Virus Corona

2 Hal yang Jadi Alasan Ahli Minta Pemerintah Setop Vaksin Nusantara, Sel Dendritik Sifatnya Personal

Ada dua hal yang menjadi alasan ahli untuk meminta Pemerintah hentikan Vaksin Nusantara, data uji klinis I masih belum terlihat hingga kelayakan.

Editor: Amalia Husnul A
KOMPAS.com/RISKA FARASONALIA
Ilustrasi. Pelayanan laboratorium di RSUP Kariadi Semarang, Rabu (17/2/2021). Tahap uji klinis kedua Vaksin Nusantara dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dokter Kariadi Semarang Ada dua hal yang menjadi alasan ahli untuk meminta Pemerintah hentikan Vaksin Nusantara, data uji klinis I masih belum terlihat hingga kelayakan. 

"Jadi pada imunoterapi kanker, sel dendritik tetap diberi antigen, tetapi antigennya bisa dari tumornya dia sendiri.

Karena itu sifatnya personal," kata Pandu.

Dua hal yang harus Anda ketahui terkait perbedaan sel dendritik pada terapi kanker dengan vaksin dendritik:

Pertama, beda perlakuan.

Untuk terapi kanker sel dendritik ditambahkan antigen tumor atau kankernya, dan diisolasi dari darah pasien untuk kemudian disuntikkan kembali kepada pasien tersebut.

"Sementara, pada vaksin, sel dendritik ditambahkan antigen virus," jelasnya.

Kedua, perlu pelayanan medis.

Dijelaskan Pandu, sel dendritik perlu pelayanan medis khusus karena membutuhkan peralatan canggih, ruang steril, dan inkubator CO2, dan adanya potensi risiko.

Potensi risiko yang sangat besar bisa terjadi seperti sterilitas, pirogen atau ikutnya mikroba yang menyebabkan infeksi dan tidak terstandar potensi vaksin, karena pembuatan individual.

"Jadi, sebenarnya sel deindritik untuk terapi bersifat individual, dikembangkan untuk terapi kanker.

Sehingga tidak layak untuk vaksinasi massal," tegas Pandu. 

2. Belum jelas data uji klinis

Pada kesempatan yang berbeda, Ahli Biomolekuler dan Vaksinolog, Ines Atmosukarto berpandangan bahwa vaksin Nusantara datanya diduga belum terlihat.

Data uji klinis I belum terlihat dan belum di-update ke data uji klinis global. 

"Seharusnya tercatat semua di situ, terakhir saya cek belum ada update hasil uji klinisnya.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved