Berita Samarinda Terkini
Lanjutan Sidang PT AKU, Saksi Ahli dari Dua Terdakwa Tak Hadir, Sidang Ditunda
Dua terdakwa dihadirkan melalui sambungan virtual yakni Yanuar mantan Direktur Utama (Dirut) dan Nuriyanto mantan Direktur Umum (Dirum) PT AKU
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Sidang perkara dugaan korupsi di tubuh perusahaan daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama (PT AKU), kembali bergulir secara virtual (daring) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur pada Senin (22/2/2021) siang hari ini.
Dua terdakwa dihadirkan melalui sambungan virtual yakni Yanuar mantan Direktur Utama (Dirut) dan Nuriyanto mantan Direktur Umum (Dirum) PT AKU.
Keduanya diketahui saat ini sedang menjalani masa tahanannya di Rutan Klas II A Samarinda.
Baca juga: Seorang Perwira Menengah di Polresta Samarinda Meninggal Dunia Terpapar Covid-19
Baca juga: Nasib Karyawan Jasa Pencucian di Tenggarong Kukar, Tenggelam Bersama Mobil, Ditemukan di Hari Ketiga
Eks pucuk pimpinan Perusda PT AKU ini didakwa melakukan tindakan korupsi.
Terkait penyalahgunaan dana penyertaan modal Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar.
Agenda persidangan kali ini semestinya pemeriksaan keterangan saksi. Yakni dari pihak terdakwa menghadirkan saksi meringankan.
Sejak persidangan kembali dibuka untuk umum, Majelis hakim yang diketuai Hongkun Ottoh dengan didampingi Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusmanta sebagai hakim anggota.
Ketua Majelis Hakim setelah mengetuk palu, langsung melempar sejumlah pertanyaan kepada kedua terdakwa.
"Bagaimana terdakwa, apakah sehat?", tanya majelis hakim.
"Sehat yang mulia," jawab kedua terdakwa.
Baca juga: Terkait Kasus PT MGRM, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi Minta Pejabat Perusda Sering Dirolling
Baca juga: Lakalantas di Jalan Trans Kaltim, Satu Warga Samarinda Meninggal Dunia
Setelah itu, Hongkun Ottoh langsung melemparkan pertanyaan mengenai saksi yang akan dihadirkan.
Keduanya pun kompak menjawab belum dapat menghadirkan saksi tersebut, dan meminta perpanjangan waktu.
Ketua Majelis Hakim pun menanyakan apakah tetap akan diajukan saksi yang sedianya dihadirkan pada hari ini.
"Tetap mau diajukan yang mulia," jawab keduanya.
"Kita sudah menghitung masa tahanannya, mengenai ahli yang anda ajukan. Minggu depan kesempatan terakhir, kalau tidak akan dilewatkan dan akan fokus ke tuntutan," tegas Ketua Majelis Hakim.
Ketua Majelis Hakim melanjutkan, penundaan menjadikan ada waktu untuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyusun tuntutannya.
Kuasa Hukum bisa menyusun pembelaannya dan kami menyusun putusannya.
"Apakah ada yang ditanyakan terdakwa?," tanya Majelis Hakim.
"Tidak ada yang mulia," sebut keduanya.
Setelah mendengar pernyataan dari kedua terdakwa, sidang kemudian ditutup oleh Majelis Hakim.
Sidang akan kembali dilanjutkan pada Senin (1/3/2021) mendatang.
Terpisah JPU dari Kejaksaan Tinggi Kaltim, Zaenurofiq.
Ditemui usai persidangan mengatakan, sedianya agenda persidangan ialah terdakwa menghadirkan saksi yang meringankan, hanya saja terdakwa tidak dapat menghadirkannya pada hari ini didalam persidangan.
"Sehingga kedua terdakwa meminta kepada majelis hakim untuk mengajukan sekali lagi saksi yang meringankan dirinya. Untuk sidang pada Senin mendatang (1/3/2021)," ungkap Rofiq, sapaan akrabnya, Senin (22/1/2021).
Menyinggung pada persidangan sebelumnya, kedua terdakwa sudah diberi kesempatan waktu untuk menghadirkan saksi yang meringankan dalam persidangan hari ini.
"Yang jelas pada sidang sebelumnya, terdakwa sudah diberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi, karena ini kepentingan dari terdakwa sendiri," ungkap Rofiq.
Permohonanan pepanjangan diberikan, lanjut Rofiq, lantaran memang hak terdakwa yang diberikan Majelis Hakim.
Namun jika tidak hadir. Maka akan dilakukan pemeriksaan kepada terdakwa
"Kemudian hakim memberikan kesempatan sekali lagi kepada terdakwa untuk diperpanjang karena itu salah satu hak dari terdakwa untuk mengajukannya sekali lagi," ujarnya.
Rofiq pun menyampaikan, JPU tidak mengetahui siapa yang akan dihadirkan, fokusnya tentu pada apa yang disampaikan saksi nantinya ketika hadir didalam persidangan.
"Akan mengikuti dan akan memeriksa keterkaitannya dan substansi keterangannya (saksi dari terdakwa)," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, seperti yang telah terungkap didalam rentetan persidangan.
Perusda PT AKU yang bergerak di bidang usaha pertanian, perdagangan, perindustrian dan pengangkutan darat, mendapatkan penyertaan modal dari Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar pada medio 2003 hingga 2010.
Anggaran itu disetorkan dalam tiga tahap.
Pada tahap awal, pemerintah menyetor Rp 5 miliar. Empat tahun kemudian, di 2007 kembali diserahkan Rp 7 miliar.
Terakhir pada 2010, pemerintah kembali menyuntik PT AKU sebesar Rp 15 miliar.
Yanuar yang kala itu sebagai pucuk pimpinan Perusda PT AKU, bersama dengan rekannya Nuriyanto, selaku Direktur Umum PT AKU, menyalahgunakan penyertaan modal yang dikucurkan Pemprov Kaltim.
Keduanya melakukan praktik korupsi dengan modus investasi bodong.
Kedua terdakwa membuat PT AKU seolah-olah melakukan kerja sama dengan sembilan perusahaan lain.
Namun kesembilan perusahaan tersebut adalah fiktif, yang tak lain adalah buatan mereka sendiri.
Investasi bodong yang dimaksud ialah, terdakwa dengan sengaja melakukan kerja sama perjanjian terhadap sembilan perusahaan buatannya tersebut, tanpa persetujuan Badan Pengawas dan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Anggaran yang didapatkan dari Pemprov Kaltim, diinvestasikan ke sembilan perusahaan.
Kemudian mereka gunakan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan perusahaan buatan mereka dibuat seolah-olah bangkrut.
Dari sembilan perusahaan yang diajak kerja sama, dalam praktiknya, enam perusahaan palsu. Perusahaan fiktif yang mereka buat salah satunya PT Dwi Palma Lestari. Di perusahaan ini, total modal usaha yang mengalir sebanyak Rp 24 miliar.
Terungkap, Nuriyanto tercatat sebagai Direktur PT Dwi Palma Lestari. Sedangkan Yanuar selaku komisaris. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris.
Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif. Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar.
Baca juga: Walikota Balikpapan Rizal Effendi Dukung Syarat Kewajiban Rapid Antigen Masuk ke RT dalam PPKM Mikro
Cara mark-up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama. PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada pendapatan asli daerah, justru ikut berakhir bangkrut.
Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar RP 29 miliar. Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kerugian negara sebesar Rp 29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar.
Kedua terdakwa pun dijerat oleh JPU Kejati Kaltim dengan pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999, Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Penulis : Mohammad Fairoussaniy/Editor: Samir Paturusi