin dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (3/2/2021).

Boyamin Saiman mengatakan, dengan adanya istilah itu penunjukan perusahaan diduga tidak berdasar kemampuan, pengalaman dan kompetensi.

Sehingga, kata dia, dalam menyalurkan sembako menimbulkan dugaan penurunan kualitas dan harga.

Serta merugikan masyarakat.

Lebih lanjut, setidaknya Boyamin menyebut empat perusahaan yang termasuk dalam daftar 'bina lingkungan', di antaranya yakni PT SPM yang mendapatkan 25.000 paket dengan pelaksana AHH, lalu PT ARW mendapat 40.000 paket dengan pelaksana FH.

Kemudian, ada juga PT TR 35.000 paket dengan pelaksana UAH dan PT TJB 25.000 paket dengan pelaksana KF.

"Bahwa perusahaan yang mendapat fasilitas bina lingkungan diduga masih terdapat sekitar delapan perusahaan lain," ucap Boyamin Saiman.

Boyamin Saiman menduga perusahaan yang mendapatkan fasilitas "bina lingkungan" merupakan rekomendasi dari pejabat eselon I di Kemensos dan politikus di DPR.

Baca juga: Soal 9 Pasal Karet, Kapolri Listyo Sigit Nilai UU ITE Sudah tak Sehat, Minta Bareskrim Lakukan Ini

Lebih jauh, Boyamin menyebut, istilah 'bina lingkungan' dalam bansos covid-19 juga terdapat dugaan rekomendasi yang berasal dari beberapa parpol dan bukan hanya satu parpol.

"Diduga oknum DPR yang memberikan rekomendasi berasal dari beberapa parpol dan bukan hanya satu parpol," ujar Boyamin Saiman.

(*)

Artikel ini telah tayang  dengan judul Juliari dan Edhy Prabowo Disebut Layak Dituntut Hukuman Mati, PPP: Lebih Baik Serahkan Kepada KPK, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/02/17/juliari-dan-edhy-prabowo-disebut-layak-dituntut-hukuman-mati-ppp-lebih-baik-serahkan-kepada-kpk.

Artikel ini telah tayang dengan judul "KPK Diminta Dalami Istilah "Bina Lingkungan" pada Kasus Bansos Covid-19", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2021/02/03/15554831/kpk-diminta-dalami-istilah-bina-lingkungan-pada-kasus-bansos-covid-19.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved